Peristiwa

Ingin Tahu Sosok Ken Dedes? Kunjungi Tiga Candi di Kabupaten Malang

Sabtu, 21 November 2015 - 17:31 | 70.61k
Ilustrasi. (foto: googleimage)
Ilustrasi. (foto: googleimage)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Dalam buku sejarah, keberadaan Kabupaten Malang tak bisa dilepaskan dengan Kerajaan Singhasari. Dikenalnya kerajaan Sighasari, tak hanya populer dengan sosok Akuwu Tunggul Ametung. Namun, ada sosok sang istri bernama Ken Dedes. Ingin lebih dekat dengan sejarah tentang kedua sosok itu, di Kabupaten Malang, ada tiga candi yang berkaitan dengan dua sosok itu.

Ketika kerajaan Singhasari dibawah kepemimpinan Akuwu Tunggul Ametung yang beristrikan Ken Dedes, kerajaan itu dibawah kekuasaan Kerajaan Kediri. Pusat pemerintahan Singhasari saat itu berada di Tumapel. Baru setelah muncul Ken Arok yang kemudian membunuh Akuwu Tunggul Ametung dan menikahi Ken Dedes, pusat kerajaan berpindah ke Malang, setelah berhasil mengalahkan Kerajaan Kediri.

Advertisement

Kediri, saat itu jatuh ke tangan Singhasari dan turun statusnya menjadi kadipaten. Sementara Ken Arok mengangkat dirinya sebagai raja yang bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardhana atau Dhandang Gendhis, hal itu diketahui sekira tahun 1185-1222.

Kerajaan tersebut mengalami jatuh bangun. Semasa kejayaan Mataram, kerajaan-kerajaan di Malang jatuh ke tangan Mataram, seperti halnya Kerajaan Majapahit. Sementara pemerintahan pun berpindah ke Demak disertai masuknya agama Islam yang dibawa oleh Wali Songo.

Malang saat itu, berada di bawah pemerintahan Adipati Ronggo Tohjiwo dan hanya berstatus kadipaten. Pada masa-masa keruntuhan itu, menurut Folklore, muncul pahlawan legendaris Raden Panji Pulongjiwo.

Lalu, Raden Panji Pulongjiwo tertangkap prajurit Mataram di Desa Panggungrejo yang kini disebut Kepanjen (Kepanji-an). Hancurnya Kota Malang saat itu dikenal sebagai Malang Kutho Bedhah.

Bukti-bukti lain yang hingga sekarang merupakan saksi bisu adalah nama-nama desa seperti Kanjeron, Balandit, Turen, Polowijen, Ketindan, Ngantang dan Mandaraka. Peninggalan sejarah berupa candi-candi merupakan bukti konkrit seperti Candi Kidal di Desa Kidal Kecamatan Tumpang yang dikenal sebagai tempat penyimpanan jenazah Anusapati.

Selanjutnya adalah Candi Singhasari di Kecamatan Singosari, sebagai penyimpanan abu jenazah Kertanegara.
Candi Jago atau Jajaghu di Kecamatan Tumpang yang merupakan tempat penyimpanan abu jenazah Wisnuwardhana.

Sementara itu, pada zaman VOC, Malang merupakan tempat strategis sebagai basis perlawanan seperti halnya perlawanan Trunojoyo (1674 - 1680) terhadap Mataram yang dibantu VOC. Menurut kisah, Trunojoyo tertangkap di Ngantang. Awal abad XIX ketika pemerintahan dipimpin oleh Gubernur Jenderal, Malang seperti halnya daerah-daerah di Nusantara lainnya, dipimpin oleh Bupati.

Bupati Malang I adalah Raden Tumenggung Notodiningrat I yang diangkat oleh pemerintah Hindia Belanda berdasarkan resolusi Gubernur Jenderal 9 Mei 1820 Nomor 8 Staatblad 1819 Nomor 16. Kabupaten Malang merupakan wilayah yang strategis pada masa pemerintahan kerajaan- kerajaan.

Bukti-bukti yang lain, seperti beberapa prasasti yang ditemukan menunjukkan daerah ini telah ada sejak abad VIII dalam bentuk Kerajaan Singhasari dan beberapa kerajaan kecil lainnya seperti Kerajaan Kanjuruhan seperti yang tertulis dalam Prasasti Dinoyo.

Prasasti tersebut menyebutkan peresmian tempat suci pada hari Jumat Legi tanggal 1 Margasirsa 682 Saka, yang bila diperhitungkan berdasarkan kalender kabisat jatuh pada tanggal 28 Nopember 760. Tanggal inilah yang dijadikan patokan hari jadi Kabupaten Malang. Kini, Kabupaten Malang sudah berumur 1255 tahun.

Para wisatawan yang ingin tahu lebih detail seperti apa perjalanan sejarah candi yang ada di Kabupaten Malang, seperti apa prosesnya berkaitan dengan sosok Akuwu Tunggul Ametung dan Ken Dedes, jangan lewatkan di hari libur, luangkan waktunya untuk berwisata sejarah ke tiga candi tersebut. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Khoirul Anwar
Sumber : =

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES