Bawaslu Jabar: Era Digital Menjadi Tantangan Terbesar Pemilu di Indonesia

TIMESINDONESIA, BANDUNG – Indonesia menghadapi dimensi yang baru dalam pesta demokrasi pemilihan umum (Pemilu) berupa konsekuensi era digital dimana media sosial menjadi tantangan terbesar.
“Dalam konteks demokrasi, pnegaruh (era digital) sangat dirasakan betul,” kata Zaki Hilmi, Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyakarat (P2M) Bawaslu Jabar, pada acara Sosialisasi Pengawasan Siber Dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 di Hotel The Papandayan, Bandung, Selasa (18/10/2022).
Advertisement
Menurut Zaki, dalam konteks demokrasi ada dua dimensi yang akan terjadi dari pengaruh era digital yaitu yang bersifat positif dan negatif. Pada dimensi positif, masyarakat dimudahkan untuk mendapatkan akses informasi, sekaligus terjadi percepatan informasi bila dibandingkan dengan momen pemilu-pemilu sebelumnya.
Tapi pada sisi lain, ada dampak negatif seperti pengalaman pemilu 2019 lalu. Pada dimensi politik ini, ekses penggunaan siber secara fundamental mempengaruhi sisi trust (kepercayaan) dan elektabilitas hasil penyelenggaraan pemilu.
“Belum lagi ekses negatif yang besar adalah keterbelahan antar bangsa yang saat ini masih bisa dirasakan. Kita tentunya tak menginginkan pada pemilu 2024 mengalami hal serupa,” jelasnya.
Maka sebagai upaya antisipasi terjadinya ekses negatif, Bawaslu memiliki strategi tertentu sebagai langkah pencegahan. Pertama, dipastikan pendaftaran akun di KPU sebagai akun yang resmi. Kedua, bila ada akun yang anonim akan ditelusuri dan dilakukan penegakkan hukum
Pada dimensi positif, lanjutnya, media siber dapat dimanfaatkan untuk mendorong penguatan kapasitas literasi masyarakat. “Media siber untuk sosialisasi edukasi bagaimana penggunaan media yang baik dan agar tak melanggar dalam pelaksanaan pemilu. Bila melanggar bisa dikenakan UU ITE. Di sisi lain relasi dengan media menjadi entry point yang berarti,” jelasnya.
Zaki juga menjelaskan mengenai Indeks kerawanan Pemilu yang harus disusun secara sistematis. “Akan mulai dilakukan malam ini. Paling tidak, ada beberapa hal yang menjadi catatan berkaca pada Pemilu lalu. Bahwa penyelenggara Pemilu menjadi satu instrumen penting yang bisa memunculkan kerawanan atau sebaliknya,” paparnya.
Terkait peserta pemilih dalam Pemilu, wilayah Jawa Barat dalam data rekap sudah mencapai 33 juta lebih pemilih. Angka ini menunjukkan bahwa Jawa Barat merupakan lumbung suara terbanyak.
Hal yang tak kalah penting, lanjut Zaki adalah dimensi sosial budaya. “Bagaimana nilai-nilai yang tumbuh di masyarakat akan memengaruhi sikap demokratisasi. Harapan saya, sinergi dengan media untuk memberikan informasi dan hal positif dalam penggunaan media sosial,” paparnya.
Zaki mengakui bahwa dalam penggunaan media siber ada banyak konsekuensi yang harus dihadapi. Selain efektif dan bisa menjangkau semua kalangan tanpa batas, tapi perlu diwaspadai ekses negatifnya. Hal tersebut harus diantisipasi karena pelanggaran-pelanggaran dapat berakibat pada sanksi.
“Pengalaman Pemilu lalu, ada peristiwa emak-emak viral. Tapi dalam konteks penegakkan hukum pidana pada saat itu berlangsung diambil alih oleh Polda Unit khusus Cyber Crime,” jelasnya.
Zaki juga mengakui bahwa masih ada keterbatas dari kemampuan dan kapasitas tenaga IT, terutama dalam tracking terhadap akun-akun yang bersifat anonim. “Untuk itu, di Bawaslu sekarang sudah juga berkoordinasi bekerja sama dengan media platform yang sudah ada,” jelasnya.
Disadarinya bahwa media siber menjadi ruang bebas untuk ekspresi masyarakat. Namun dalam konteks penyelenggarana Pemilu, penggunaan media sosial ini menjadi peran yang bisa berbeda. Misalnya, peserta pemilu belum ada, tapi sudah ada pandangan-pandangan stereotipe atau stigma negatif terhadap seseorang yang menjadi caleg.
Di sisi yang lain, Zaki melihat ada keterbatasan regulasi dalam hal penindakan secara tegas. “Bagaimana tindakan terhadap pelaku pelanggaran ujaran kebencian di media sosial. Ataupun kepada media-media yang bersifat mainstream. Misalnya, pada kasus tabloid Indonesia Barokah, maka kita tak bisa langsung menindak sepihak tapi berkoordinasi dengan dewan pers untuk mendefinisikan apa itu termasuk kategori karya jurnalisme atau bukan,” paparnya pada acara Sosialisasi Pengawasan Siber Dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Tahun 2024 di Hotel The Papandayan, Bandung. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |