Positive News from Indonesia

In Memoriam KH Chamzawi (3): Akhir Hidup yang Indah, Wajabat Lahu Al-Jannah

Jumat, 22 September 2023 - 11:25 | 39.44k
Almarhum KH Chamzawi dan Gus Dr Israqunnajah.
Almarhum KH Chamzawi dan Gus Dr Israqunnajah.

TIMESINDONESIA, MALANG – Hari ini 40 hari KH Chamzawi, rois syuriah PCNU Kota Malang, wafat. Banyak kenangan dari para santri, sahabat, kolega, dan teman almarhum. Mereka akan menuliskan in memoriam secara bersambung. Tulisan ketiga dari 

KH Dr Isroqunnajah, ketua Tanfidziyah PCNU Kota Malang, WR 4 UIN Maliki Malang. 

Advertisement

***

Nama KH. Chamzawi mungkin diambil dari nama kakek saya, tafaulan, yang berarti mengharapkan berkah kebaikan atas nama seseorang. Kakek saya adalah seorang Kyai dan terlibat dalam pemerintahan sebagai penghulu. 

Teman Sekelas Istri Gus Mus

Nama Chamzawi sendiri bukanlah nama yang asing. Pada tahun 1974, ketika beliau sudah di Malang dan saya masih di Sarang Rembang, KH Chamzawi adalah teman sekelasnya istri KH. Mustofa Bisri, yaitu adalah Bu Nyai Fatma Basuni. 

KH. Chamzawi menyelesaikan pendidikan dasar dan SMP di Rembang. Setelah SMP, beliau melanjutkan pendidikan di Lirboyo.
Pada sekitar tahun 1974, beliau hijrah ke Malang untuk melanjutkan pendidikan tinggi di IAIN Sunan Ampel. Di Malang, beliau memiliki kesempatan untuk bergabung pesantren Nurul Huda Mergosono di bawah asuhan KH. Masduqi Mahfudz. Setelah kami mengenal beliau, kami sangat menghormati dan menghargai beliau. 

Kami memiliki latar belakang pendidikan yang sama di Lirboyo dan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang. Awal perkenalan kami adalah ketika saya mengambil mata kuliah Nahwu 1 dan 2 yang diajarkan oleh beliau. Setelah itu, kami berada dalam ruangan yang sama ketika beliau menjadi Dekan dan saya ditunjuk sebagai Kajur Bahasa dan Sastra Arab. Sekitar tahun 2000, kami bekerja di kantor yang sama, yaitu Ma'had Sunan Ampel Al Aly.

Kami juga bertemu dalam kapasitas kami di Nahdlatul Ulama (NU). Ketika saya menjadi wakil sekretaris RMI, kemudian ketua RMI, dilanjutkan sebagai wakil ketua NU, dan sekarang menjadi ketua NU, kami selalu bertemu dan berinteraksi dengan beliau. Kami juga berpartisipasi dalam MUI, di mana beliau adalah wakil ketua umum dan saya adalah salah satu ketua.

Tak Ada Sisi Buruk

Walaupun kami bertemu dalam berbagai peran, saya tidak pernah melihat sisi buruk beliau. Beliau adalah orang yang sabar, istiqomah, dan teguh dalam pendiriannya terhadap keputusan yang sudah diambil. Beliau memberikan kami, yang masih muda, banyak peluang untuk menjalankan apa yang kami sepakati dalam banyak hal.

Ketika kami berada di Ma'had dan beliau sebagai Dekan, kami yang lebih muda, selalu mendukung beliau. Ketika kami diberikan amanah untuk mendirikan pesantren di kampus, yang pada saat itu merupakan yang pertama di Indonesia, beliau memberikan dukungan penuh dan hampir tidak ada penolakan, terutama untuk masalah yang sangat teknis. Beliau memberikan kami kebebasan untuk mengeksplorasi dan menciptakan model ma'had di UIN Malang ini.

