Peristiwa

Burung Hantu Dilatih Memangsa Tikus Sebelum Dilepas ke Sawah

Sabtu, 26 Maret 2016 - 11:59 | 161.32k
Bukhori (kiri) dan Agus Hamid (kanan) saat menunjukan tempat karantina burung hantu. Tempat ini sebagai latihan menangkap tikus sebelum di letakkan di rubuha area persawahan. (Foto: mahrus Sholih/Jember TIMES)
Bukhori (kiri) dan Agus Hamid (kanan) saat menunjukan tempat karantina burung hantu. Tempat ini sebagai latihan menangkap tikus sebelum di letakkan di rubuha area persawahan. (Foto: mahrus Sholih/Jember TIMES)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JEMBER – Sebelum ditempatkan ke rumah burung hantu (rubuha) di area persawahan, burung hantu yang dikembangbiakkan petani akan dilatih memangsa tikus terlebih dulu, agar mampu beradaptasi dengan alam serta dapat bertahan hidup.

“Biasanya kami karantina selama 15 hari sampai satu bulan. Kami latih untuk memangsa tikus hidup agar dapat beradaptasi,” kata Bukhori, petani penangkar burung hantu di Desa Dukuh Dempok, Kecamatan Wuluhan, Sabtu (26/3/2015) pagi.

Advertisement

Pengamatan JemberTIMES, tempat berlatih burung hantu itu dibuat seperti lapangan tenis dengan ukuran kecil, sekitar 3 x 6 meter. Disetiap pinggirnya, terpancang bambu kering setinggi 3 meter dengan diberi penutup paranet, sehingga tak ada celah untuk burung hantu tersebut keluar dari tempat latihan itu.

Di bagian depan, Bukhori memasang sebuah pintu sebagai akses keluar masuk. Sementara di bagian belakangnya, diletakkan rumah burung, persis seperti pagupon atau rumah merpati. Ukurannya pun telative kecil, sekitar 1.5 meter x 0.5 meter, yang diletakkan menempel di tiang bambu. Lantas, rumah burung ini juga diberi celah berbentu persegi, jumlahnya dua buah, sebagai akses burung untuk keluar masuk.

“Di sinilah tempat kami melatih bagi burung hantu yang telah berusia 3 bulan. Kami meletakkan burung hantu di pejodon (rumah burung) itu. Sementara tikusnya kami lepaskan di bawah sini,” ujar Bukhori, sembari menunjuk lantai yang telah disemen.

Setelah dirasa siap, burung hantu tersebut akan diletakkan di rubuha, lokasinya berada di area persawahan. Rubuha itu sendiri, didesign senyaman mungkin, dengan ketinggian sekitar 5 meter, sehingga burung hantu betah dan tak merasa kepanasan.

“Awalnya, burung hantu ini kami letakkan di rubuha beberapa hari, sebelum benar-benar dilepaskan. Sehingga setelah berburu, burung hantu itu kembali ke rubuha,” ucap Bukhori.

Selama mengembangbiakkan dan merawat burung hantu di tempat penangkaran ini, Bukhori mengaku terkendala pakan. Karena, jika para petani tak mengirimi tikus, dirinya harus membeli marmut atau tikus belanda (guinea pig), yang dalam sehari, Bukhori harus mengeluarkan uang Rp 10 ribu untuk pakan seekor burung hantu.

“Ya untungnya, ada saja pemasukan untuk pembesaran burung hantu. Kalau tidak uang sendiri, kadang ya bantuan dari petani yang lain,” tuturnya.

Sebenarnya, sambung Bukhori, di rumahnya itu bukanlah tempat penangkaran. Karena sesungguhnya, dia hanya membesarkan burung hantu yang sebelumnya telah menetas di rubuha. Dirinya Cuma membesarkan dan melatih saja, kemudian kembali diletakkan di area persawahan.

Sementara itu, Agus Hamid, salah seorang petani di Desa Dukuhdempok pengguna burung hantu menyampaikan, setelah diletakkan di rubuha, burung hantu ini biasanya juga akan memikat burung hantu sejenis dari alam liar. Sehingga, meski awalnya hanya seekor, namun dalam beberapa minggu kemudian jumlahnya bertambah.

“Kami juga meletakkan burung hantu secara terpisah. Setiap 4 rubuha, 3 ekor betina dan seekor pejantan. Tapi biasanya, juga ada penjantan liar yang datang dan menetap ke salah satu rubuha tersebut,” ucapnya.

Hamid pun merasa bersyukur, setelah petani mengenal burung hantu jenis tyto alba ini, jumlah hama tikus dapat terkendali. Sehingga tanaman padi miliknya terselamatkan dari serangan hama pengerat tersebut. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Sukmana

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES