Positive News from Indonesia

Obituari Om Habib (1): Kisah Cinta, Toleransi, dan Kepedulian yang Abadi di Kupang

Jumat, 18 Oktober 2024 - 18:34 | 84.54k
Almarhum Habib Abdurahman Gudban. (Foto: Istimewa)
Almarhum Habib Abdurahman Gudban. (Foto: Istimewa)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, KUPANG – Namanya Habib Abdurahman Gudban. Nama itu tertera di akta lahir dan setiap identitasnya yang lain. 

Beliau lahir dan besar di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ia  sebagai bagian dari minoritas di sana. Namun, meski menyandang gelar 'Habib,' tak banyak yang tahu arti nama tersebut. 

Advertisement

Orang-orang hanya mengenalnya dengan panggilan akrab: Pak Habib, Ami Habib, atau yang paling sederhana; Om Bib. 

Om Habib tak pernah mempermasalahkan. Apalagi menjelaskan. Karena baginya, nama tak lebih penting dari tindakan yang tulus.

Om Habib adalah anak yang tumbuh di Kampung Islam, Air Mata, Kupang. Ia bukan hanya sekadar bagian dari komunitas, tapi sosok penggerak. 

Sejak tahun 1963, Om Habib aktif memegang berbagai jabatan dalam organisasi, baik yang bersifat umum maupun keagamaan. Dari Ketua Ansor, Komandan Banser, hingga Wakil Ketua PWNU NTT. 

Om Habib juga dikenal sebagai wasit hakim nasional PERTINA dan Ketua Gabungan Pengusaha Bioskop. Di antara banyak perannya, satu hal yang selalu ia bawa ke manapun ia melangkah adalah sikap penuh tanggung jawab dan dedikasi.

Cinta sejati dalam hidupnya datang saat Om Habib menikahi Tjang Giok Lang, yang biasa dipanggil Aci Lang, seorang gadis keturunan Tionghoa. Bersama Aci Lang, pasutri ini dikaruniai enam orang anak. 

Kehidupan rumah tangga Om Habib mencerminkan keindahan toleransi dan harmoni antar suku dan agama di Kupang. Semboyan ketong samua basodara bukan hanya slogan di bibir, tetapi hidup dalam setiap tindakan dan langkahnya.

Sosok Om Habib dikenal tegas dan pemberani. Namun di balik sikapnya yang kuat, tersembunyi hati yang lembut dan penuh belas kasih. 

Sebagai minoritas di Kupang, ia ‘tau diri,’ menjaga kerukunan di tengah masyarakat. Kehadiran Om Habib menjadi jaminan bagi ketenteraman dan keamanan antaragama di Kupang. Warga mayoritas maupun minoritas hidup berdampingan dengan rasa nyaman—dengan rasa saudara yang tak pernah pudar.

Namun, di tahun 1998, sebuah tragedi menghantam kota. Kerusuhan antaragama meletus di Kupang. Menyisakan luka yang dalam bagi semua pihak. 

Kala itu, kampung-kampung Islam diserang, namun yang tak terlupakan adalah saudara-saudara non-Muslim turut menjaga dan melindungi, layaknya Banser atau Kokam di Jawa. 

Dalam situasi genting itu, Om Habib yang sedang berada di Jawa segera terbang pulang. Dengan keberanian yang tiada tanding, ia datang sendiri menemui para tokoh Kristen dan Katolik. 

Ketulusan hati dan kebijaksanaan Om Habib membuatnya diterima oleh semua pihak. Ia berbicara, berdiskusi, dan perlahan situasi mulai membaik, meski tentu butuh upaya besar dari semua pihak, termasuk pemerintah.

Om Habib bukan hanya bapak biologis bagi enam anaknya, tetapi juga bapak bagi banyak orang di NTT. Termasuk penulis, yang sempat menjadi anak angkat beliau semasa penulis lama bertugas sebagai peneliti JPIP (Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi) di 8 kabupaten di NTT.

Rumahnya selalu terbuka bagi anak-anak dari berbagai pelosok, yang kemudian tumbuh menjadi tentara, guru, polisi, dan petani. Kasih sayang dan bimbingannya tak terbatas pada darah, tapi juga pada jiwa-jiwa yang merindukan arahan.

Saat istri tercinta, Aci Lang, berpulang, Om Habib terpuruk dalam duka yang mendalam. Kehilangan jantung hati membuatnya harus membesarkan anak-anaknya seorang diri selama 12 tahun. Meski begitu, ia tetap tegar, dan kemudian menikah lagi dengan seorang wanita keturunan Arab.

Seiring bertambahnya usia, kiprah Om Habib dalam organisasi mulai berkurang. Namun, hatinya tetap dipenuhi cinta untuk Kupang. Ia tak pernah mau meninggalkan tanah kelahirannya, meskipun anak-anaknya mengajaknya tinggal di Jawa. 

“Biar sa, bae sonde bae di Kupang sa,” katanya. Kupang adalah rumah yang tak tergantikan, tempat di mana ia ingin selalu berada.

Pada Rabu, 9 Oktober 2024, Om Habib berpulang ke Rahmatullah di kampung halamannya, Kupang. Lautan manusia mengiringi langkah terakhirnya. Dari mereka yang menshalatkan hingga yang mengantar ke peristirahatan terakhir. Tangisan dan doa bercampur dalam duka, namun di atas segalanya, adalah rasa syukur telah mengenal seorang seperti Om Habib.

Selamat jalan, Om Habib. Kami bersaksi bahwa engkau adalah orang baik. Bapak yang baik bagi anak-anakmu, anak-anak angkatmu, dan bagi seluruh masyarakat Kupang. 

Jannah, Insya Allah, menanti kehadiranmu Bib. (*)

* Penulis adalah Khoirul Anwar, pengurus LTN PBNU, wakil ketua PCNU Malang, 'anak angkat' almarhum semasa bertugas di Kupang.

 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rifky Rezfany

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES