Peristiwa PKI Ancam NKRI

Tak Terlibat PKI, Diasingkan ke Pulau Buru

Rabu, 30 September 2015 - 10:15 | 187.73k
Gregorius menyanyikan lagu sungai Waingapu. teringat saat di pengasingan Pulau Buru yang memberinya pelajaran tentang kemandirian dan kehidupan. (Foto: Yovinus/SurabayaTimes)
Gregorius menyanyikan lagu sungai Waingapu. teringat saat di pengasingan Pulau Buru yang memberinya pelajaran tentang kemandirian dan kehidupan. (Foto: Yovinus/SurabayaTimes)
FOKUS

PKI Ancam NKRI

Kecil Besar

TIMESINDONESIATIMESINDONESIA, SURABAYA – Lantunan lagu berlirik “Sungai Waingapu” terdengar dari sebuah rumah di kawasan Sidoarjo, Jawa Timur. Lagu yang mengisahkan tentang romantisme di Pulau Buru ini dinyanyikan dengan iringan gitar tua. Lantunan lagu tersebut dinyanyikan oleh Gregorius Suharsoyo Gunito (69).

Gregorius memang memiliki kenangan tersendiri dengan lagu itu. Terlebih ia pernah tinggal di Pulau Buru selama 9 tahun. Gregorius merupakan anggota Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra), namun tidak tergabung sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Kisah Gregorius adalah contoh kecil dari mereka yang dituduh terlibat PKI.

Advertisement

Ayah dari seorang anak ini diberangkatkan ke Pulau Buru setelah dianggap terlibat dalam Gerakan 30 September 1965. Padahal, ia tergabung di Lekra murni untuk berkesenian, terlebih Gregorius memiliki kemampuan di bidang teater dan musik.

Kisah perjalanan pria yang akrab dipanggil Greg ini ke Pulau Buru dimulai pada tahun 1966. Saat itu, ia ditangkap oleh pasukan Angkatan Darat di rumahnya dan dibawa ke tahanan Koblen Surabaya, karena dianggap aktif terlibat di PKI. Terlebih hampir di setiap malam, rumahnya selalu didatangi tamu, terutama dari mereka yang gemar dan memiliki bakat kesenian.

“Rumah saya memang ramai didatangi tamu setiap malam. Mereka semua adalah yang berkesenian. Ada yang anggota PKI, ada yang murni di Lekra. Tidak semua anggota Lekra itu PKI,” ujarnya.

Selama di tahanan, Greg tidak pernah disidang di pengadilan sekalipun. Ia hanya mendapatkan pertanyaan dari para petugas di tahanan tersebut. Proses peradilan hanya diberikan kepada mereka yang masuk dalam golongan A dan ditahan di Jakarta. Mereka yang masuk golongan A adalah para tokoh dan pemimpin partai di masing-masing daerah serta pusat. Sedangkan mereka yang ditahan di Koblen adalah golongan B.

Greg tinggal di tahanan Koblen selama 3 tahun, sebelum akhirnya diberangkatkan ke Pulau Nusakambangan di tahun 1969. Dalam hitungan bulan di Pulau Nusakambangan, Greg diberangkatkan ke Pulau Buru pada 16 Agustus 1969.

Greg diberangkatkan dengan menggunakan kapal, yang satu kapalnya berisi 500 orang. Di hari tersebut, ada 3 kapal yang diberangkatkan, salah satunya ditumpangi oleh (alm) Pramoedya Ananta Toer. Perjalanan dari Pulau Nusakambangan ke Pulau Buru ditempuh dalam waktu 15 hari. Di Pulau Buru, Greg ditempatkan di unit 3 atau satu unit dengan Pramoedya.

Pria kelahiran Madiun, 10 Februari 1936 ini selama di Pulau Buru menjalani “proyek kemanusiaan” atau proyek Badan Pembinaan Resetlement Pulau Buru yang disingkat Baperu. Mereka yang dianggap tidak Pancasilais atau kurang mencintai Pancasila dibina agar lebih mencintai Pancasila.

Pembinaan dilakukan dengan beberapa cara. Pertama adalah dengan pembinaan fisik, yaitu mengolah tanah di Pulau Buru. Tujuannya adalah agar bisa berdikari, mandiri dan mencetak tanah gersang menjadi sawah. Tujuannya adalah untuk menciptakan swasembada pangan di daerah tersebut.

Selepas satu tahun pembinaan secara fisik, baru dilanjutkan dengan pembinaan mental yaitu mendirikan rumah-rumah ibadah. Beberapa tokoh agama dari Pulau Jawa, mulai memberikan pelajaran agama kepada mereka yang dianggap terlibat PKI di Pulau Buru.

Greg juga membantah anggapan komunis tidak mengenal Tuhan. Ia memberikan contoh petinggi PKI yang dikenalnya, salah satunya adalah Haji Mansyur, pendiri sekaligus Ketua PKI kota Surabaya. Ada juga Semaun, tokoh Sarikat Islam Merah yang juga berlatar belakang agama yang baik.

“Kalau ada yang mengatakan komunis itu tidak ber Tuhan itu adalah omong kosong. Memang kami di Pulau Buru, kehidupan menjadi lebih dekat dengan Tuhan. Terlebih Tuhan telah memberikan keindahan di Pulau Buru,” cetusnya.

Selama 9 tahun tinggal di Pulau Buru, Greg menyalurkan hobi melukisnya. Dengan menggunakan alat yang dibawa dari Pulau Jawa, ia membuat sketsa. Greg membuat sketsa pada saat istirahat atau selepas pukul 18.00 waktu setempat. Di jam tersebut, ia sudah memiliki banyak waktu berkesenian dan hal lainnya. Totalitas dalam melukisnya baru bisa dilakukan selepas lima tahun berada di Pulau Buru.

“Saya melukis agar bakat tidak hilang. Saya mendapatkan alat lukis dari sisa-sisa di Pulau Jawa. Lima tahun setelah berada disana saya baru bisa membeli alat-alat lukis,” terangnya.

Selama menjadi “penghuni” Pulau Buru, Greg berhasil menyelesaikan 10 sketsa. Selain itu, ia juga melukis tentang kondisi Pulau Buru, termasuk tentang kedatangan misionaris dan pembangunan tempat ibadah di Pulau Buru. Lukisannya juga menceritakan tentang Pulau Buru yang tenang. (*) (bersambung)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Publisher : Satria Bagus

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES