Peristiwa

Banyak Kritikan dalam Penyelenggaraan Karapan Sapi

Selasa, 03 November 2015 - 08:05 | 169.39k
Karapan sapi Madura dalam rangka memperebutkan Piala Presiden RI di Pamekasan. (Foto: alhafid rahmana/maduratimes)
Karapan sapi Madura dalam rangka memperebutkan Piala Presiden RI di Pamekasan. (Foto: alhafid rahmana/maduratimes)
Kecil Besar

TIMESINDONESIATIMESINDONESIA, MADURA - Dua hari pelaksanaan karapan sapi se-Madura, yang memperebutkan tropi bergilir dari Presiden Republik Indonesia di Kabupaten Pamekasan telah usai. Kabupaten Sampang tampil sebagai juara umum. Penyelenggaraannya sangat sukses, karena selama perlombaan tidak ada aksi protes dari pemilik sapi dengan cara berlebihan. 

Namun, banyak kritikan dalam penyelenggaran budaya asli orang Madura ini. Mulai dari sistem karapan yang masih menggunakan kekerasan, kurangnya publikasi dan promosi, minimnya citra asesoris Madura, hingga lamanya waktu pelepasan sapi di garis start. 

Advertisement

Muhammad Elam, salah satu pecinta karapan sapi Madura mengatakan, seharusnya penyelenggaraan karapan sapi menggunakan kekerasan harus diakhiri tahun ini. Sebab desakan dari para tokoh Madura, ulama, aktivis mahasiswa dan akademisi, sudah lama dikumandangkan. Bahkan Gubernur Jawa Timur, harus mengeluarkan peraturan. 

"Kenapa harus ada kekerasan lagi tahun ini dalam karapan sapi. Ini kelemahan yang harus dikoreksi agar tahun depan secara tegas kekerasan pada sapi sudah dihapus," kata Muhammad Elman, Senin (2/11/2015). 

Elman menambahkan, lomba karapan sapi tahun ini sudah banyak terkontaminasi oleh kepentingan bisnis sehingga mengesampingkan citra dan identitas orang Madura.

Mahasiswa Pasc Sarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan ini mencontohkan, pakaian khas Madura seperti tokoh Sakera, sama sekali tidak tampak digunakan pemilik sapi karapan, panitia penyelenggaran karapan sapi, juri, hingga pejabat teras di Madura. 

"Pakaian yang digunakan banyak produk-produk perusahaan. Identitas Maduranya sudah lenyap. Saya heran, pejabatnya ikut-ikutan juga," imbuh Elman. 

Kepala Badan Koordinasi Wilayah (Bakorwil) IV Pamekasan, Asyhar, mengatakan, untuk menghilangkan kekerasan dalam karapan sapi masih sulit. Butuh waktu dan kesadaran masyarakat, khususnya pemilik sapi karapan (pangerap). Sulitnya itu, karena terlalu banyak kepentingan dalam sistem karapan sapi. 

Soal pakaian khas Sakera, Asyhar baru menyadarinya jika itu lepas dari perhatiannya. Bahkan pakaian para tamu undangan VIP, baru menjelang pelaksanaan diserahkan. Sepantasnya, pakaian khas Sakera yang ditampilkan. Karena karapan sapi adalah kebudayaan rakyat. 

Asyhar mengaku senang mendapat kritikan dari masyarakat Madura sendiri. Artinya, yang mengerti karakteristik budaya Madura adalah masyarakatnya sendiri. 

"Soal aseris khas Madura, tahun depan akan kita perhatikan. Sebab hal itu menyangkut anggaran," ungkap Asyhar. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES