Peristiwa

Mengunjungi Makam Keramat Mbah Janjang Blora, Konon Dipercaya Lokasi Pesugihan

Kamis, 06 Januari 2022 - 00:29 | 577.84k
Makam Mbah Janjang yang merupakan cikal bakal pendiri Desa Janjang, konon dipercaya sebagai lokasi keramat bagi warga setempat.(Foto: Firmansyah/TIMES Indonesia)
Makam Mbah Janjang yang merupakan cikal bakal pendiri Desa Janjang, konon dipercaya sebagai lokasi keramat bagi warga setempat.(Foto: Firmansyah/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BLORA – Mengupas asal usul Desa Janjang, Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, tentunya banyak ragam mitos maupun cerita turun temurun yang mewarnainya. Hal ini konon tak terlepas dari legenda kekuatan spiritual Mbah Janjang, sumpah Janjang dan budaya Janjang, yang sudah tidak asing bagi masyarakat Blora.

Sebab di desa setempat menjadi lokasi dimakamkannya jasad Mbah Janjang yang merupakan cikal bakal pendiri Desa Janjang. Tentu makam Mbah Janjang ini, konon dipercaya sebagai lokasi keramat bagi warga setempat. 

Advertisement

Desa Janjang diangap memiliki sejarah panjang, tentang leluhur atau nenek moyang sebagian masyarakat Blora. Dimana di puncak bukit desa, terdapat kawasan pesarean (makam) yang disakralkan. 

Tak heran jika ada pemilihan calon pejabat, pejabat terpilih, pejabat dari luar daerah, hingga warga yang memahami cerita turun temurun tentang Mbah Janjang, menyempatkan berkunjung ke makam Mbah Janjang, sebagai rasa hormat terhadap nenek moyang mereka. 

Mbah Ngasi selaku juru kunci Pesarean Janjang mengaku, banyak cerita turun temurun terkait Mbah Janjang yang belum sempat terbukukan hingga kini.

Makam Mbah Janjang aTingkat kunjungan di makam Mbah Janjang meningkat, saat berlangsung tradisi sedekah bumi atau Manganan usai panen raya.(Foto: Firmansyah/TIMES Indonesia)

"Di dalam pesarean Mbah Janjang ini, ada beberapa makam lainnya. Antara lain pesarean Eyang Jati Kusumo dan Eyang Jati Sworo. Keduanya dikenal dengan sebutan Mbah Janjang," kata Mbah Ngasi yang juga Kepala Desa Janjang. 

Pria yang kini berusia sekitar 45 tahun ini juga menceritakan asal usul Mbah Janjang hingga menjadi sesepuh di Desa Janjang. 

Konon, Eyang Jati Kusumo dan Eyang Jati Swara sebagai pengembara selalu ingin berbagi kebaikan. Mereka sempat mampir ke Desa Ledok, hingga tongkat yang ditancapkan mengeluarkan sumber minyak.

Suatu ketika mereka berdua pernah mengalami cekcok, karena rebutan berkat atau makanan. Eyang Jati Sworo akhirnya sempat pindah ke Desa Semanggi. Sedangkan Eyang Jati Kusumo tetap berada di Desa Janjang. Namun pada akhirnya mereka kembali dekat dan akhir hayatnya dimakamkan berdampingan. 

Mbah Ngasi menceritakan bahwa keduanya tidak menikah atau meninggalkan keturunan. Namun pernah ada kisah asmara antara Mbah Eyang Jati Kusumo dengan perempuan asal Desa Bleboh yang berada disebelah Desa Janjang. 

"Kalau keturunan Mbah Janjang hingga sekarang tidak ada. Mereka dikenal fokus dalam menebar kebaikan dan ilmu spiritual hingga menjadi panutan sampai akhir hayat,” paparnya.

Bahkan kala itu konon ada perempuan Desa Bleboh atau dikenal Nyi Rondo Kuning, yang ingin melamar Mbah Jati Kusumo. Namun lamaran tersebut tidak diterimanya. Nyi Rondo Kuning pun menunggunya, hingga akhir hayatnya dan dimakamkan di sebelah makam Mbah Jati Kusumo.

Kini kisah asmara tersebut menjadi mitos turun temurun atau kepercayaan adat masyarakat setempat. Beberapa kali terbukti, bahwa pantang pemuda Desa Janjang menikah dengan perempuan asal Desa Bleboh.

Konon jika larangan tersebut dilanggar, kisah asmara yang terjadi berakhir dengan musibah. Selain pesarean, ada juga petilasan yang berada dibukit seberang. Disana dikenal sebagai tempat ibadah atau bertapa atau mendekatkan diri ke Sang Pencipta. Hingga batu yang dipakai alaspun berbekas. 

Mbah Ngasi menjelaskan bahwa yang datang ke kawasan makam keramat Janjang, beragam lintas agama atau kepercayaan.

"Yang kesini itu lintas agama atau kepercayaan apapun. Berasal dari Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur bahkan Luar Pulau juga," ungkapnya.

Mbah Ngasi menambahkan bahwa kunjungan kesini paling ramai ketika berlangsung tradisi Gas Desa atau Sedekah Bumi atau Manganan usai panen raya. Sedangkan secara rutin ada hari tertentu sesuai adat Jawa. 

"Hari rutin dianggap terbaik disini yang sering dimanfaatkan untuk berkunjung, menurut ilmu Kejawen (Ilmu Jawa) biasanya Kamis Pahing Malam Jumat Pon, sedangkan pantangan biasanya hari pasaran Wage dan Legi," gamblangnya. 

Terkait dianggap tempat pesugihan atau mencari kedudukan, Mbah Ngasi mengatakan bahwa itu hanyalah mitos salah kaprah dari masyarakat terkait siapa sejatinya Mbah Wali Janjang.(*)

 

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES