Politik

Ketua Majelis Kehormatan MK: Keputusan Usai Capres dan Cawapres Masuk Akal Jika Dibatalkan

Rabu, 01 November 2023 - 17:14 | 48.10k
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie. (FOTO: Suara.com)
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie. (FOTO: Suara.com)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie menilai, adalah masuk akal jika putusan MK soal usai capres dan cawapres yang kemarin disahkan untuk dibatalkan.

Menurutnya, hal itu merujuk pada Undang-undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 

Advertisement

"Setelah kami diskusikan, itu masuk akal, ada gunanya. Kan permintaannya supaya putusan MK itu dibatalkan. Dengan merujuk kepada UU Kekuasaan Kehakiman," katanya saat sidang pemeriksaan laporan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (1/11/2023).

Diketahui, di UU Nomor 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 17 Ayat 3 dan 4 dijelaskan, bahwa ketua majelis hingga hakim anggota harus mengundurkan diri jika ada hubungan kekeluargaan dalam perkara yang ditangani.

Lalu, pasal 5 dijelaskan ketentuan yang sama juga berlaku untuk hakim yang memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang perkara dan sedang diperiksa, baik atas kehendaknya sendiri maupun atas permintaan pihak yang lain.

Pada ayat 6 dijelaskan keputusan dinyatakan tak sah jika melanggar ketentuan ayat 5 tersebut. "Putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi ayat 6.

Diketahui, Ketua hakim MK Anwar Usman adalah keluarga dari Gibran Rakabuming Raka. Anwar Usman memutuskan perkara usia cawapres 40 tahun dan pernah menjabat kepala daerah diperbolehkan mengikuti kontestasi pemilihan presiden dan wakil presiden.

Atas putusan MK tersebut, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang juga anak Presiden Jokowi, akhirnya mulus menjadi cawapres dari Prabowo Subianto.

Meski demikian, hal itu menuai kritik dari banyak pihak karena dinilai serat akan kepentingan keluarga.

Sementara itu, pakar hukum tata negara Denny Indrayana mengatakan, mekanisme putusan MK dalam aturan usai capres dan cawapres tersebut tidak sah.

Ia mengatakan, UU Kekuasaan Kehakiman (UU KK) dan UU MK memang tak secara langsung bicara soal mekanisme menyatakan putusan tidak sah.

"Hanya dikatakan jika hakim ada Col (conflict of interest) dan tidak mundur dari perkara, putusan menjadi tidak sah," katanya dalam keterangan resminya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES