Politik

KOMPII dan VIU Ajak Politisi Kembangkan Politik Hospitalitas

Selasa, 28 Juli 2020 - 23:24 | 44.78k
Sekretaris Jendral Komunitas Milenial Peduli Indonesia (KOMPII), Dedy Mahendra (Foto: Dedy Mahendra for TIMES Indonesia)
Sekretaris Jendral Komunitas Milenial Peduli Indonesia (KOMPII), Dedy Mahendra (Foto: Dedy Mahendra for TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Komunitas Milenial Peduli Indonesia (KOMPII) dan Visi Indonesia Unggul (VIU) ajak politisi untuk menerapkan gaya politik hospitalitas yang bersahabat dan ramah. Hal ini karena adanya fenomena yang terjadi saat ini yaitu politik terkenal kotor karena banyak oknum politisi yang melupakan hakikat politik.

Sekretaris Jendral KOMPII, Dedy Mahendra mengatakan, saar ini para politisi wajib mendidik generasi muda Indonesia dengan menerapkan gaya politik yang bersahabat dan ramah.

Advertisement

"Jabatan politik itu fana. Jabatan adalah sarana untuk melayani masyarakat agar hidup mereka lebih baik dan sejahtera," ungkap Dedy kepada TIMES Indonesia, Selasa (28/7/2020).

Lanjutnya, untuk memperoleh jabatan politik, para politisi hendaknya menggunakan cara-cara yang hospital atau ramah. Sehingga demikian, akan membangun suasana politik yang kondusif dan harmonis.

"Kan politik itu suci, seperti kata Gusdur. Jadi politisi itu pekerjaan mulia jika dikerjakan dengan tulus dan profesional, karena menginginkan kebahagiaan masyarakat. Jadi, dalam berpolitik pun perlu didasari semangat persahabatan, bukan egoisme apalagi iri dengki," jelas pria alumni sekolah bisnis di Madrid, Spanyol tersebut.

Kendati demikian, politik Hospitalitas merupakan sub kajian baru dalam ilmu politik yang pertama kali dikembangkan di Indonesia oleh Chrispol melalui Dedy Mahendra dan Horas Sinaga. Kajian ini mengupas esensi politik sebagai ilmu dan seni, sekaligus mengusulkan ekspresi keramah-tamahan sebagai alternatif penerapannya dalam dunia politik praktis.

"Politik hospitalitas ini merupakan keniscayaan yang bisa dikembangkan di dalam dunia politik, baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat. Hospitalitas atau keramah-tamahan ialah napas dan semangat Pancasila yang sudah selayaknya mewarnai dinamika politik dalam negeri," beber Dedy.

Menanggapi hal tersebut, Pemerhati Sosial Politik dari Visi Indonesia Unggul (VIU), Horas Sinaga mengatakan, politisi sejatinya merupakan profesi yang sakral. "Sebab seseorang yang berani terjun ke dunia politik berarti ia berani menyandang tugas Ilahi, laksana memancarkan terang di tengah gelap," kata Horas.

Lanjutnya, semua politisi Tanah Air perlu kembali kepada tekad dan berupaya untuk menegakkan prinsip-prinsip kebijakan dalam setiap kiprah dan praktik politiknya, terutama menerapkan politik hospitalitas.

"Fenomena saat ini politik dikenal kotor karena banyak oknum politisi yang melupakan hakikat politik sebenarnya dan mempraktikkan cara-cara yang tak elok dalam berpolitik, seperti menggunakan politik uang, bahkan ujaran-ujaran kebencian dan hoaks," jelas Horas.

Dalam hal ini, Horas mendorong para politisi di Indonesia menerapkan dan menghidupi politik hospitalitas, yaitu sebuah gaya berpolitik yang berlandaskan keramah-tamahan, sehingga terciptanya gerak laku politik yang bebas ujaran kebencian, fitnah, berita bohong, serta pembunuhan karakter.

"Saya mendorong semua politisi di Tanah Air menggunakan keramah tamahan dalam berpolitik. Sebab, ramah tamah merupakan ciri khas semua bangsa di Nusantara. Jangan sampai karena dikuasai nafsu berkuasa, kita jadi jahat pada kompetitor politik kita," ungkap lelaki yang juga menjabat sebagai Ketua Umum VIU tersebut.

Horas menekankan, hospitalitas atau keramah tamahan yaitu jalan masuk baru untuk hidup bersama dalam pergumulan perbedaan etnis, pendidikan, latar belakang sosial, agama, gender, preferensi politik, dan lainnya.

"Hospitalitas ini sebuah laku politik yang mendesak untuk diterapkan saat ini. Terutama menjelang Pilkada serentak 2020, karena memberi ruang bagi udara sehat untuk menapasi demokrasi Indonesia," bebernya.

Horas berharap pada Pilkada serentak 2020 ini sudah tidak ada lagi ujaran kebencian, fitnah, dan pembunuhan karakter. Sehingga hal tersebut sesuai dengan bunyi Pancasila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, para politisi dan pendukungnya perlu menggunakan politik hospitalitas.

"Silahkan bersaing dalam strategi meraih kekuasaan. Namun, jangan ada cara-cara kotor dan tak elok. Mari utamakan meritokrasi, gunakan agu gagasan dan adu program, tetapi tetap bersahabat," tutup Horas.

KOMPII dan VIU pun berharap pada Pilkada 2020 nantinya, para politisi bisa menerapkan politik hospitalitas dan bersahabat. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES