Jalur KA Jombang – Babat Pernah Jadi Rute Perjalanan Bung Karno
TIMESINDONESIA – TIMESINDONESIA, JOMBANG – Pengaktifan kembali jalur kereta api Jombang – Babat oleh PT KAI masih menjadi wacana, dan belum jelas kapan realisasinya. Namun demikian, rencana tersebut disambut baik oleh banyak pihak. Kalangan budayawan di Jombang menilai, rencana mengaktifkan kembali jalur KA Jombang – Babat sama dengan menghidupkan lagi cerita sejarah yang ada.
Dian Sukarno, penulis buku Trilogi Spiritualitas Bung Karno mengatakan, salah satu tokoh penting yang dulu sering melintas di jalur KA itu adalah Koesno (nama kecil mantan Presiden Soekarno) bersama ayahnya yang bernama Raden Soekeni Sosrodiharjo dan Ida Ayu Nyoman Rai Srimben, ibunya. Perjalanan dilakukan Koesno dengan keluarganya dari Desa Losari, onder distric (kecamatan) Ploso, menuju ke ndalem yang ada di Pojokkrapak, Wates, Kediri.
Advertisement
Menurutnya, peristiwa ini diperkirakan terjadi antara kurun waktu 1903 hingga 1906. ”Selama tiga tahun itu, beliau dan keluarganya melakukan perjalanan kereta api sekali dalam seminggu,” katanya, Minggu (27/9/2015).
Penulis asli Jombang ini menjelaskan, setelah KA dari Babat tiba di Stasiun Jombang yang ada di Kelurahan Kaliwungu, kendali operasi kereta kemudian berpindah rute. ”KA kemudian beroperasi dengan tujuan Kediri dengan menggunakan rute Jombang-Diwek-Ngoro-Pare. Jalur ini sering digunakan Bung Karno kecil berangkat dari Ploso (Jombang) menuju ke Wates (Kediri), begitu juga sebaliknya,” lanjutnya.
Menurut cerita, trayek KA yang datang dari Stasiun Ploso hanya sampai di stasiun besar Jombang. Mereka yang ingin melanjutkan ke wilayah utara bisa melanjutkan dengan kereta lainnya. Yakni KA yang beroperasi dengan tujuan Jombang – Kediri. Hal itu bisa dilihat dengan adanya batang rel KA yang tertanam di tanah, menjalar dari perempatan stasiun saat ini, hingga ke ke wilayah Cukir dan Ngoro.
Moda transportasi KA dengan tujuan itu, dikendalikan oleh Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM), yang merupakan perusahaan kereta api swasta. KSM telah berhasil membangun jalan rel dengan rute Kediri-Jombang, pada 7 Januari 1897 dengan panjang sekitar 50 KM. Sampai tahun tahun 1979, hanya tersisa dua lokomotif saja yang melayani rute Kediri – Pare dengan jarak 24 KM. Sementara puluhan lokomotif lainnya, sudah dipindahkan ke sejumlah perusahaan KA di beberpa kota.
Selain dibuktikan dengan masih adanya batag rel KA di sepanjang jalan KH Hasyim Asy’ari, bukti lain yang bisa jadi rujukan adalah bangunan bernama Gardu Papak. Berada di Desa Parimono, Kecamatan Jombang, bangunan tersebut dulu berfungsi sebagai tempat berkumpulnya para calon penumpang KA, terutama penumpang yang hendak berangkat ke Kediri.
Dian menjelaskan, pengalaman Soekarno sebagai pejuang sejati sebenarnya sudah teruji ketika sejak kecil sudah menjadi penumpang KA. Sebab KA yang menggunakan bahan bakar areng setingkul (batubara) ini, bisa membuat pakaian semua penumpang penuh lubang karena abu percikan api yang menyebar di udara. ”Untuk menghindari ini, penumpang berdesakan pada gerbong tengah hingga belakang. Tak terkecuali Bung Karno kecil bersama kedua orang tuanya,” tambah Dian.
Soekarmini, kakak Soekarno kecil waktu itu sudah berumur empat tahun. Sementara usia Soekarno sendiri waktu itu masih belum genap dua tahun. Selama menaiki KA menuju ke Kediri, Seokarno kecil kerap menangis dalam gendongan ibunya. Penyebabnya adalah kondisi gerbong yang pengap, panas, sebagai akibat dari abu sisa pembakaran lokomotif yang masuk ke dalam gerbong. ”Beliau menangis juga karena merasa sesak, karena di dalam gerbong bercampur dengan bau keringat para penumpang dewasa,” pungkasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Publisher | : Sholihin Nur |