Catatan Kritis Fraksi NasDem DPR Soal Polemik PP 53 Tahun 2023

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Presiden Jokowi resmi meneken PP Nomor 53 Tahun 2023 tentang Perubahan atas PP Nomor 32 Tahun 2018. Aturan ini mengatur pengajuan cuti, Menteri hingga wali kota tak harus mundur saat ikut Pilpres.
Banyak pihak yang menilai aturan tersebut sarat nuansa politis. Anggota Komisi II DPR F-NasDem Aminurokhman memiliki catatan kritis. Menurutnya, kalau tidak ada komitmen menjalankan secara benar, sebaik apapun aturan akan selalu ada celah untuk penyalahgunaan.
Advertisement
“Kalau aturan apapun yang dibuat baik oleh pemerintah dan DPR dalam bentuk UU atau peraturan presiden atau peraturan pemerintah, selama itu bisa dijalankan denga benar dan konsekuen, tentu semuanya bisa memaklumi,” kata Aminurokhman kepada wartawan, Rabu (29/11/23)
“Tetapi, kalau aturan ini dibuat hanya untuk menyiasati langkah-langkah yang dapat menganggu ketidaknetralan di pemilu yang akan datang. Tentu kita mempertanyakan buat apa aturan ada. Karena hanya untuk mensiasati,” kritik Aminurokhman.
Sebab, legislator dapil Jatim II ini memandang mereka yang maju di Pilpres pasti memiliki kepentingan politik, dan itu semua harus dijaga, yang terpenting jangan sampai memanfaatkan peran ASN untuk memenangkan salah satu paslon.
“Kita sudah punya pakta integritas bahwa ASN harus netral. ASN itu kan sudah bisa menentukan sendiri, harapan saya aturan apapun yang dibuat untuk menjaga netralitas ASN di tingkat provinsi kabupaten kota di seluruh Indonesia, itu bisa melaksanakan aturan itu dengan baik,” tutur Aminurokhman.
Ia mengamini, sulit memisahkan peran antara menteri dan kepala daerah ketika masa kampanye baik sebagai pejabat publik maupun sebagai peserta Pemilu. Ketika memasuki masa kampanye, cuti harus dilakukan secara konsekuen.
“Harus konsisten dilakukan, kalau dia sudah ambil pilihan itu ya harus konsisten, politik ini kan pilihan. Kalau cuti fasilitas negara tak boleh digunakan,” tegas Wali Kota Pasuruan 2000-2010 ini.
Lebih lanjut, Aminurokhman menekankan, yang tak kalah penting perannya pengawas Pemilu, di semua level. Menurutnya, harus ada keberanian ketika menemukan indikasi pelanggaran dan masyarakat boleh melaporkan itu.
“Maka di sini harus ada kerja kolektif antara pengawas dengan unsur masyarakat yang menemukan hal-hal seperti itu bisa disampaikan lewat mekanisme yang ada. Kalau tidak ada komitmen itu, aturan apapun yang dibuat tetap akan disiasati terus,” tandas Aminurokhman.
Dalam Pasal 18 Ayat (1A) mengatur tentang menteri dan pejabat setingkat menteri yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai presiden atau calon wakil presiden sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dan izin cuti presiden.
Berdasarkan ketentuan tersebut maka setiap pejabat negara baik itu menteri, gubernur dan wali kota tidak perlu lagi mengajukan penguduran diri ketika dirinya diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik dalam pemilihan presiden mendatang.
“Dalam peraturan perundang-undangan yang kita miliki tidak ada kewajiban untuk mundur, bahkan dalam PP 53/2023 itu mengacu pada putusan MK," ujar Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |