
TIMESINDONESIA, SURABAYA – Baru saja kita melewatkan Hari Raya Idul Adha. Hari raya umat Islam ini juga disebut Hari Raya Besar, karena sebutan Bulan Dzulhijjah sebagai bulan Besar dalam penanggalan Jawa. Juga Hari Raya Haji atau Hari Raya Kurban.
Seperti hari raya yang lain, Idul Adha memiliki implikasi yang besar dalam perekonomian. Jika Idul Fitri diikuti oleh konsumsi tinggi untuk puasa dan berlebaran, Idul Adha membawa implikasi yang besar untuk kebutuhan haji. Bisa dihitung berapa pengeluaran 200 ribu jamaah haji Indonesia dengan biaya Rp 33 juta, di luar keperluan persiapan dan “selamatan” haji.
Advertisement
Selain haji, ibadah kurban juga memiliki dampak multiplier ekonomi yang besar. Sebab, kurban menjadi ibadah yang menyentuh lapisan masyarakat luas, karena tidak dibatasi ruang. Meski sifatnya bukan wajib, namun imbauan untuk berqurban bagi keluarga mampu membuat permintaan terhadap hewan kurban meningkat pesat. Menurut catatan Kementerian Pertanian, rata-rata permintaan sapi dan kambing meningkat 10-15%, bahkan di beberapa daerah mencapai 50%.
Melihat tren kesadaran masyarakat untuk berqurban, potensi ekonomi ibadah kurban ini luar biasa. Berkurban disunnahkan kepada setiap keluarga mampu. Di Indonesia, terdapat sekitar 65 juta keluarga di mana sekitar 87% nya atau sekitar 59 juta keluarga merupakan keluarga muslim. Dengan jumlah penduduk miskin sekitar 11,7%, diperkirakan jumlah keluarga muslim sejahtera sekitar 50 juta keluarga. Dengan asumsi 20% saja keluarga muslim sejahtera yang berkurban, maka diperlukan 10 juta kambing atau 1.428.571 sapi (satu sapi untuk 7 keluarga).
Perdagangan hewan kurban tidak hanya melibatkan aktivitas jual beli hewan, namun juga melibatkan jasa angkutan, jasa pemotongan hewan, jasa dokter hewan untuk memeriksa kondisi hewan qurban dan lainnya. Ini dapat disebut sebagai multiplier effect atau efek pengganda dari suatu aktivitas ekonomi. Kurban sebagai suatu aktivitas ekonomi dapat menggerakkan beragam aktivitas ekonomi yang ada di masyarakat.
Meski demikian, masih ada sejumlah permasalahan yang perlu dicarikan solusi agar kurban dapat secara optimal berperan bagi ekonomi masyarakat. Pertama, kenaikan permintaan qurban adalah hal yang baik. Namun, permintaan yang tinggi tanpa disertai suplai yang cukup justru akan menaikkan harga komoditas tersebut dan malah menghambat umat Islam untuk berqurban di masa mendatang. Oleh sebab itu, ketersediaan hewan kurban menjadi penting untuk diperhatikan.
Pemerintah perlu membuat perencanaan komprehensif agar nilai sebesar itu dinikmati oleh masyarakat. Bukan dari impor. Perlu disiapkan sentra-sentra peternakan kambing, domba, dan sapi untuk memenuhi kebutuhan hewan qurban setiap tahun. Wakaf tanah dapat dikelola secara produktif melalui usaha pembibitan dan penggemukan sapi di tiap-tiap provinsi. Kemandirian provinsi untuk mengelola peternakan sapi dan kambing di wilayahnya akan dapat mengelola distribusi hewan kurban dengan lebih efisien. Ini juga dapat menekan ketergantungan daerah terhadap sapi dan kambing dari daerah lain maupun hewan impor, baik saat Idul Adha maupun hari lainnya.
Kedua, adanya potensi kurban sebagai suatu sarana bagi masyarakat untuk menabung. Lembaga keuangan syariah seperti bank syariah dan baitul maal wa tamwil(BMT) seharusnya dapat mendorong masyarakat untuk menabung sejak satu tahun sebelumnya.
Gerakan menabung kurban, bila digerakkan secara massif, akan memiliki manfaat besar bagi perekonomian. Sebagai contoh, jika 1.000 orang menabung qurban Rp 200.000 per bulan, maka setiap bulan ada simpanan Rp 200.000.000 yang dapat digunakan membiayai usaha peternakan.
Isu ketiga terkait pengolahan hewan kurban. Selama ini, daging qurban langsung dibagi ke masyarakat dalam bentuk daging segar. Ini baik, namun selayaknya dapat ditingkatkan. Salah satu bentuknya, lembaga amil zakat dapat menggandeng perusahaan pengolahan daging untuk melatih komunitas pengajian muslimah terkait pengolahan daging sapi dan kambing yang menyehatkan. Ini penting agar penerima daging kurban dapat mengolah daging secara baik sehingga dapat menyehatkan masyarakat dan meningkatkan produktivitas umat.
Berdasarkan pemaparan di atas, kurban telah memiliki peran dalam menjalankan ekonomi umat. Akan tetapi, sejumlah hal dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat qurban tersebut. Oleh sebab itu, penting bagi setiap komponen umat Islam untuk terus berinovasi agar ibadah qurban mampu menjadi instrumen ekonomi yang kaffah (menyeluruh) memberikan dampak yang besar sebagaimana pengorbanan Ibrahim dan Ismail pada masa lalu. (*)
Dr. Tika Widiastuti, SE., MSi adalahDosen Departemen Ekonomi Syariah FEB Universitas Airlangga
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Publisher | : Rochmat Shobirin |