Hal yang sama terjadi ketika kami mengabdi di NU. Beliau sebagai Rais Syuriah, yang memiliki kapasitas penentu, hampir tidak pernah menolak usulan kami. Beliau benar-benar menghayati filosofi Ki Hajar Dewantara: "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani." Sehingga di Malang, tidak ada konflik antara Syuriah dan Tanfidziyah.

Beliau hampir tidak pernah absen dari rapat, kecuali ada alasan yang sangat penting seperti keperluan keluarga atau kesehatan. Beliau selalu bersama kami. Beliau juga sering kami ajak ketika ada kegiatan yang harus dilakukan bersama-sama.

Ketika kami berbicara tentang kontribusi untuk membuat kota Malang menjadi lebih baik, kami secara aktif berpartisipasi dengan memberikan ide dan gagasan agar kota Malang menjadi lebih baik. Walaupun beliau jarang mengusulkan sosok atau tokoh tertentu, ketika kami mengusulkan, jarang sekali beliau menolak karena beliau melihat aspek positif dari sosok yang kami tawarkan. 

Terkadang, beliau memiliki pandangan berbeda, tetapi sering menerima usulan kami yang berasal dari generasi muda. Beliau memahami bahwa kami akan menjalankan aspek teknisnya nanti.

Hal yang sama terjadi di MUI. Kami sepakat bahwa NU, sebagai organisasi besar dengan sumber daya manusia yang luar biasa, harus mewarnai berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik itu dalam struktur maupun kultur. Beliau mendukung ketika kami mengusulkan kegiatan sekolah kesyuriahannya, sekolah ketanfidziyahannya, sekolah pemerintahan dan administrasi publik, serta penempatan kader di organisasi-organisasi sayap pemerintahan di mana NU harus terlibat. 

Beliau sering memberikan usulan tentang apa yang harus dilakukan. Beliau adalah orang yang tidak banyak berkonflik atau bertentangan dengan orang lain. Beliau mampu memahami cara berpikir orang lain sehingga tidak pernah memaksakan kehendaknya. Beliau memberikan motivasi kepada kami untuk memberikan manfaat yang besar kepada siapapun.

Sosok yang Tak Pernah Mengeluh

Sesungguhnya kami masih memiliki agenda dalam kapasitas di NU dan MUI untuk melaksanakan cita-cita tertentu. akan tetapi Allah memiliki rencana lain, sehingga sampai sekarang belum terlaksana. 

Sehari-hari yang kami lihat, kami tidak pernah melihat beliau mengeluh tentang kesehatannya. Justru saya yang malu, karena sering sambat. Kami juga punya langganan tukang pijat yang sama, yaitu Almarhum Pak Sofwan. Dimana ketika beliau memijat KH. Chamzawi maka saya juga ikut, dan begitu pula sebaliknya. 

Beliau tidak punya keluhan yang berarti, bahkan beberapa minggu sebelum wafatnya, kami atas nama MUI melakukan kunjungan kerja ke luar pulau. Beliau sehat wal afiat dan tidak ada keluhan sama sekali. 

Pertemuan terakhir saya dengan beliau adalah ketika beliau mengadakan reuni untuk angkatan beliau tahun 1974 di IAIN Malang ini. Dan luar biasanya, beliau terlihat bahagia dan ceria. Acara tersebut itu H-5 dari mangkatnya Almarhum. 

Seharusnya kami bertemu beliau pada hari Rabu ketika beliau wafat, yaitu ketika kami rapat bareng di kantor MUI. Saya tidak bisa hadir karena terlena jadwal dan ternyata sudah ada janji dengan pengurus NU yang lain. Dan ketika urusan dengan NU selesai, saya rencana ikut acara di MUI. Ternyata agendanya hampir selesai dan KH Chamzawi sudah meninggalkan tempat karena merasa tidak enak badan. 

Dengan diantarkan oleh Abah Yunar, beliau meminta untuk diperiksa di Klinik UMMI UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Betapa kagetnya, karena ternyata beliau datang dalam kondisi kritis. Kemudian saya kontak Pak Rektor dan beberapa pimpinan yang lain. 

