
TIMESINDONESIA, SURABAYA – Teralis besi itu terlihat menyesakkan. Berulang kali penghuninya nampak resah dan murung, guru itu tak bisa bebas kemana - mana. Tidak seperti sang bandar narkoba, sesekali nampak mondar - mandir di luar sel sembari berkacak pinggang.
Sang bandar narkoba mulai pamer kebebasannya, seolah mampu menguasai jaringan di Lapas dan kepolisian. Dengan uang, ia berkuasa. Melihat dan mendengar kesombongan bandar, sang guru semakin stres. Membayangkan istri di rumah dan murid - murid yang ia tinggalkan begitu saja. Gara - gara tuduhan korupsi uang pembangunan. Tanpa proses peradilan, guru langsung dijebloskan penjara.
Advertisement
Sepintas, begitulah lakon yang dibawakan secara emosional oleh Agung Kasas (guru) dan Hengky Kusuma (bandar) di atas panggung Ludruk Irama Budaya Sinar Nusantara kebanggaan Kota Pahlawan. Peran ini bakal disuguhkan kepada publik Sabtu (10/3/2018) mendatang di Gedung Kebudayaan Balai Pemuda Surabaya. Untuk memperingati Hari Film Nasional 2018.
Agung digambarkan sebagai sosok guru idealis. Dalam kesehariannya, ia adalah Sarjana Teater yang kini mengajar kesenian di SMK 12 Surabaya. Sedangkan Hengky Kusuma merupakan pemain ludruk kawak Irama Budaya.
Meimura yang didapuk sebagai sutradara, mencoba mengadaptasi naskah teater “Bui” karya Akhudiat. Menyajikan lakon “Guruku Tersayang”, ratusan undangan dan penonton akan dimanjakan oleh akting menakjubkan para pemain ludruk film berjumlah total 30 orang.
“Format pertunjukannya memadukan seni ludruk dan film,” ujar Meimura, di sela latihan, Kamis (8/3/2018) malam.
Ludruk Irama Budaya Sinar Nusantara tidak sendiri, menggandeng Docnet (Documentary Networking), Banyu Cindih Creative Banyuwangi serta Rumah Imaji Surabaya. Disponsori Pusat Pengembangan Perfilman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Sementara untuk tempat pertunjukan difasilitasi Pemerintah Kota Surabaya.
Ludruk film dibuat sekreatif mungkin. Memadukan kearifan seni asli daerah dengan proses sinematografi. Hasilnya, mengagumkan. Sebuah inovasi tanpa merubah pakem ludruk yang ada.
“Kita akan menggaet anak muda untuk mengerti tentang ludruk. Film kita pilih supaya menambah variabel dalam kesenian ludruk yang ada. Dengan lahirnya ludruk film, harapan kami penonton akan lebih banyak,” imbuh Meimura, ia juga merupakan pimpinan Ludruk Irama Budaya tersebut.
Diakui Meimura, pergerakan ludruk dalam dua tahun terakhir mendapat perhatian dari banyak pihak. Surabaya tanpa ludruk terasa tidak lengkap, ludruk kini banyak mengangkat tema - tema baru yang diadaptasi dari karya para sastrawan.
Ia berharap respon yang semakin baik mampu meningkatkan spirit para senior Ludruk Irama Budaya, karena saat ini prosesnya sudah berada di dalam lintas generasi.
“Termasuk salah satunya Iwan Fals yang mau membantu menggalakkan Save Ludruk. Bagi kami ludruk merupakan bagian dari menjaga Pancasila. Kehidupan kami tiap hari sudah Pancasilais,” tutur pria murah senyum ini.
Senada dengan Mei, Lilik (asisten sutradara) antusias terlibat dalam proyek ini. Terlebih pendekatan ludruk yang bertema kemasyarakatan dan lingkungan sosial berpadu film sebagai upaya untuk mendekatkan kepada kawula muda.
“Pertama kali saya diajak oleh mas Mei kemudian beberapa kali terlibat sehingga menghasilkan ludruk film yang unik,” pungkas Lilik. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Rizal Dani |