KLHK Soroti Dugaan Pelanggaran Tambang Nikel di Raja Ampat, DPR Minta Penertiban Perizinan

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyoroti dugaan pencemaran lingkungan oleh PT ASP, salah satu perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Perusahaan ini diduga menyebabkan kerusakan lingkungan akibat jebolnya settling pond serta aktivitas penambangan yang dilakukan di kawasan suaka alam.
Advertisement
"Atas indikasi pencemaran dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, akan dilakukan penegakan hukum pidana dan gugatan perdata," kata Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, dalam keterangan pers di Jakarta, Minggu (8/6/2025).
Sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan di lapangan, KLHK telah memasang papan pengawasan atau segel di lokasi aktivitas tambang.
Pemerintah juga akan meminta Bupati Raja Ampat untuk meninjau ulang izin lingkungan perusahaan di Pulau Manuran—yang tergolong pulau kecil—dan di Pulau Waigeo yang termasuk dalam Kawasan Suaka Alam (KSA).
Hanif menjelaskan bahwa PT ASP mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) seluas 1.173 hektare di Pulau Manuran dan 9.500 hektare di Pulau Waigeo. Selain itu, KLHK tengah menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua Barat Daya yang berbasis Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), dengan penekanan pada perlindungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
"Seluruh izin dan aktivitas usaha harus sejalan dengan upaya pelestarian ekosistem dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku," tegas Hanif.
Tak hanya PT ASP, KLHK juga menindaklanjuti aktivitas tiga perusahaan tambang nikel lainnya di Raja Ampat, yaitu PT GN, PT KSM, dan PT MRP. Pemerintah menegaskan komitmennya untuk menegakkan hukum dan memulihkan ekosistem, mengingat Raja Ampat merupakan habitat 75 persen spesies karang dunia dan ribuan spesies endemik lain yang menjadi daya tarik wisata kelas dunia.
Penertiban Izin Tambang
Sementara itu, Anggota DPR RI Dapil Papua, Yan Permenas Mandenas, mendesak pemerintah pusat untuk segera melakukan penertiban terhadap izin tambang di seluruh Tanah Papua.
Menurutnya, aktivitas tambang yang tidak sesuai prosedur tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga berdampak pada masyarakat adat yang tinggal di sekitar area tersebut.
Ia mencontohkan kasus di Raja Ampat sebagai bentuk nyata kerusakan lingkungan akibat pembiaran selama bertahun-tahun. Mandenas mengapresiasi langkah KLHK dan mendorong pemeriksaan terhadap seluruh pihak yang terlibat dalam penerbitan izin, termasuk potensi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
"Jika ada indikasi suap dalam proses penerbitan izin, harus ditindak tegas secara hukum," tegasnya.
Mandenas juga menyoroti tambang nikel di Pulau Gag, Raja Ampat, yang telah lama mendapat penolakan dari masyarakat adat pemilik hak ulayat, namun tetap beroperasi tanpa pengawasan ketat dari pemerintah sebelumnya.
Ia berharap penertiban izin tambang dilakukan secara menyeluruh di berbagai wilayah Papua seperti Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nduga, Nabire, Paniai, Waropen, Intan Jaya, hingga Sarmi.
Penertiban ini, menurutnya, penting agar pengelolaan sumber daya alam memberikan manfaat nyata bagi masyarakat lokal, khususnya pemilik hak ulayat, dan sesuai dengan dokumen Amdal yang berlaku.
"Semoga dengan langkah penertiban ini, masyarakat Papua benar-benar bisa merasakan manfaat ekonomi dari kegiatan pertambangan yang legal dan berkelanjutan," ujarnya.
5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Sementara itu, Kementerian ESDM juga merilis daftar lima perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Raja Ampat, tersebar di lima pulau utama yakni Pulau Gag, Manuran, Batang Pele, Kawe, dan Waigeo. Berikut adalah rinciannya:
Perusahaan dengan Izin Pemerintah Pusat:
PT GAG Nikel
- Kontrak Karya Generasi VII
- Luas wilayah: 13.136 Ha (Pulau Gag)
- Izin berlaku hingga 30 November 2047
- Dokumen lingkungan: AMDAL (2014), Adendum AMDAL (2022 & 2024)
- IPPKH: Diterbitkan 2015 dan 2018
- Produksi aktif
PT Anugerah Surya Pratama (ASP)
- IUP Operasi Produksi berdasarkan SK Menteri ESDM No. 91201051135050013
- Luas wilayah: 1.173 Ha (Pulau Manuran)
- Izin berlaku hingga 7 Januari 2034
- Dokumen lingkungan: AMDAL & UKL-UPL (2006)
Perusahaan dengan Izin Pemerintah Daerah:
PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)
- IUP eksplorasi dari Bupati Raja Ampat (SK No. 153.A/2013)
- Luas wilayah: 2.193 Ha (Pulau Batang Pele)
- Belum memiliki dokumen lingkungan
PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)
- IUP dari Bupati Raja Ampat (SK No. 290/2013)
- Luas wilayah: 5.922 Ha (Pulau Kawe)
- IPPKH dari KLHK (2022)
- Produksi sempat dilakukan pada 2023, saat ini tidak aktif
PT Nurham
- IUP dari Bupati Raja Ampat (SK No. 8/1/IUP/PMDN/2025)
- Luas wilayah: 3.000 Ha (Pulau Waigeo)
- Izin berlaku hingga 2033
- Sudah memiliki persetujuan lingkungan (2013)
- Belum memulai produksi. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rizal Dani |