Politik

Polemik Rekrutmen PKD Bondowoso, Begini Kata Pengamat Hukum UIN KHAS Jember

Sabtu, 08 Juni 2024 - 10:50 | 85.25k
Pengamat UIN KHAS Jember, Ahmad Hasan Basri  (dokumen TIMES Indonesia)
Pengamat UIN KHAS Jember, Ahmad Hasan Basri (dokumen TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Rekrutmen Panwaslu Kelurahan/Desa (PKD) Bawaslu Kabupaten Bondowoso menimbulkan polemik. Hal itu disebabkan penjaringan PKD di Kecamatan Pujer dinilai menabrak aturan atau syarat pencalonan. 

Di mana PKD Desa Alassumur Kecamatan Pujer, atas nama Muhammad Naufal Zafilul Khoir yang baru saja dilantik, ternyata pernah diberhentikan sebagai PPS oleh KPU Bondowoso karena terbukti bermain mata dengan calon legislatif pada Pemilu 2024 kemarin. 

Advertisement

Ia diberhentikan lantaran meloloskan anggota KPPS yang dititipkan politisi Golkar. Berdasarkan hasil rapat pleno tentang penanganan kode etik, kode perilaku, tertanggal 13 Februari 2024, KPU Bondowoso memutuskan bahwa yang bersangkutan melanggar dan memberikan sanksi pemberhentian tetap. 

KPU menegaskan, bahwa pemberhentian tetap itu sama dengan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH), sehingga Muhammad Naufal Zafilul Khoir semestinya tidak bisa mendaftar sebagai calon PKD. 

Namun Komisioner Bawaslu Divisi SDM Organisasi dan Diklat sekaligus Ketua Pokja, M Hasyim berpendapat lain, bahwa pemberhentian tetap itu tidak sama dengan PTDH. 

Menurutnya, yang tidak boleh mendaftar PKD adalah seseorang yang pernah diberhentikan tidak dengan hormat. Sementara bunyi berita acara putusan KPU terhadap Muhammad Naufal Zafilul Khoir adalah pemberhentian tetap. 

Pengamat Hukum Universitas Islam Negeri Kiai Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember, Ahmad Hasan Basri menjelaskan, makna pemberhentian tetap sebenarnya sama saja dengan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH). 

“Jika kasusnya bertentangan atau melanggar hukum maka sebenarnya esensi dan maknanya sama saja," kata dia, Sabtu (8/6/2024).

Menurutnya, konteksnya berbeda jika anggota penyelenggara pemilu memundurkan diri, maka tidak bisa disebut PTDH. 

Sebab kata dia, proses pengunduran diri atas dasar keinginan sendiri. Sehingga tidak pantas jika disebut diberhentikan secara tidak terhormat.

Ia juga memaparkan, penafsiran terhadap peraturan memiliki banyak metode. Tetapi semuanya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan konteks dari permasalahan tersebut. 

"Secara formalitas aturan harus sesuai dengan klausul yang tertulis," imbuh dia melalui pesan tertulisnya. 

Dia juga mengungkapkan, jika ditarik dengan kasus anggota PPS di Bondowoso yang diberhentikan secara tetap karena terbukti melanggar. Maka pemberhentian  itu sama saja dengan istilah penyebutan PTDH. 

"Jika kasusnya seperti itu maka pemberhentian tetap dapat diartikan sama dengan PTDH," terang dosen Fakultas Syari'ah UIN KHAS Jember itu. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES