Kisah Haji Thohir, Sang Pelestari Budaya Karapan Sapi Madura
TIMESINDONESIA, SURABAYA – Namanya Muhammad Thohir. Warga Madura dan Gresik, Jatim, biasa memanggilnya Haji Thohir.
Kisah Haji Thohir di Madura ini tak lepas dari kiprahnya yang sangat luar biasa di bidang budaya dan tradisi khas Madura; Karapan Sapi.
Advertisement
Karapan dalam bahasa Indonesia berarti balap. Jadi karapan sapi adalah balap sapi. Ini merupakan satu-satunya di Indonesia. Budaya dan identitas asli Madura.
Haji Thohir merupakan sosok terkemuka pelestari budaya Karapan Sapi ini. Namanya pun sudah tak asing bagi warga Madura, meski ia sehari-hari tinggal di Gresik, Jatim.
Peduli Warisan Budaya, Dukung Karapan Sapi Piala Panglima TNI
Sabtu, 3 September 2023, Haji Thohir mengenakan Pesa'an, baju khas Madura celana longgar berwarna hitam dan kaos bergaris merah putih. Ia duduk di kursi.
Pengusaha sukses di Gresik ini duduk bersebelahan dengan Panglima TNI Yudo Margono dan Pangdam V Farid Makruf. Dari atas panggung ia mencermati jalannya lomba Karapan Sapi Piala Panglima TNI.
Begitu nada-nada perdana alat musik saronen ditabuh, itu tandanya perlombaan Kerapan Sapi segera dimulai. Mendengar musik itu, Haji Tohir merasa jantungnya ikut berdetak seirama.
"Setiap kali mendengar alat musik ini serasa mendapat sentuhan kehidupan baru," ucap Haji Thohir.
Ya, musik bercorak khas itu mencerminkan karakteristik dan identitas masyarakat Madura. Praktis darah Maduranya serasa bergemuruh. Menyeruak memberi semangat mudanya bergelora.
Saat perlombaan dimulai, putra Madura asli yang lahir di Bangkalan pada tanggal 17 November 1959 ini pun memperhatikan setiap detail lomba. Mulai dari joki, kerumunan penonton, hingga sapi yang melaju kencang.
Ekspresi wajahnya berubah ingar-bingar saat sapi-sapi yang seimbang kekuatannya tersebut berebut posisi pertama.
Haji Thohir Perawat Sapi Sang Kakek
Muhammad Thohir kecil kala itu sudah begitu menyukai karapan sapi. Bahkan sejak kecil pula ia telah jatuh cinta dengan tradisi dan budaya unik ini.
Lomba Karapan Sapi adalah sebuah lomba balap sapi yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Madura, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ini sudah berabad-abad lamanya
Kecintaan Haji Thohir terhadap Karapan Sapi berasal dari pengalaman masa kecilnya. Kala itu ia sebagai perawat sapi karapan milik kakeknya.
“Sejak kecil saya sudah menyukai Karapan Sapi. Dulu, saya sering merawat sapi karapan milik kakek saya,” ujarnya sambil memperhatikan lajunya sapi-sapi yang sedang berlomba merebut kemenangan.
Sekilas, mata beliau tampak berbinar-binar. Tanda hasrat dan semangat yang membara.
Adrenalinnya tampak terpompa deras seiring dengan detak jantung yang berlomba bersama kecepatan sapi-sapi yang berlari kencang.
Lalu Haji Thohir kembali bercerita. Dengan pengalaman merawat sapi karapan milik kakeknya itulah yang membuat dia menjadi mengerti cara merawat sapi karapan. Hal itu pula yang semakin memperdalam kecintaannya terhadap Karapan Sapi.
Saking cintanya dengan budaya Karapan Sapi, pengusaha sukses dari kabupaten Gresik ini, rela mengeluarkan uang ratusan juta rupiah untuk disumbangkan membeli hadiah utama dua mobil pada Piala Panglima TNI di Madura belum lama ini.
Perjuangkan Tradisi Asli Madura
Bagi Haji Thohir, melestarikan budaya Kerapan Sapi adalah segala-galanya. Jadi, berapa pun uang yang dikeluarkan untuk tradisi Madura ini tak masalah bagi dia.
“Prinsip saya begini, uang dapat dicari kembali, namun mempertahankan dan melestarikan budaya itu adalah kewajiban dan sangat penting untuk diwariskan kepada anak cucu kita di masa mendatang. Ini tidak bisa ditawar-tawar,” imbuhnya.
