TIMESINDONESIA – JATIMTIMES, MADURA - Tradisi Okol atau gulat tradisional, lahir dari sebuah persoalan kekeringan yang melanda satu daerah di Kabupaten Pamekasan. Orang-orang pasti akan rebutan air dimana air itu bisa diambil. Entah dengan cara apapun, bahkan berujung perkelahian.
H. Fadil, sesepuh di Desa Nyalabu Daja, Kecamatan Pamekasan menceritakan, asal-usul lahirnya tradisi Okol karena adanya pertengkaran warga yang memperebutkan air. Rebutan air itu kemudian menyebabkan pertengkaran.
Advertisement
"Menurut cerita nenek moyang dulu, orang kalau sudah kekurangan air pasti rebutan. Kalau sudah rebutan pasti ada pertengkarannya," ujarnya, Sabtu (24/5/2015).
Pertengkaran itu tidak menyebabkan antar warga terus bermusuhan. Namun siapa yang menjadi pemenangnya, warga itulah yang lebih dahulu mengambil air di salah satu sumber air yang diperebutkan.
"Pertengkarannya bukan seperti orang Madura carok, tetapi seperti gulat itu," imbuhnya.
Setiap kali terjadi pertengkaran, tidak disadari beberapa waktu kemudian ada tanda-tanda akan turun hujan. Pertengkaran warga tidak hanya terjadi di satu kawasan, tetapi juga terjadi di kecamatan lainnya. Pertengkaran yang disebabkan air itu usai, ketika musim hujan tiba.
"Setiap tahun begitu kebiasaan warga kalau sudah kemarau panjang," ungkapnya.
Dari tahun ke tahun, warga kemudian bersepakat bahwa Okol dijadikan perkumpulan warga untuk beradu skil dan kemampuan serta fisik. Perkumpulan itu berpindah-pindah, dari satu kecamatan ke kecamatan lainnya.
Selama ini, yang rutin menyelenggarakan Okol, hanya Kecamatan Proppo, Palengaan, Pegantenan, Pamekasan, Tlanakan dan Larangan.
"Setelah dibentuk perkumpulan itu, Okol kemudian menjadi ajang silaturrahim warga sekaligus berdoa bersama agar lekas turun hujan," tegas mantan Kepala Desa Nyalabu Laok ini. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Publisher | : Sholihin Nur |