Politik

Polemik Data Kemiskinan Tak Akurat, Kampanye Harus Sampaikan Informasi Benar

Senin, 04 November 2024 - 20:14 | 22.60k
Bupati Malang saat masih menjabat, Sanusi, menerima Laporan Angka Kemiskinan Kabupaten Malang, yang diserahkan Kepala BPS Kabupaten Malang, Erny Fatma Setyoharini, belum lama ini. (Foto: dok./TIMES Indonesia)
Bupati Malang saat masih menjabat, Sanusi, menerima Laporan Angka Kemiskinan Kabupaten Malang, yang diserahkan Kepala BPS Kabupaten Malang, Erny Fatma Setyoharini, belum lama ini. (Foto: dok./TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Ada polemik yang tersisa dari dimamika dalam forum Mimbar Akademik yang digelar di kampus Universitas Brawijaya Malang, Jumat (1/11/2024) lalu. Forum ini mempertemukan gagasan dan argumentasi calon Pilkada 2024 di Malang Raya. 

Polemik ini muncul bermula dari cawabup Malang nomor urut 2, dr. Umar Usman, terkait angka kemiskinan di Kabupaten Malang. Saat itu, ia menyebut, bahwa data angka kemiskinan di Kabupaten Malang dari BPS awalnya sejumlah 367 ribu jiwa, naik menjadi  399 ribu jiwa. 

Advertisement

Cabup Malang nomor urut 1 yang juga petahana, Sanusi, menanggapi serius dan mencoba meluruskan paparan angka yang disampaikan cawabup rivalnya tersebut. 

Menurutnya klaim dokter Umar ini keliru, tidak sesuai dengan data sebenarnya dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang. 

Sanusi mengatakan angka kemiskinan di Kabupaten Malang yang semestinya, tahun ini justru mengalami penurunan. Menurutnya, fakta ini bahkan terjadi setiap tahun dalam kurun empat tahun terakhir selama masa kepemimpinannya sebagai Bupati Malang. 

"Yang disampaikan dokter Umar tentang angka kemiskinan itu salah. Yang benar, di tahun 2024 ini, ada 240 jiwa, menurun dari 2023 lalu, sejumlah 251 ribu jiwa. Ini sesuai data BPS. Dan, pemerintah daerah telah berhasil menekan angka kemiskinan di Kabupaten Malang," ungkap petahana Sanusi, kepada wartawan, kemarin. 

Saat dikonfirmasi soal pernyataannya terkait angka kemiskinan yang dianggap keliru ini, dokter Umar menyebutkan, memperoleh datanya dari pemberitaan sebuah media surat kabar lokal. 

Meski tidak serta merta mengakui apa yang disampaikannya tersebut kurang akurat, ia menyatakan akan lebih berhati-hati menyampaikan informasi kepada publik. 

"Berikutnya siap mengikuti data yang benar," singkat Umar Usman, kepada TIMES Indonesia, Senin (4/12/2024). 

Fakta Angka Kemiskinan Menurun di Kabupaten Malang

Profil-data-Kemiskinan-Kab-Malang-Maret-2024.jpgTangkapan layar rilis Profil Kemiskinan Kabupaten Malang, Maret 2024, yang resmi diterbitkan pada 2 Agustus 2024 lalu

Secara terpisah, Kepala BPS Kabupaten Malang, Erny Fatma Setyoharini menyampaikan rilis Profil Kemiskinan Kabupaten Malang per Maret 2024, yang resmi diterbitkannya pada 2 Agustus 2024 lalu. 

Dalam rilis BPS Kabupaten Malang ini, tercatat angka kemiskinan terus menurun selama kurun lima tahun terakhir. Pada 2020 didapati angka 265,56 ribu jiwa, dan meningkat cukup tinggi pada 2021, yakni sejumlah 276,58 ribu jiwa. 

Angka kemiskinan didapati kembali turun pada tahun 2022, yakni 255,80 ribu jiwa, dan kembali turun pada 2023, sejumlah 251,36 ribu jiwa. 

Menurut Erny Fatma, dalam catatan BPS per Maret 2024, angka kemiskinan di Kabupaten Malang turun menjadi 240,14 ribu jiwa. Persentase penurunan dibanding tahun sebelumnya ini, sekitar 8,98 persen, dari sebelumnya, 9,45.

Angka kemiskinan atau jumlah penduduk miskin di Kabupaten Malang ini, didapatkan BPS dari jumlah penduduk dengan pendapatan per kapita perbulan di bawah Garis Kemiskinan, yakni dengan pengeluaran minimum Rp420 ribu/bulan.

Materi Kampanye Harus Faktual, Bukan Propaganda Merugikan

Terlepas polemik akurasi data angka kemiskinan yang disampaikan Cawabup Malang, Umar Usman tersebut, Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Negeri Malang, Dr. Akhirul Aminulloh memberikan catatan kritisnya sebelumnya. 

Menurutnya, agar tidak berkembang menjadi opini yang diyakini publik, maka isu-isu yang belum tentu akurat dan ada kepastian fakta hukumnya, seyogyanya tidak mudah dijadikan sebagai bahan dan diumbar paslon saat kampanye. 

Selebihnya, kata Aminulloh, propaganda dan isu negatif yang tidak sesuai fakta sebenarnya harus dihindari. Sebaliknya, ketika ada propaganda negatif, seperti hoaks, maka harus cepat diklarifikasi, karena hal ini sangat penting, agar informasi palsu atau kabar bohong, tidak mudah dan cepat tersebar, dianggap kebenaran. 

Ia juga mengingatkan, bahwa publik harus dipahamkan betul, agar bisa membedakan mana propaganda tidak baik dengan informasi sebenarnya. Aminulloh menyebut, masyarakat harus bisa membedakan misinformasi, disinformasi yang menyesatkan, atau informasi yang sengaja dibuat-buat (malinformasi).

Untuk diketahui misinformasi merupakan informasi keliru yang disebarkan tanpa disengaja. Misinformasi dapat terjadi karena, antara lain kecerobohan, salah pengutipan sumber, serta ketidaktahuan atau keterbatasan pemahaman pengirim pesan informasi.

Sedangkan, disinformasi adalah informasi palsu yang sengaja disebarkan untuk menipu. Dan, malinformasi sejatinya merupakan informasi yang benar, tetapi disebarkan dengan cara yang menyesatkan atau menimbulkan kebingungan. Mirip dengan disinformasi, umumnya malinformasi disebar dengan motif untuk merugikan pihak lain. (*) 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES