Politik

Menanti Sikap Kenegarawanan Presiden Jokowi 

Rabu, 07 Februari 2024 - 10:21 | 30.21k
Presiden Jokowi mengucapkan sumpah saat dilantik menjadi presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. (FOTO: Antara)
Presiden Jokowi mengucapkan sumpah saat dilantik menjadi presiden periode 2019-2024 di Gedung Nusantara, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. (FOTO: Antara)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Para akademisi di Indonesia ramai-ramai mengeluarkan petisi. Para pekerja intelektual di kampus ini memberikan kritik pada pemerintah pusat soal kemunduran demokrasi di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi (Joko Widodo).

Kemunduran demokrasi tersebut terjadi karena Jokowi sebagai Kepala Negara dinilai sudah keluar dari koridor dan tanggungjawabnya di Pemilu 2024. Ia dinilai sudah tak menjalankan amanat konstitusi untuk berlaku netral. Ia dinilai hanya berpihak terhadap kepentingan pribadi dan keluarganya.

Advertisement

Ketidaknetralan tersebut terbaca oleh para akademisi Tanah Air setelah dicalonkannya anak Presiden Jokowi yakni Gibran Rakabuming Raka di pentas demokrasi lima tahunan sebagai cawapres dari Prabowo Subianto. 

Kini, para akademisi pun menanti sikap kenegarawanan dari Presiden Jokowi tersebut. Mereka berharap suami Iriana itu mendengarkan dan menjawab tegas suara mereka dan tak hanya memberikan respons lewat pada juru bicaranya di Istana Negara saja. 

"Kita akan melakukan evaluasi, melihat respons pemerintah. Apabila pemerintah bersikap sinis atas masukan kita, maka kita akan bertindak. Bisa secara akademis, bisa datang ke Jakarta untuk berdialog dan bertindak bisa dengan internet dengan menulis," kata Guru Besar Bidang Ilmu Hukum dan Sumberdaya Alam Universitas Brawijaya (UB), Prof. Rachmad Safa`at, Selasa (6/2/2024).

Hal tersebut sampaikan oleh Prof. Rachmad setelah acara penyataan sikap oleh sivitas akademika UB, Selasa (6/2/2024) kemarin. Ia menyebut, Presiden Jokowi harus mendengarkan 'kegalauan' para akademisi. Jika tidak, situasi ke depan akan kacau.

"Kalau situasi ini dibiarkan akan lebih kacau. Makanya suara profesor ini harus didengarkan. Saya yakin kacau setelah pemilu," jelasnya.

Apalagi, kata dia, jika nanti pasangan yang didukung Presiden Jokowi yakni Prabowo-Gibran yang memenangkan kontestasi politik nasional. Ia yakin kekacauan akan semakin parah.

*Apalagi yang jadi (presiden) Prabowo, malah lebih kacau. Karena persyaratan wakilnya tidak memenuhi syarat. Apalagi Pranowo sendiri mencekam beberapa persoalan. Misalkan tentang penghilangan aktivis," ujarnya. 

Kritik dari kampus belakangan ini memang tak terbendung. Suara mereka terus menggema dari berbagai lembaga pendidikan di Indonesia. Terbaru misalnya dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ).

Civitas akademika UNJ ini menggelar 'Deklarasi Rawamangun' sebagai bentuk kritik dan seruan pada Presiden Jokowi agar kembali ke koridor demokrasi.

Perwakilan Civitas Akademika UNJ Ubedilah Badrun menyampaikan, situasi demikian di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi saat ini sangat memperihatinkan.

Oleh karenanya, UNJ meminta kepada mantan Wali Kota Solo tersebut untuk bertanggungjawab atas hal tersebut. Salah satunya, kampus ini mendesak agar Presiden Jokowi menjadi negarawan dan netral di tahun politik ini.

"Tidak melakukan cawe-cawe poltik, intimidasi, dan politik uang. Serta tidak menggunakan fasilitas negara atas dasar kepentingan kelompok. Kerabat atau golongan yang menyimpang dari koridor demokrasi dan konstitusi dalam menjalankan roda pemerintahan yang telah dipercayakan kepadanya," ujarnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES