Ini Wilayah Administratif Jalur Kereta Api Lama Jombang – Babat

TIMESINDONESIA – TIMESINDONESIA, JOMBANG – Jalur kereta api Jombang – Babat yang sudah puluhan tahun tidak digunakan akan kembali dioperasikan oleh PT KAI. Rencana tersebut sudah menjadi bahasan dalam rapat koordinasi di Dinas Perhubungan Pemprov Jatim beberapa waktu lalu. Namun jalur kereta yang akan dibangun nanti rupanya bakal menggunakan lahan baru, bukan lahan lama seperti yang dulu digunakan.
Faktor pembebasan lahan menjadi alasan dipilihnya lahan baru untuk pengaktifan kembali jalur itu. Sebab di sepanjang jalur kereta api jalur Jombang – Babat yang lama tidak digunakan, sudah berdiri banyak bangunan. Sehingga bakal terjadi kesulitan dalam proses pembebasan lahan. Karena itu dimungkinkan jalur Jombang – Babat yang akan beroperasi nanti, sedikit membelok dari jalur lama yang dulu digunakan.
Advertisement
Meski demikian, hingga saat ini sejumlah kawasan di Kabupaten Jombang masih terlihat bekas rel kereta api yang dulunya menjadi rute kereta api Jombang – Babat. Dimulai dari utara sungai Brantas atau sekitar 200 meter dari Terminal Ploso, terdapat bangunan dengan tembok kuning terlihat papan berbunyi aset PT KAI terpasang di halaman.
Terdapat tulisan ‘Ploso’ di sebelah utara atap bangunan tersebut, dan masih sangat terlihat jelas. Begitu melintas di depan bangunan, yang terasa bukanlah sebuah bekas stasiun. Melainkan tercium sedapnya aroma masakan karena memang bangunan bekas Stasiun Ploso itu sudah berubah menjadi sebuah warung makan.
Menurut sejarah, Stasiun Ploso mulai dibuka pada 24 Desember 1899 silam. Sementara nama perusahaan kereta api stasiun saat itu adalah Babat-Djombang Stoomtram Maatschappij (BDSM), perusahaan kereta api yang saat itu mengelola jalur kereta api jurusan Jombang - Babat.
BDSM mendapat mandat dari pemerintah Hindia Belanda, untuk membangun rel yang menghubungkan Jombang dan Babat. Memiliki panjang sekitar 70 KM, perusahaan ini membangun rute Jombang–Ploso–Babat mulai 1899 hingga 1902.
Melayani penumpang dengan rute tersebut, BDSM disebut-sebut mendatangkan dua lokomotif dari pabrik Krauss di Jerman. Seperti diketahui, lokomotif KA saat itu masih menggunakan bahan bakar kayu jati.
Bila dibandingkan dengan lokomotif produk saat ini yang dapat melaju hingga kecepatan tinggi, maka lokomotif KA saat itu memiliki kecepatan puluhan kali lebih rendah. Sebab maksimum kecepatan yang dihasilkan dari lokomotif ini, hanya 30 KM per jam.
Secara administratif stasiun Ploso masuk dalam wilayah Desa Bawangan, Kecamatan Ploso. Namun, perusahaan pengelola moda transportasi ini mengalami kebangkrutan pada 1916 silam. Karena bangkrut, kendali kerja stasiun dan jalurnya diberikan ke perusahaan kereta api Hindia Belanda bernama Staatsspoorwegen(SS).
Dari eks stasiun Ploso yang kini sudah menjadi tempat makan, ada dua rel kereta api dengan arah yang berbeda. Rel pertama menjalar ke arah timur, dan merupakan bekas rel KA yang menghubungkan stasiun Ploso dengan stasiun Lespadangan yang berada di Mojokerto.
Sugeng, 59, warga sekitar eks Stasiun Ploso mengatakan, jika garis ditarik lurus ke ke timur rel akan melintas di sisi utara sungai. Namun jika ditarik lurus ke atah selatan, rel akan menuju ke arah kota Jombang dan harus melintasi sungai Brantas. “Sedangkan kalau ditarik ke utara, akan menuju Kecamatan Babat,” katanya.
Bekas pondasi jembatan KA di sungai Brantas sampai saat ini masih ada, dan lokasinya berada di sisi barat jembatan jalan raya.
Kondisi dua penyangga rel KA di sungai Brantas juga masih terlihat utuh, kecuali rangka jembatan dan rel KA diatasnya yang sudah tidak ada.
Pengoperasian jalur ini bertahan hingga tahun 1975. Sama dengan yang dialami rel KA jurusan stasiun Lespadangan, penutupan jalur tujuan Ploso Jombang dilakukan karena kalah dengan moda transportasi lainnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Rochmat Shobirin |
Sumber | : Al Jazeera |