Peristiwa Nasional

AJI, IJTI, dan PFI Tolak Skema Khusus Rumah Subsidi untuk Jurnalis

Selasa, 15 April 2025 - 19:52 | 29.26k
Deretan rumah subsidi. Tiga organisasi profesi jurnalis AJI, IJTI, dan PFI, menolak rencana pemerintah untuk memberikan jalur khusus rumah subsidi kepada para jurnalis. (Antaranews)
Deretan rumah subsidi. Tiga organisasi profesi jurnalis AJI, IJTI, dan PFI, menolak rencana pemerintah untuk memberikan jalur khusus rumah subsidi kepada para jurnalis. (Antaranews)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tiga organisasi profesi jurnalis—Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI)—menolak rencana pemerintah untuk memberikan jalur khusus rumah subsidi kepada para jurnalis.

Program ini rencananya akan diluncurkan mulai 6 Mei 2025 oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman bersama Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), bekerja sama dengan BPS, Tapera, dan BTN melalui skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).

Advertisement

Skema FLPP sejatinya terbuka bagi seluruh warga negara Indonesia yang memenuhi syarat, seperti belum memiliki rumah dan memiliki penghasilan maksimal Rp7 juta untuk lajang atau Rp8 juta bagi yang sudah berkeluarga. Program ini menawarkan bunga tetap 5 persen dan uang muka sebesar 1 persen dari harga rumah.

Kendati Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyebut program rumah subsidi ini sebagai bentuk perhatian terhadap kesejahteraan jurnalis.

Namun sejumlah organisasi jurnalis menilai adanya jalur khusus justru berpotensi menimbulkan persepsi negatif terhadap profesi jurnalis yang selama ini dituntut untuk bersikap independen dan kritis.

“Rumah subsidi seharusnya diberikan berdasarkan kebutuhan, bukan karena profesi. Semua warga negara berhak atas hunian yang layak, tanpa memandang pekerjaan mereka,” ujar Reno Esnir, Ketua Umum PFI.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum AJI, Nany Afrida. Ia menilai jika jurnalis menerima bantuan rumah secara khusus dari kementerian yang juga bertanggung jawab atas kebijakan media dan komunikasi, hal tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan dan mengganggu independensi pers.

“Lebih baik jurnalis mengikuti prosedur umum seperti warga lain melalui Tapera atau perbankan. Dengan begitu, tidak ada ruang bagi publik untuk mempertanyakan integritas jurnalis,” ungkap Nany.

Ketua IJTI Herik Kurniawan menambahkan, perhatian pemerintah terhadap jurnalis lebih tepat diarahkan pada perbaikan ekosistem media dan kepastian kesejahteraan melalui regulasi ketenagakerjaan yang berpihak.

“Kalau memang ingin meningkatkan kesejahteraan jurnalis, pastikan perusahaan media membayar upah layak sesuai ketentuan dan menghormati kerja-kerja jurnalistik,” kata Herik. Ia juga menyarankan agar Dewan Pers tidak dilibatkan dalam program ini karena tidak sesuai dengan mandatnya.

Ketiga organisasi ini sepakat bahwa pemerintah seharusnya lebih fokus dalam memperluas akses terhadap rumah yang terjangkau bagi seluruh masyarakat dan mengejar target pembangunan tiga juta rumah yang dicanangkan. Jurnalis, sebagaimana profesi lainnya, bisa mengakses program tersebut lewat jalur umum.

“Jika pendapatan jurnalis sudah memadai dan perlindungan kerja terjamin, mereka tentu bisa mengakses kredit rumah tanpa jalur khusus. Yang lebih penting saat ini adalah menjamin kebebasan dan keamanan jurnalis saat menjalankan tugas,” kata Reno. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES