4 Fakta Putusan MK atas Perkara Irman Gusman Bisa Jadi Pijakan Abah Anton di Pilwali Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – dir="ltr">H. Mochammad Anton (Abah Anton) diprediksi bisa melenggang di kontestasi Pilkada Kota Malang pada 27 November 2024 nanti. Hal itu merujuk pada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan Irman Gusman, calon anggota DPD RI Dapil Sumatera Barat yang namanya hilang dari DCT karena pernah jadi napi tipikor.
Seperti diketahui, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo melalui putusan nomor 03-03/PHPU.DPD-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, pada Senin (10/6/2024) menyatakan, "Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya."
Advertisement
Suhartoyo menambahkan, "Menyatakan hasil perolehan suara calon anggota Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Sumatera Barat harus dilakukan pemungutan suara ulang dan mengikutkan Irman Gusman."
Selain itu, MK juga membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 360 Tahun 2024 yang berkaitan dengan perolehan suara calon anggota Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Sumatera Barat. MK memberikan waktu paling lama 45 hari bagi KPU untuk melaksanakan PSU.
Berikut beberapa fakta hukum putusan MK itu bisa menjadi pijakan H Mochamad Anton (Abah Anton) untuk maju di Pilkada Kota Malang.
1). Putusan MK Menjadi Pijakan Hukum untuk Abah Anton
Putusan MK ini memberikan dampak signifikan, tidak hanya bagi Irman Gusman, tetapi juga bagi H Mochamad Anton (Abah Anton). Abah Anton kini dapat bernafas lega karena putusan ini membuka peluang baginya untuk tetap ikut dalam kontestasi Pilkada Serentak 2024 di Kota Malang.
Irman Gusman merupakan mantan terpidana dan belum genap jeda 5 tahun setelah selesai menjalani hukuman pidana. Padahal Irman Gusman dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang ancaman hukuman penjaranya paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.
Tidak beda dengan Abah Anton. Berdasarkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya No. 94/Pid.Sus/2018/PN.Sby tanggal 10 Agustus 2018, Abah Anton ancaman pidananya adalah pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.
Robikin Emhas, SH MH, praktisi hukum dan anggota Forum Pengacara Konstitusi yang juga Managing Partner pada ART & PARTNER Law Firm di Jakarta, menilai bahwa kasus Irman Gusman memiliki kesamaan dengan kasus yang dialami oleh Abah Anton.
2). Penafsiran Holistik Pasal 182 Huruf g
Dikutip dari rangkuman putusan MK, dalam kasus Irman Gusman, hakim konstitusi menjelaskan tentang interpretasi holistik Pasal 182 Huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang mengatur syarat-syarat bagi mantan terpidana yang ingin mencalonkan diri dalam pemilihan umum, termasuk Pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa ketentuan dalam Pasal 182 huruf g harus dibaca secara holistik dan terintegrasi, bukan secara terpisah.
Berikut adalah poin-poin penting dari interpretasi tersebut menurut MK.
a). Keterkaitan Antara Ayat-Ayat
Mahkamah menekankan bahwa tafsir atas Pasal 182 huruf g harus dibaca dalam satu napas dengan ayat-ayat lainnya dalam pasal yang sama, yakni ayat (i), (ii), dan (iii). Pembacaan yang terpisah akan menimbulkan distorsi makna dan menghilangkan esensi dari keseluruhan ayat tersebut serta ruh yang mendasari perumusannya.
b). Perbedaan Ancaman Pidana
Mahkamah membedakan secara tegas antara dua jenis ancaman pidana:
Pertama, ancaman pidana penjara 5 tahun atau lebih: Bagi terpidana dengan ancaman pidana ini, ada syarat jeda 5 tahun bagi mantan terpidana yang ingin mencalonkan diri kembali setelah menjalani hukuman.
Kedua, ancaman pidana maksimal 5 tahun: Untuk tindak pidana dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun, syarat jeda 5 tahun tidak berlaku. Artinya, mantan terpidana dengan ancaman pidana di bawah 5 tahun tidak terikat oleh masa jeda ini.
c). Klarifikasi Sifat Ancaman Pidana
Ancaman pidana 5 tahun dalam konteks ini tidak boleh dimaknai sebagai ancaman pidana maksimal 5 tahun. Kedua jenis ancaman pidana tersebut memiliki garis demarkasi yang jelas dan tidak bersinggungan satu sama lain. Dengan demikian, ancaman pidana 5 tahun atau lebih berbeda secara signifikan dari ancaman pidana maksimal 5 tahun.
d). Konsekuensi Hukum bagi Mantan Terpidana
Dalam konteks putusan ini, Pemohon yang merupakan mantan terpidana dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun tidak terikat oleh ketentuan masa jeda 5 tahun. Oleh karena itu, Pemohon memiliki hak untuk segera mencalonkan diri dalam pemilihan tanpa harus menunggu periode jeda 5 tahun.
Penafsiran holistik ini memastikan bahwa ketentuan mengenai syarat jeda 5 tahun diterapkan secara konsisten dan tidak menimbulkan ketidakadilan bagi mantan terpidana dengan ancaman pidana yang lebih ringan. Dengan demikian, Mahkamah Konstitusi berupaya menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan hak konstitusional warga negara.
3). Dampak Putusan bagi Pilkada Serentak 2024
Putusan ini memberikan dampak luas, terutama dalam konteks Pilkada Serentak 2024. Abah Anton, yang sempat diragukan kelayakannya untuk ikut serta dalam Pilkada Serentak 2024 di Kota Malang, kini memiliki pijakan hukum yang kuat. Dengan dasar putusan MK ini, Abah Anton dapat melanjutkan persiapan kampanye dan strategi politiknya tanpa kekhawatiran.
Bukan hanya Abah Anton, tapi juga beberapa yang mengalami kasus serupa dimungkinkan bisa turut dalam kontestasi Pilkada. Hal ini juga membuka preseden hukum yang penting bagi calon-calon lainnya yang mungkin menghadapi situasi serupa.
Putusan MK ini juga menunjukkan komitmen lembaga hukum kontitusi tertinggi di Indonesia itu untuk menegakkan keadilan dan memberikan interpretasi yang adil terhadap konstitusi.
4). Penegakan Hukum dan Perlindungan Hak Konstitusional
Putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan Irman Gusman memberikan pijakan hukum yang kuat bagi Abah Anton untuk tetap dapat berpartisipasi dalam Pilkada Serentak 2024 di Kota Malang.
Interpretasi holistik Pasal 182 huruf g dari UUD 1945 oleh MK memastikan bahwa mantan terpidana dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun tidak terikat oleh masa jeda 5 tahun. Sehingga mereka tetap memiliki hak untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum.
Dengan adanya putusan ini, diharapkan proses demokrasi di Indonesia dapat berjalan lebih adil dan transparan. Juga memberikan kesempatan bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pembangunan bangsa tanpa hambatan yang tidak adil.
MK juga terus berupaya menjaga keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan hak konstitusional, menjadikan putusan ini sebagai tonggak penting dalam perjalanan demokrasi Indonesia. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Khoirul Anwar |
Publisher | : Rifky Rezfany |