Sistem Demokrasi dalam Pandangan Almarhum Yusuf Al-Qaradawi

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Cendikiawan muslim Mesir Yusuf Al-Qaradawi wafat hari ini pada usia ke 96 tahun. Akun twitter resminya @alqaradawy menyiarkan kabar wafatnya, Senin (26/9/2022) sore.
"Telah berpulang ke rahmatullah, yang mulia Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi. Beliau telah memberikan hidupnya untuk menjelaskan hukum-hukum Islam dan membela umat Islam," demikian bunyi pernyataan akun akun @alqaradawy.
Advertisement
"Semoga Allah mengangkat derajatnya di derajat tertinggi, dan mengumpulkannya dengan para nabi, shiddiqun, syuhada dan orang-orang soleh. Semoga penyakit dan musibah yang menimpanya meninggikan derajatnya," katanya lagi.
Masa hidupnya, Yusuf Al-Qaradawi sudah banyak menelurkan pandangan-pandangan lewat membar mau pun lewat buku-bukunya. Salah satunya adalah pandangan soal sistem demokrasi.
Dalam jurnal yang ditulis oleh M Alwin Abdillah, dosen Fakultas Syariah IAIN Langsa berjudul "Demokrasi dalam Pandangan Yusuf Al-Qaradawi" memaparkan, bahwa almarhum mendukung demokrasi seraya berpendapat demokrasi merupakan alternatif terbaik untuk diktatorisme dan pemerintahan tirani.
Yusuf al-Qaradawi mengatakan sesungguhnya sisi liberalisme demokrasi yang paling baik menurut saya adalah sisi politiknya, yang tercermin dalam penegakan kehidupan perwakilan.
"Dalamnya rakyat dapat memilih wakil-wakil mereka yang akan memerankan kekuasaan legislatif di parlemen, dan di dalam satu majelis atau dua majelis," demikian pendapatnya dikutip TIMES Indonesia.
Yusuf al-Qaradawi menjelaskan, pemilihan ini hanya bisa ditempuh melalui pemilihan umum yang bebas dan umum, dan yang berhak menerima adalah yang mendapat suara paling banyak dari para calon yang berafiliasi ke partai politik atau non-partai.
"Kekuasaan yang terpilih inilah yang akan memiliki otoritas legislatif untuk rakyat, sebagaimana ia juga mempunyai kekuasaan untuk mengawasi kekuasaan eksekutif atau pemerintah, menilai, mengkritik, atau menjatuhkan mosi tidak percaya, sehingga dengan demikian, kekuasaan eksekutif tidak lagi layak untuk dipertahankan," jelasnya.
Dengan kekuasaan yang terpilih, lanjut dia, maka semua urusan rakyat berada di tangannya, dan dengan demikian, rakyat menjadi sumber kekuasaan
Yusuf menambahkan secara teoritis cukup baik dan dapat diterima. Menurut kaca mata Islam secara garis besar, jika dapat diterapkan secara benar dan tepat, serta dapat dihindari berbagai keburukan dan hal-hal negatif yang terdapat padanya.
"Saya katakan 'secara garis besar', karena pemikiran Islam memiliki beberapa kewaspadaan terhadap beberapa bagian tertentu dari bentuk di atas," katanya lagi.
"Kekuasaan terpilih itu tidak memiliki penetapan hukum untuk hal-hal yang tidak diizinkan oleh Allah Ta'ala. Kekuasaan ini juga tidak boleh menghalalkan yang mengharamkan yang haram atau halal atau menggugurkan suatu kewajiban. Sebab, yang mempunyai kekuasaan menetapkan hukum satu-satunya hanyalah Allah jalla Sya'nuhu," jelasnya.
Ia juga berpandangan, manusia hanya boleh membuat hukum untuk diri mereka sendiri dalam hal yang diizinkan Allah saja. Yusuf mengatakan hukum yang mengatur kepentingan dunia mereka yang tidak dimuat di dalam suatu nash tertentu, atau rash yang mengandung beberapa makna kemudian mereka memilih salah satu makma dan menggunakannya dengan memperhatikan kaidah-kaidah syari'at.
"Dalam hal itu terdapat medan yang sangat luas sekali bagi para pembuat undang-undang," ujar cendikiawan muslim Mesir Yusuf Al-Qaradawi. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |