45 Tahun Tinggal di Gubuk Tengah Sawah, Nenek Miskani Mengadu ke Dewan

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Siapa yang harus bertanggung jawab atas kasus yang menimpa nenek Miskani (70), warga Dusun Tegalpakis, Desa Kalibaru Wetan, Kecamatan Kalibaru, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Kisahnya, rumah yang semula ditempatinya bersama sang suami yang kini telah meninggal, dibongkar dan dijadikan sebagai gedung tempat belajar mengajar SDN 7 Kalibaru Wetan.
Advertisement
Semenjak 45 tahun yang lalu, dia menempati gubuk atau pondok di tengah sawah yang konon sebagai lahan tukar guling.
Wanita yang lahir tahun 1947 itu, dalam kesehariannya tinggal bersama dua orang cucu dan dua cicitnya.
Sedang kelima anaknya ada yang merantau dan dua lainnya bekerja sebagai buruh tani di desa itu.
Usai hearing, Nenek yang mempunyai 7 orang cucu dan 3 cicit itu menceritakan, bahwa pada tahun 1972 (45 tahun yang lalu), selaku Kepala Desa, Nasir Bait, datang secara tiba-tiba dan nyaris tanpa menyampaikan pemberitahuan terlebih dahulu, dengan membawa beberapa orang dan langsung menurunkan genteng dan mengeluarkan barang-barang, kemudian membongkar rumah Miskani.
“Tiba-tiba pak Bait, pak Lurah, tiba-tiba menurunkan genteng tidak ada pemberitahuan sebelumnya kepada suami dan saya. Tiba-tiba bilang ini pindah buk. Lah dipindah kemana saya tidak tahu seperti itu, sampai petok itu hilang,” ucapnya dengan logat madura di DPRD Banyuwangi, Rabu (13/12/2017).
Setelah itu, kata dia, diantar oleh pihak desa ke sawah yang terdapat gubuk kecil sebagai tempat tinggal sementara yang konon akan dibangunkan rumah sebagai gantinya.
Namun, 15 hari sesudah itu bangunan yang dijanjikan itu tidak ada wujudnya.
“Saya diantar ke sawah dan di tinggal disana. Rumah saya tidak dibangun, sampai setengah bulan rumah saya tetap belum di bangun. Saya apa yang dibuat untuk membangun,” katanya.
Lokasi rumahnya, waktu itu, sambung Miskani, berjarak sekitar 100 meter dari SD Inpres (nama SD jaman Orde baru).
Rumahnya yang diistilahkannya tanah pemajakan, hingga saat ini digunakan pihak sekolahan SDN 7 Kalibaru Wetan untuk kegiatan belajar mengajar.
“Lama sudah saya tinggal di sawah itu, 45 tahun. Saya yang punya tanah diusir beserta anak-anak,” ujarnya.
Masalah itu terungkap dalam hearing yang difasilitasi oleh Komisi I DPRD Banyuwangi. Pimpinan hearing, Ahmad Munib Syafaat mengatakan, dengan didampingi ahli warisnya yang merasa mempunyai hak atas tanah menyampaikan keberatan dan meminta ganti rugi. Catatan dan bukti bahwasannya tanah tersebut milik Miskani adalah dari leter C (buku C) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Desa setempat, atas nama Slamah Atmuk dengan nomor petok 815, nomor persil 140, kelas D III yang beralamat di Dusun Tegalpakis Rt 005 RW 003 yang dikeluarkan 1 Maret 2017 lalu.
“Dari perangkat desa mengatakan telah terjadi tukar guling dengan tanah yang lain itu versi pihak desa, cuma masalahnya tidak adanya bukti administrasi. Tapi tadi juga ahli waris keberatan, dari pihak waris mengatakan itu bukan tukar guling dan hanya diberi lahan untuk ditempati dengan tetap membayar tanah dengan cara menjual sapi pada waktu itu,” ucap Gus Munib sapaannya.
Dalam masalah ini, kata Gus Munib, ada kerancuan karena faktanya masih ada pihak lain yang terlibat seperti tanah atau lahan yang ditempati Miskani saat ini.
Dari pengaduan yang diterimanya, luas lahan yang atas nama Slamah Atmuk tercatat di buku desa 560 meter persegi (m2), sedang berdasarkan hasil pengukuran tanah yang dimaksud seluas 1.685 m2.
“Jadi insyaaalah, tadi semuanya sudah menyampaikan pendapatnya yang intinya akan sesegera mungkin untuk ditindak lanjuti. Dari pihak eksekutif dan Komisi I akan turun kebawah menggali sejauh mana sebenarnya asal muasal perkara masalah ini,” ujarnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Sukmana |