Positive News from Indonesia

Dia: Keteguhan Jiwa di Rimba Jakarta

Jumat, 24 Mei 2024 - 06:53 | 69.48k
Penulis dan Gus dr Muhammad Haris (kanan) makan di sebuah warteg di bilangan Blok M Jakarta. (Foto: TI Photo Media Network)
Penulis dan Gus dr Muhammad Haris (kanan) makan di sebuah warteg di bilangan Blok M Jakarta. (Foto: TI Photo Media Network)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Jakarta, 23 Mei 2024, pukul 08.22. Kota ini tetap menjadi metropolitan yang menjulang. Sebuah kota di mana mimpi-mimpi dianyam dalam kain gedung pencakar langitnya yang kian terpampang. 

Di kota ini pula, ambisi mengalir melalui nadi para penghuni dan penikmatnya. Di sini juga, nyaris sepanjang hari menjadi pengejaran tanpa henti akan kesuksesan dan kelangsungan hidup. Dalam rimba beton itu, kehidupan bergerak dengan kecepatan yang luar biasa. 

Advertisement

Jalan cepat-cepat takut ketinggalan kereta. Duduk berdesakan tanpa sepatah kata. Hanya tuts layar HP-lah yang jadi teman setia.

Detak jantung kota ini adalah simfoni dari klakson kendaraan. Satuan jalan yang hiruk-pikuk, dan dengungan mesin yang tiada henti.

Di tengah pusaran kemajuan ini, ada sebuah kenyataan yang sering kali terabaikan: kota besar ini tidak hanya membentuk nasib seseorang, tetapi juga jati dirinya. Setiap sudut Jakarta memiliki daya tarik yang dapat memikat jiwa dan mengubah karakter. Menjadikan penghuninya lebih hedonis, individualistis, dan egois atau membuat penhuninya menjadi pecinta syukur terbaik di hadapan Tuhannya.

Jalan-jalan yang megah, pusat perbelanjaan yang gemerlap, dan gaya hidup yang serba cepat sering kali menjerumuskan individu ke dalam lingkaran kesenangan yang dangkal dan materialistik.

Namun, di antara gemerlapnya kemewahan dan hiruk-pikuk kesibukan, ada satu sosok yang tetap berdiri kokoh dalam kesederhanaannya. Dia adalah seseorang - yang meskipun terpapar oleh segala kilauan dan godaan kota besar, tidak berubah sama sekali. Sosok ini adalah lambang dari keteguhan dan kemurnian hati, yang menolak untuk terseret dalam arus hedonisme dan egoisme.

Dia masih memilih untuk menikmati hidangan sederhana di warteg Blok M, tempat di mana rasa kebersamaan dan kesederhanaan masih terjaga. Di sana, di tengah kepulan asap dapur dan suara riuh klakson jalanan, dia tetap membawa pertemanan yang sejati. 

Makan di warteg di tengah kepungan kendaraan bukan-lah sekadar tentang menyantap makanan murah. Namun lebih dari itu. Itu adalah sebuah simbol perlawanan terhadap perubahan nilai-nilai yang dibawa oleh kehidupan kota besar.

Keputusan untuk tetap sederhana bukanlah hal yang mudah di Jakarta. Di kota ini, di mana setiap sudut menawarkan peluang untuk kemewahan dan kehidupan yang lebih baik, tetap setia pada nilai-nilai dasar adalah sebuah perjuangan. Namun, dia mengerti bahwa nilai sejati tidak bisa diukur dari apa yang dimiliki, tetapi dari siapa diri kita sebenarnya.

Di warteg itu, di antara piring-piring yang berderak dan percakapan hangat, dia menunjukkan bahwa kesederhanaan adalah bentuk kebijaksanaan yang paling murni. Dalam dunia yang semakin dipenuhi oleh keserakahan dan individualisme, kesederhanaan menjadi oasis yang langka dan berharga. 

Warteg menjadi tempat perenungan. Tempat di mana setiap suapan adalah pengingat akan pentingnya kerendahan hati dan rasa syukur.

Bagi banyak orang, Jakarta adalah tempat untuk mengejar impian besar dan meraih segala hal yang diinginkan. Namun, bagi dia, Jakarta adalah tempat untuk menemukan dan menjaga jati diri yang sejati. Dalam keramaian kota yang tidak pernah tidur ini, dia tetap teguh pada prinsip-prinsipnya. Menolak untuk terhanyut dalam arus yang memabukkan.

Dia memahami bahwa kehidupan bukanlah tentang seberapa banyak yang dimiliki, tetapi tentang seberapa banyak yang bisa dibagikan. Kesederhanaan yang dia jalani adalah cerminan dari kearifan yang mendalam, yang mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati tidak datang dari kemewahan, tetapi dari ketenangan jiwa. Di tengah hiruk-pikuk Jakarta, dia adalah mercusuar yang menuntun banyak orang untuk kembali pada nilai-nilai dasar kehidupan.

Dengan hati yang jernih dan pikiran yang tenang, dia menjalani hari-harinya tanpa beban keserakahan atau ambisi yang berlebihan. Setiap langkahnya di jalanan Jakarta adalah simbol dari sebuah perjalanan spiritual yang mendalam. Di mana setiap tantangan dan godaan dihadapi dengan kesabaran dan kebijaksanaan.

Memahaminya adalah pengingat bahwa di balik gemerlapnya kehidupan kota besar, ada ruang untuk kesederhanaan dan kejujuran. Di antara gedung-gedung megah dan kehidupan yang serba cepat, masih ada tempat bagi jiwa yang tulus dan hati yang murni. Warteg, dengan segala kesederhanaannya, menjadi saksi bisu dari kekuatan karakter yang tidak tergoyahkan oleh arus perubahan.

Dalam dunia yang terus berubah ini, dia adalah bukti hidup bahwa kesederhanaan adalah bentuk kebahagiaan yang paling tulus. Di tengah gemerlap Jakarta, dia tetap menjadi dirinya sendiri. Sederhana, dan penuh dengan rasa syukur. Karenanya, Warteg bukan hanya tempat makan, tetapi juga tempat di mana nilai-nilai kehidupan sejati dipertahankan dan dirayakan.

Siapa si dia? Dia adalah sahabat yang selalu menginspirasi; Gus dr Muhammad Haris. Si calon bupati Probolinggo 2024-2029 itu! (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rifky Rezfany

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES