Kisah Moh. Nawafil; Kepala Keluarga Peraih IPK 4.00 di PPs UIN Maliki Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Kisah Moh. Nawafil selama studi di UIN Maliki Malang (Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang) ini patut menjadi teladan mahasiswa lainnya. Betapa tidak. Di tengah kesibukannya sebagai kepala keluarga, ia masih mampu menunjukkan prestasi akademik sempurna.
Ayah dari Muhammad Azzam Annawafil ini sukses akademik dengan meraih IPK 4.00. Ia pun akan diwisuda di PPs UIN Malang pada periode II tahun 2023, tepatnya 13 Mei 2023 nanti.
Advertisement
Perjuangan Antara Keluarga dan Kuliah
Perjalanan menempuh program magister tidak luput dari kontribusi sang istri tercinta, Gina Alfiatussalimah. Belahan jiwanya itu selalu berada dalam satu visi dan selalu mendukung setiap langkahnya.
"Selisih umur kami hanya terpaut satu tahun. Saya kelahiran 1998 dan istri 1999. Ini membuat kami relatif lebih mudah menyatukan ego dan pemikiran yang berbeda," ucap Nawafil.
Tentu, menyandang status mahasiswa ketika sudah menjadi kepala keluarga, menemui banyak tantangan. Selain harus optimal mengkaji semua mata kuliah, tugas mencari nafkah untuk anak dan istri tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
Bagi Nawafil, hal ini karena memberikan nafkah untuk keluarga merupakan kewajiban seorang suami. Sedangkan berprestasi dalam akademik merupakan prioritas setiap mahasiswa. Sebab itu bekerja dan belajar merupakan elemen kausalitas bagi mahasiswa yang sudah berkeluarga.
Di saat pemenuhan pembiayaan kuliah harus terpenuhi, kebutuhan anak dan istri juga harus tercover secara seimbang. Alhasil, bagi Nawafil tidak ada kata bermalas-malasan. Sebab setiap waktu merupakan kesempatan emas demi meraih cita-citanya.
"Saya selalu menyempatkan membaca buku kuliah sebelum berangkat kerja dan melihat beberapa tugas yang diberikan dosen ketika beban pekerjaan sudah terselesaikan di malam hari. Di samping itu, saya harus kembali berkonsentrasi terhadap pekerjaan setelah aktivitas kuliah rampung," tegas Nawafil.
Pengertian Seorang Istri
Mengikuti kuliah secara maksimal menjadi tantangan yang berarti ketika disandingkan dengan keinginan anak dan istri yang mendesak. Tidak bisa dipungkiri bahwa keluarga butuh liburan di waktu tertentu. Akan tetapi di waktu yang lain harus menyelesaikan tugas kuliah demi memperoleh nilai bagus, meskipun itu masih terbilang weekend.
Menurutnya, hal semacam ini perlu adanya pengertian dari istri agar tugas akademik suami tetap terselesaikan dengan baik. Meskipun demikian, Nawafil tetap menyiapkan strategi alternatif agar tanggung jawab akademik dan keluarga sama-sama berjalan.
Sebagaimana yang sering Nawafil sampaikan, bahwa tidak ada kata susah mewujudkan akademik gemilang dan keluarga senang.
"Apabila anak dan istri minta liburan ke luar kota, saya harus menyiasati segala tugas untuk dikerjakan di malam hari ketika mereka sudah tertidur pulas. Belajar itu memang payah dan letih, tapi saya yakin semua akan terbayar indah di masa depan," kenangnya.
Perjuangan Meraih IPK 4.00
Bagi Nawafil, IPK tidak lebih penting dari kemampuan. Menurutnya, penting atau tidaknya IPK ini memang tergantung pada sudut pandang yang diambil. Jika ditinjau dari sisi pekerjaan, menurutnya yang tengah bekerja di salah satu publikasi jurnal ilmiah dan bussiness food, IPK tidak lebih penting dari kemampuan.
Pasalnya, ia merujuk pada pengalaman yang belum pernah melampirkan ijazah ataupun transkrip IPK selama melamar kerja.
“Saya semangat meraih IPK sempurna dilatarbelakangi oleh perspektif orang tua, anak dan istri. Saya enggan melewatkan momen bahagia dan bangga mereka saat melihat saya meraih IPK sempurna,” terang laki-laki kelahiran Situbondo, 26 November 1998 ini.
Saat mulai duduk di jenjang pendidikan S2, Nawafil bercerita kalau dirinya memang bertekad untuk meraih IPK bagus dan lulus tepat waktu.
Untuk mewujudkan tekad tersebut, strategi yang dia lakukan adalah dengan menyimak setiap materi yang disampaikan. Ia kerap mencatat atau merekam sesi perkuliahan agar dapat di-review. Di samping itu, strategi lain ialah dengan memberdayakan internet dengan baik.
Menurutnya, dengan mengoptimalkan penggunaan internet, mahasiswa dapat menemukan banyak literatur dan mengakses banyak jurnal ilmiah yang membantu perkuliahan.
Diluar jam kuliah, Ia membuat program disuksi interaktif bersama dosen dan para mahasiswa.
Program ini dia buat melalui perannya sebagai ketua devisi keilmuan Himpunan Mahasiswa Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Ia menegaskan bahwa mencukupkan belajar di ruang kuliah itu kurang berdampak signifikan terhadap pengetahuan. Menurutnya, mahasiswa harus berorganisasi, mengikuti diskusi, sharing bersama dosen dan tokoh-tokoh lain diluar jam kuliah, serta membangun jaringan yang lebih luas.
Terakhir, Nawafil tetap ingin melanjutkan pendidikannya ke jenjang doktor. Menurutnya, melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi bukan untuk mencari pekerjaan semata, akan tetapi lebih dari itu terdapat pengalaman yang sangat berharga bertemu orang hebat dan upgrade kapasitas pengetahuan yang dimiliki.
Kembali ke Kampung Halaman
Meskipun ada tawaran bekerja di beberapa kampus di kota Malang, Ia menyampaikan tetap ingin pulang ke kampung halaman. Di samping telah diproses administrasi menjadi dosen di Universitas Ibrahimy. Menurutnya tidak ada alasan untuk tidak pulang ke Sukorejo, sebuah tanah keramat yang banyak menempa pengetahuan dan ruhaninya selama ini.
“Saya akan menata karir di kampung halaman, di Universitas Ibrahimy. Sebagai santri, saya hanya ingin ilmu saya bermanfaat untuk pesantren dan meneruskan perjuangan gurunda KHR. As’ad Syamsul Arifin. Di Pesantren Sukorejo inilah saya bisa mengikuti banyak event. Di antaranya Service Program di Thailand dan Annual International Conference of Islamic Studies awal bulan Mei mendatang,” ungkapnya.
Begitulah kisah Moh. Nawafil, sosok inspiratif peraih IPK 4.00 di PPs UIN Maliki Malang. Selamat atas prestasinya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Khoirul Anwar |
Publisher | : Rifky Rezfany |