Di klinik sudah ada RJP atau Resusitasi Jantung Paru untuk membantu menyambung pernafasan beliau. Beliau perlu diberikan nafas buatan karena di ventilator tidak ada indikasi terkait nafas yang ditarik-hembuskan. Segera saya hubungi putra-putra beliau yang ada bekerja di UIN Malang agar menyaksikan dan mendoakan ayahandanya. Saya tidak berani menyampaikan ke Bu Nyai.
 
Dokter menyampaikan bahwa KH. Chamzawi sudah terminal. Artinya sudah tidak ada lagi harapan hidup. Walaupun dokter berusaha mencari keajaiban, selama kurang lebih 30 menit dengan berbagai cara, ternyata memang sudah tidak tertolong lagi. 

Berpulang dengan Indah

Sontak kami mengucapkan Innalillahi WA inna ilaihi rajiun. 

Pertemuan dengan beliau terakhir tidak dalam keadaan sadar. 
Ketika beliau di klinik UMMI, beliau awalnya mengeluh sakit di dada. Lalu ada satu momen, sebagaimana penuturan Abah Yunar, beliau tersedak dan melafalkan ALLAH. Kemudian beliau tidak sadar. 

Barangkali itulah lafal terakhir yang terucap dari bibir mulya almarhum di akhir hayatnya. Saya bangga sekaligus iri bahwa beliau mengakhiri hidupnya dengan kalimah Toyyibah, Lafdzul Jalalah. 

Kami ikut terlibat dalam proses pemulasaran jenazah sampai pemakaman. Segala sesuatunya berjalan lancar, banyak yang menolong, serta terjadi berbagai kemudahan. Banyak yang terlibat dan memberikan bantuan untuk prosesi pemakaman maupun hal-hal yang terkait dengan keluarga. 

Secara pribadi sebagai Ketua NU dan salah satu ketua MUI mengucapkan terima kasih kepada siapapun yang membantu Almarhum. Para Dokter dan Paramedis di klinik UMMI  dan Civitas Akademika UIN Malang. Juga para pejabat baik itu Walikota, Wakil Walikota, Bupati, Wakil Bupati, Kapolresta, Pak Agus Sur Wakil Ketua GM FKPPI, dan siapapun yang membantu. 

Ada banyak hikmah dari peristiwa ini. Bahwa kematian sesungguhnya terjadi karena ajal tiba, bukan karena sakit ataupun kecelakaan. Banyak yang kecelakaan yang sembuh dan tidak sampai wafat. Juga banyak yang sakit juga bisa diikhtiarkan kesembuhannya kembali. Jika Allah swt sudah memastikan ajal seseorang, maka yang terjadi adalah kehendak Allah akan ajal seseorang tersebut.

Saya yakin bahwa beliau adalah orang baik. Semoga surga menjadi tempat yang indah bagi beliau. 
Kesan pribadi saya tentang Almarhum adalah beliau adalah orang yang istiqomah dalam melaksanakan shalat berjamaah. 
Motto kami sama yaitu "Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi yang lain," dan beliau benar-benar mewujudkannya melalui ilmu yang dipelajari selama di pondok. 

Beliau tidak pernah mengeluh, selalu sabar, dan jarang sekali marah. Kami tahu bagaimana beliau berpikir ketika tidak setuju dengan suatu hal, tetapi cara beliau menyampaikan selalu dengan elegan. Beliau adalah orang yang tawadhu, rendah hati, dan luar biasa.

Saya yakin dan memberikan kesaksian bahwa beliau orang baik. dan surga pasti menjadi tempat kembalinya yang indah. Harapan untuk keluarga agar bisa meneladani apa yang baik dari beliau, mulai dari intensitas jamaahnya maupun pengabdiannya kepada ummat melalui NU. 

Semoga kita semua bisa meneladani dan melanjutkan perjuangan beliau yang hebat. (*) 

 

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Khoirul Anwar
Publisher : Rifky Rezfany

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES