Positive News from Indonesia

In Memoriam Cak Anam: Samudera Tinta yang Tak Pernah Kering

Rabu, 15 November 2023 - 09:33 | 48.42k
Choirul Anam, tokoh Nahdlatul Ulama dan Ansor Jawa Timur, meninggal dunia di usia 69 tahun, Senin (9/10/2023). (Foto: dok TIN)
Choirul Anam, tokoh Nahdlatul Ulama dan Ansor Jawa Timur, meninggal dunia di usia 69 tahun, Senin (9/10/2023). (Foto: dok TIN)

TIMESINDONESIA, SURABAYA – KETIKA pena berdansa di atas kertas, seringkali tinta yang tertinggal bukan sekadar kata. Tapi juga semangat dari jiwa yang menuliskannya. H. Choirul Anam, kami akrab memanggilnya Cak Anam, adalah penari yang mahir dalam hal ini. 

Seorang maestro yang mengajarkan kepada para jurnalis muda NU, bahwa pena itu bukan sekadar alat tulis, melainkan pedang keadilan, tameng integritas, dan terompet kebenaran.

Advertisement

Sebagai wartawan yang punya background NU, saya menjadi salah satu wartawan yang kerap berinteraksi dengan beliau. Saat era pemerintahan Presiden Gus Dur. Kala itu saya masih menjadi wartawan Jawa Pos di Surabaya dan Jakarta. 

Kini, sebulan lebih telah berlalu sejak Cak Anam menghembuskan nafas terakhirnya, 9 Oktober 2023 di usia 69 tahun. Namun kenangan tentangnya terus bergema di benak seperti nyanyian yang tak kunjung usai.

Ya, saya mengenalnya bukan hanya sebagai seorang senior di dunia jurnalisme, tetapi juga sebagai mentor dalam perjalanan saya di GP Ansor. Juga saat menjadi jurnalis muda. 

Dari Cak Anam pula, saya belajar bahwa jurnalis bukan hanya pekerjaan, melainkan panggilan untuk berpihak pada kebenaran yang diyakini hati.

Cak Anam adalah pribadi yang konsisten. Seorang pilar dalam dunia yang sering kali terombang-ambing oleh kompromi. Dia selalu menegaskan melalui tindakan dan kata-katanya, bahwa integritas tidak boleh dikorbankan demi penerimaan. Dalam keriuhan komunikasi atau keheningan refleksi, prinsipnya tetap sama: "Kita mungkin tidak bisa selalu berada di sisi yang menang, tapi kita bisa selalu berada di sisi yang benar."

Kebenaran dan keberanian adalah dua sisi mata uang yang sama dalam kehidupan Cak Anam. Seperti kata Martin Luther King Jr., "Waktunya selalu tepat untuk melakukan yang benar." 

Cak Anam hidup melalui kata-kata ini. Sebuah mantra yang ia ajarkan kepada kami semua. Baginya, berjuang untuk keadilan bukanlah pilihan, melainkan keharusan.

Selama bertahun-tahun, saya menyaksikan bagaimana Cak Anam memegang teguh nilai-nilai ini. Tidak hanya dalam karyanya tetapi juga dalam aksinya. Sebagai warga NU, ia tidak hanya mempraktikkan kepercayaannya, tetapi juga menunjukkan bahwa keimanan yang sejati membutuhkan pengabdian yang tercerahkan. NU, menurut Cak Anam, bukanlah sekadar organisasi, melainkan komunitas yang menginspirasi kebaikan, keberanian, dan keadilan.

Saya ingat saat itu, di bawah gemerlap lampu di ruangan Karah Agung, Cak Anam berbagi pemikirannya tentang kebenaran. "Ber-NU bukanlah tentang kesetiaan buta, tetapi tentang pengabdian yang tercerahkan," katanya. 

Cak Anam mengajarkan bahwa kebenaran tidak selalu populer. Tetapi selalu abadi. Kita harus berani menyuarakan kebenaran, bahkan ketika suara kita bergetar.

Konsistensi Cak Anam bukanlah hal yang ia simpan untuk dirinya sendiri. Ia menularkannya kepada siapa saja yang bersedia mendengarkan dan belajar darinya. 

Oase Kesejatian Jurnalis NU

Dalam dunia yang sering kali penuh kepura-puraan, Cak Anam adalah oase keaslian. Seperti batu karang yang tak tergoyahkan oleh hantaman ombak, ia tetap kokoh dalam kepercayaannya.

Integritas bukan hanya kata yang ia ucapkan, tetapi juga tindakan yang ia tunjukkan. Dari situ, ia menginspirasi generasi jurnalis yang sekarang mengisi ruang-ruang redaksi di mana pun medianya. Cak Anam telah menanamkan nilai-nilai ini dalam DNA jurnalisme yang kami praktikkan setiap hari, membimbing kami untuk selalu menulis dengan hati nurani sebagai kompas.

