Pria ini Menjadi Pengrajin Gitar karena Teman yang ‘Teler’

TIMESINDONESIA – TIMESINDONESIA, JEMBER - Ada yang unik dari kisah seorang pengrajin gitar di Dusun Krajan Lor, Desa Balung Kulon, Kecamatan Balung. Jika pada umumnya berawal dari keinginan untuk mendapatkan penghasilan. Namun bagi Supriadi (32) tidak, dia bermula dari seorang temannya yang tengah mabuk berat.
“Waktu itu kami nongkrong di sebuah pos kampling lagi asyik main gitar, tiba-tiba ada teman saya yang baru datang dalam kondisi mabuk berat. Saat itu dia juga membawa gitar dengan seorang teman yang lain. Marah-marah, kemudian gitar yang dia bawa dibanting hingga rusak,” ceritanya kepada JEMBERTIMES, Sabtu (17/10/2015).
Advertisement
Karena merasa sayang dengan gitar yang rusak tadi, akhirnya lajang yang akrab disapa Ured ini membawa alat musik petik itu pulang untuk diperbaiki di rumah. Beberapa hari kemudian, gitar yang telah dia perbaiki dibawanya kembali ke tempat nongkrong.
“Teman-teman saya heran, kok bias gitar yang rusak bisa digunakan lagi. Setelah kejadian itu maka setiap gitar teman-teman saya yang rusak pasti minta untuk diperbaiki,” ujarnya.
Semenjak itu, Ured mulai menekuni dunia gitar. Tak hanya memperbaiki saja, melainkan dia juga membuat gitar yang awalnya hanya pesanan teman-temannya. “Semenjak saat itu, akhirnya saya menekuni dunia gitar,” kata dia.
Saat ini Ured telah enam tahun bergelut dengan dunia pembuatan gitar. Dirasanya susah-susah gampang dalam menjalankan usaha itu. Enam tahun bagi Ured bukanlah waktu yang singkat, meski demikian belum ada perkembangan yang memuaskan untuk usaha yang dirintisnya secara mandiri itu.
“Dulu saya sempat memasok untuk industry gitar di Sidoarjo, tapi biasanya kwalitas rendah. Namun setahun terakhir ini saya sudah berhenti, karena teman saya yang menjadi penghubung ke industri gitar tersebut telah meninggal,” ucapnya.
Praktis, sepeninggal kawannya itu, Ured berhenti memasok gitar ke Sidoarjo. Padahal saat itu, dia telah mempekerjakan dua pemuda di desanya untuk membantu menyelesaikan pesanan. “Saat ini saya hanya sendiri, karena saya hanya menerima pesanan dari pengguna langsung, baik digunakan secara pribadi maupun untuk grup-grup dangdut,” paparnya.
Ured mematok gitarnya dengan harga menengah, biasanya dia menjual antara Rp 450 ribu hingga Rp 800 ribu untuk gitar jenis akustik. Sedangkan gitar listrik dia menghargai antara Rp 1 juta hingga Rp 3 juta. Nilai itu sebanding dengan kwalitas bahan dan lamanya pembuatan gitar tersebut.
“Saat ini saya hanya mampu melayani antara 4 – 5 buah gitar perbulan. Karena saya menjaga kwalitas bahan serta presisinya rangkaian body gitar untuk menjaga kwalitas suara,” tutur Ured. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Rochmat Shobirin |