Selain mempertahankan tradisi Madura, Haji Thohir ingin memperkenalkan Karapan Sapi secara nasional. Bahkan di mata dunia.
Sambil bercerita, sorot matanya memancarkan kebanggaan, sementara senyum lebarnya mengungkapkan sukacita yang mendalam. Namun, di balik ekspresi tersebut, Haji Thohir juga menunjukkan rasa hormat yang besar terhadap budaya Madura yang sangat ia banggakan.
Thohir sendiri memiliki 38 pasang sapi. Dari 38 pasang itu dibagi berapa tim dengan nama tim yang berbeda-beda. Salah satunya adalah tim Gagak Rimang.
Tim Gagak Rimang ini adalah salah satu tim andalannya. Dengan Tim Gagak Rimang, ia telah menjuarai Piala Presiden 3 kali berturut-turut pada 2007, 2008, dan 2009.
“Saya namakan Tim Gagak Rimang karena terinspirasi dari burung gagak yang setiap hari datang bertengger di atas kandang sapi saya. Tapi Alhamdulillah nama itu membawa berkah, tiga kali berturut-turut menang,” bebernya.
Tekad Haji Thohir Lestarikan Budaya Karapan Sapi
Menurut Haji Thohir, Karapan Sapi memiliki sejarah panjang yang dimulai dari era kerajaan Madura pada abad ke-14, sebagai perayaan panen raya dan hiburan rakyat. Lomba ini dilakukan dengan dua pasang sapi yang dihiasi warna cerah dan berlomba di lintasan sekitar 100 hingga 200 meter.
Ekspresi Haji Thohir selama menyaksikan lomba karapan sapi mencerminkan betapa ia sangat mencintai dan menghormati tradisi Madura ini.
Dari penampilan eksternalnya, kita dapat melihat semangat, tekad, dan komitmen serta dedikasinya dalam melestarikan tradisi kearapan sapi.
Apresiasi Pangdam V Brawijaya
Dengan mata yang berbinar cerah dan rasa bangga jelas terpancar dari wajah Pangdam V Brawijaya Mayjen TNI Farid Makruf saat menatap Haji Thohir yang duduk di sampingnya. Ia pun memberikan apresiasi atas dedikasi Haji. Muhammad Thohir dalam melestarikan Karapan Sapi.
“Penampilan dan ketekunan Haji Thohir dalam mempertahankan dan mempromosikan tradisi Kerapan Sapi benar-benar menginspirasi. Kita harus menghargai usaha-usaha Haji Thohir dalam mempertahankan budaya otentik lokal,” imbuhnya.
Ke depannya, Pangdam V Brawijaya yang juga merupakan putra Madura asli bersama H Thohir mempunyai harapan besar, bahwa Lomba Kerapan Sapi Piala Presiden yang telah menjadi agenda tahunan dapat dihadiri langsung oleh Presiden RI seperti halnya lomba Kerapan Sapi Piala Panglima TNI akhir pekan kemarin yang dihadiri langsung oleh Panglima TNI Laksamana Yudo Margono.
“Setiap tahun Lomba Kerapan Sapi Piala Presiden diadakan. Namun, Presiden belum pernah datang langsung menyaksikannya disini. Kami berharap beliau berkenan hadir menyaksikan langsung keseruan menonton lomba Karapan Sapi di sini,” harapnya.
Pangdam V Brawijaya juga menekankan bahwa apresiasi dan penghargaan ini bukan hanya untuk Haji Thohir, tapi juga untuk semua orang yang telah berdedikasi dalam melestarikan budaya Madura khususnya bagi orang-orang yang memelihara sapi kerapan.
Ekspresi dan emosi yang ditunjukkan Pangdam V Brawijaya saat memberikan apresiasi ini memberikan gambaran jelas tentang tingginya penghargaan yang ia berikan kepada H. M. Thohir dan semua orang yang berdedikasi melestarikan budaya masyarakat Madura. K
Kisah Haji Thohir sebagai pelestari budaya Karapan Sapi Madura ini menginspirasi kita semua, bahwa setiap individu memiliki potensi untuk melestarikan budaya dan warisan bangsa. Sekecil apapun itu. Dan, tak peduli seberapa besar tantangan yang dihadapi, kecintaan terhadap budaya asli harus tetap dipertahankan dan dilestarikan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Khoirul Anwar |
Publisher | : Rifky Rezfany |