Mengenang Cak Anam, saya diingatkan oleh kata-kata Konfusius: "Ketika sudah jelas apa yang harus dilakukan, tidak ada gunanya bertindak lambat." 

Cak Anam memegang prinsip ini erat-erat. Tidak pernah menghindar dari tindakan yang perlu diambil. Tidak peduli betapa beratnya. Jalankan! 

Sebagai yuniornya, saya kerap menyerap setiap wejangan dan contoh yang Cak Anam berikan. Dalam perjuangan dan keberanian, Cak Anam tidak pernah sendiri. Dia membangun komunitas, sebuah keluarga yang tidak ditentukan oleh darah, tetapi oleh tinta dan semangat untuk kebenaran. Melalui contoh hidupnya, dia telah mengukir jalan bagi kami untuk mengikuti, jalur yang dipandu oleh keberanian moral dan kekuatan karakter.

Cak Anam juga seorang pemikir dan pendidik dalam ruhnya. Diskusi-diskusi sering kali membawa kepada ide-ide besar tentang keadilan, etika, dan peran pers dalam masyarakat. 

Cak Anam mengerti bahwa sebagai jurnalis memiliki kekuatan untuk mengubah narasi, untuk mempengaruhi pikiran dan hati. Tanggung jawab ini, menurut Cak Anam, tidak boleh dianggap enteng.

Metamorfosa Cak Anam Tak Pernah Mati

Kehilangan Cak Anam adalah kehilangan seorang guru, mentor, dan teman. Namun, warisan yang ia tinggalkan adalah harta yang tak terukur. Nilai-nilai yang dia ajarkan—integritas, keberanian, dan pengabdian pada kebenaran—telah menjadi pusaka bagi yang ditinggalkannya.

Setiap kali saya memegang HP dan memainkan untaian QWERTY dalam tutsnya, saya merasa seolah Cak Anam masih ada di sini. Menuntun hari jempol ini. Kenangannya, seperti huruf yang tidak pernah putus. Terus menginspirasi kata demi kata dalam tulisan. 

Dia telah memberikan pelajaran terakhir yang paling berharga: bahwa seorang jurnalis, seorang kader NU, seorang pejuang kebenaran, tidak pernah benar-benar mati. Mereka hidup dalam setiap kata yang kita tulis. Dalam setiap kebenaran yang kita bela. Dalam setiap prinsip yang kita pegang teguh.

Kompas Keteguhan Sikap NU Muda

Dalam kesunyian yang menyusul setelah kepergiannya, kita yang pernah mengenal Cak Anam menemukan kekuatan dalam warisan yang ia tinggalkan. Belajar untuk meneladani sikapnya yang tak pernah goyah, untuk menempa diri dalam nilai-nilai yang ia pegang teguh, dan untuk membawa terus estafeta yang ia lepaskan dengan kepergianya.

Di tengah hiruk-pikuk dunia yang kerap kali suram dan tidak pasti, nilai-nilai yang Cak Anam tanamkan menjadi kompas moral yang penuntun. Kita, para jurnalis dan kader yang pernah berada di bawah sayapnya, sekarang memegang tanggung jawab untuk melanjutkan misi yang belum selesai; untuk berbicara bagi yang tidak bisa berbicara, untuk menulis bagi keadilan yang masih harus diperjuangkan, dan untuk berpihak pada kebenaran yang tak tergoyahkan.

Cak Anam telah mengajarkan kita kami bahwa kekuatan sejati seorang jurnalis terletak pada kemampuan untuk menghadirkan kebenaran dalam tulisan yang berani dan jujur. Dia telah menunjukkan bahwa menjadi kader NU berarti lebih dari sekadar menyandang nama; itu tentang menjalankan nilai-nilai yang membuat organisasi ini hebat—kesetiaan pada akar yang kokoh, pengabdian pada ilmu dan kearifan, serta komitmen pada persaudaraan dan kemanusiaan.

Mentor dan Pejuang Visioner

Maka, saat saya melangkah lebih jauh dalam karier dan kehidupan, pelajaran yang Cak Anam berikan tetap menjadi fondasi yang tidak ternilai. Saya menemukan kedamaian dalam kata-kata dan tindakan saya, mengetahui bahwa ini adalah penghormatan terbaik untuk seorang mentor dan pemimpin yang visioner. 

Benar kata Plato, "Orang yang hidup tanpa meninggalkan jejak apapun, hidupnya tidak lebih dari sekadar bayang-bayang."

Mungkin bagi dunia, Cak Anam adalah seorang jurnalis, seorang kader NU, seorang pejuang. Tetapi bagi kita yang mengenalnya, ia adalah guru kehidupan, seorang penyulut api keberanian dalam jiwa, dan seorang pemberi warisan yang tidak pernah padam. Melalui tulisan ini, saya berharap untuk meneruskan sedikit dari api yang ia nyalakan.

