Dari Warung Sembako ke Tanah Suci, Kisah Haru Askar dan Asniar Menuju Haji di Ujung Usia

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Di sebuah rumah sederhana di pinggiran Kota Sibolga, aroma minyak goreng dan rempah selalu menyambut pagi. Dari dapur dan warung kecil yang menempel di teras rumah, pasangan lansia Askar Simbolon (75) dan istrinya Asniar Pasaribu (69) menggantungkan hidup—dan harapan besar yang mereka pupuk selama puluhan tahun: berangkat ke Tanah Suci.
Tahun ini, impian itu akhirnya terwujud. Setelah belasan tahun menabung dari hasil jualan sembako harian, pasangan ini tergabung dalam Kelompok Terbang (Kloter) 23 Embarkasi Medan, bersama jemaah dari Kota Medan dan Kabupaten Padang Lawas Utara.
Advertisement
“Kadang sehari cuma laku lima bungkus mie instan, tapi kami tetap bersyukur, yang penting bisa nyisihin meski sedikit,” tutur Asniar dengan mata berkaca-kaca, mengingat perjuangan mereka.
Langkah Kecil, Doa Besar
Setiap pagi sebelum ayam berkokok, Askar sudah bersiap menata dagangan: beras, gula, telur, minyak goreng, sabun, hingga kopi sachet. Warung sembako itu tak pernah ramai, tapi cukup untuk mengalirkan rezeki yang pelan namun pasti.
Mereka mulai menabung sejak anak-anak masih kecil. Butuh beberapa tahun untuk sekadar mendaftar haji. Setelah itu, antrean panjang selama belasan tahun pun harus mereka jalani dengan sabar.
“Waktu daftar, saya masih kuat angkat karung beras sendiri. Sekarang sudah harus pakai tongkat. Tapi Allah masih beri kami kesempatan,” ucap Askar, tersenyum di tengah tubuhnya yang mulai rapuh.
Pandemi dan Duka
Tahun 2020 menjadi masa paling sulit. Pandemi COVID-19 membuat usaha mereka nyaris terhenti. Mereka bahkan sempat menjual kebutuhan pokok secara hutang kepada tetangga, demi bertahan hidup. Di saat yang sama, mereka juga harus kehilangan salah satu anak mereka yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga.
“Waktu itu kami sempat putus asa. Rasanya sudah tak sanggup lanjutkan niat naik haji,” kenang Asniar.
Namun dukungan keluarga dan warga kampung membangkitkan semangat mereka kembali. Awal 2025, kabar dari Kankemenag Kota Sibolga membawa harapan baru—nama mereka masuk dalam daftar keberangkatan.
“Rasanya seperti mimpi. Belasan tahun kami menunggu. Sekarang, saat fisik mulai rapuh, Allah tetap beri kami jalan,” kata Asniar dengan suara bergetar.
Perjalanan Cinta di Ujung Usia
Warga kampung pun ramai-ramai datang ke rumah untuk mendoakan keberangkatan mereka. Anak-anak membantu membelikan perlengkapan haji. Semua bergotong-royong demi mendampingi sepasang suami istri yang telah menjadi teladan dalam kesabaran.
“Banyak yang bilang kami sudah tua. Tapi bagi kami, ini perjalanan cinta kepada Allah. Kami ingin pulang dengan hati yang bersih,” ungkap mereka.
Kisah Askar dan Asniar menjadi pengingat bagi banyak orang: bahwa keteguhan hati, kerja keras, dan konsistensi dalam usaha kecil bisa mengantar seseorang menuju impian besar, bahkan hingga ke Baitullah.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Sholihin Nur |