Cak Anam, dalam kenangan dan warisannya, kita menemukan keberanian untuk berdiri teguh dalam badai. Kekuatan untuk tetap lurus meski dunia berbelok, dan inspirasi untuk terus menulis dengan pena yang tidak pernah kehilangan tinta. 

Cak Anam mungkin telah meninggalkan dunia ini, tetapi dalam kami, Cak Anam abadi. Ia terus hidup, setiap kali kami memilih untuk berdiri untuk kebenaran, setiap kali berani menyuarakan yang tidak populer, dan setiap kali memilih untuk tidak hanya mengingat apa yang Cak Anam ajarkan, tetapi untuk hidup melaluinya.

Dan begitulah, dalam kenangan tentang Cak Anam, kita menemukan tidak hanya kesedihan karena kehilangan, tetapi juga kekuatan untuk melanjutkan perjuangan. Warisannya tidak terletak pada kata-kata yang telah ditulis atau pada tindakan yang telah dilakukan, tetapi pada api yang terus menyala dalam semangat kita untuk berjuang dengan pena, berpihak pada kebenaran yang diyakini hati, dan berdiri teguh dalam kepercayaan yang tak tergoyahkan. 

Itulah Choirul Anam, Cak Anam bagi kami, seorang legenda yang akan selalu hidup dalam cerita dan tindakan kami.

Hikmah dan Spirit Cak Anam

Sebagai penutup, mari kita memetik hikmah dari kehidupan Cak Anam. Setiap kali kita dihadapkan pada keputusan sulit, setiap kali kita diuji oleh dilema etis, kita dapat bertanya pada diri sendiri; "Apa yang akan Cak Anam lakukan?" 

Dalam pertanyaan itu, kita akan menemukan keberanian untuk bertindak dengan bena. Tidak peduli seberapa besar tantangannya.

Warisan Cak Anam tidak terukir dalam prasasti marmer atau monumen besar, melainkan dalam praktik kehidupan sehari-hari kita. Ketika kita memilih untuk berdiri teguh dalam keadilan, ketika kita melawan arus demi kebenaran, ketika kita menulis dengan niat untuk mencerahkan, kita menghidupkan kembali semangatnya. Dia telah membuktikan bahwa seorang individu dapat membuat perbedaan. Bahwa pena memang lebih kuat dari pedang, dan bahwa kebenaran memang selalu menemukan jalannya untuk bersinar terang.

Kita yang terinspirasi oleh Cak Anam mengerti bahwa hidup adalah lebih dari sekadar rangkaian kejadian. Karena hidup adalah perjuangan untuk nilai-nilai yang lebih tinggi, pencarian yang tak pernah berakhir untuk makna yang lebih dalam. 

Kita telah belajar bahwa keteguhan hati bukanlah tentang kekakuan. Tetapi tentang kemampuan untuk tetap setia pada prinsip-prinsip, meski dihadapkan pada kegoncangan.

Dalam setiap tugas jurnalistik, dalam setiap aksi dan keputusan NU, dalam setiap langkah yang kita ambil sebagai individu, kita membawa semangat Cak Anam. Kita menjadi saksi hidup dari nilai-nilai yang ia perjuangkan. Dan mungkin, dalam mencoba meniru jejak langkahnya, kita dapat menjadi mentor bagi generasi yang akan datang, seperti dia telah menjadi mentor bagi kita.

Cak Anam telah pergi, namun kenangannya mengajarkan kita tentang keabadian nilai-nilai yang kita pegang teguh. Dalam perjuangan untuk kebenaran dan integritas, kita menemukan bahwa kita tidak pernah sendiri. 

Kita adalah bagian dari kontinuitas yang tak terputus. Sebuah cerita yang terus berkembang. Ditulis dengan tinta yang tidak pernah mengering,l. Dan, pada halaman sejarah yang tak akan pernah pudar.

Saya menutup tulisan ini dengan rasa hormat yang mendalam dan rasa syukur yang tak terkatakan kepada Cak Anam, seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Seorang pejuang "gila" tanpa seragam. Seorang yang keberaniannya akan terus menginspirasi untuk berjuang dengan prinsip, berpihak pada kebenaran yang diyakini hati, dan berdiri teguh untuk nilai-nilai yang kita yakini. Sebuah perjuangan untuk hari ini, besok, dan masa yang akan datang. Sugeng tindak Cak Anam! (*) 

* Penulis adalah Khoirul Anwar, yunior Cak Anam di Ansor Jatim. Founder TIMES Indonesia Network.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Khoirul Anwar
Publisher : Rifky Rezfany

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES