Kopi TIMES

Keteladanan Sang Kakek, Pembelajar Tanpa Sekolah

Jumat, 17 Januari 2020 - 20:56 | 106.61k
M. Ramli Wartawan TIMES Indonesia dan penulis buku
M. Ramli Wartawan TIMES Indonesia dan penulis buku

TIMESINDONESIA, JOMBANG – SEKITAR pukul 23:00 WIB, Kamis (17/1/2020), mata sudah hampir lelap, baru selesai mematikan lampu kamar asrama, tiba-tiba smartphone saya berbunyi, ada telefon dari Emak di kampung, Giligenting Sumenep, Madura. Dengan nada serak nan pelan. "Kakekmu sudah gak ada. Kalau bisa pulang malam ini".

Rasa kantuk di mata tiba-tiba lenyap seketika. Air mata tak terasa mengalir tanpa diminta. Ya, kakek saya, "sang teladan" itu, telah dipanggil oleh-Nya, untuk selamanya. Saya termenung dalam sejenak, pikiran tak bisa dikendalikan. Rasa kehilangan serasa menghunjam ketenangan malam yang pekat. Ini kepulangan yang nestapa dari perantaun saya di Jombang. Hampa sepanjang jalan kepulangan.

Kakek tak pernah sekolah, dia tak pernah mengenal kurikulum macam apapun, tetapi bagi saya, beliau adalah sosok pembelajar sejati.

Kelasnya adalah alam, gurunya adalah ombak dan angin. Saya sangat bangga dengannya, semasa hidup kakek, dia tak suka "berceramah" apapun agar cucu-cucunya agar selalu belajar, namun teladannya sudah cukup membuat saya berpikir tentang makna belajar yang sesungguhnya.

Sedikitnya ada tiga hal yang saya pelajari dari kakek Sahbi bin Abdullah, sebagai bekal untuk mengarungi hidup yang panjang.

Pertama, dia memberikan teladan tentang kedisiplinan menunaikan salat lima waktu.

Saya masih ingat betul saat beliau masih sehat, beliau adalah sosok yang tak suka berleha-leha dalam waktunya. Melaut (memancing) adalah mata pencahariannya sehari-hari, tetapi masalah salat adalah nomor satu. Ketika azan berkumandang, beliau langsung beranjak ke tempat salat, tak ada alasan sakit atau pun sibuk.

Ketika saya di bangku SMA, kakek sudah berjalan memakai tongkat, pendengaran, dan penglihatannya pun sudah berkurang. Hebatnya, salat Jumat ke masjid pun tak pernah tertinggal, meski jaraknya cukup jauh, namun tak ada yang menghalangi langkah ikhlasnya.

Kedua, tauhidnya yang lurus. Kakek adalah pribadi yang berprinsip lurus dalam keimanan. Dia teguh dengan kepercayaannya, tak mau mencampur-adukkan persoalan di luar logika agama yang sehat.

Nenek pernah bercerita begini, konon kakek pernah bersilaturrahim ke salah satu tokoh masyarakat di kampung. Setelah itu, dia diberi benda (jimat) oleh tokoh tersebut. Kata tokoh tersebut, jimat itu bisa menjadikan kakek mendapatkan banyak ikan.

Kakek saya pun menerimanya (pura-pura). Memang benar, jimat itu dibawa ke laut, tetapi sampai di laut, bukan menggunakan malah membuangnya ke laut. Menurutnya, jimat adalah sesuatu yang tidak logis dalam persoalan mencari rezeki. Cukuplah doa dan usaha.

Meskipun beliau tidak pernah mendalami agama di sekolah, tetapi masalah akidah beliau tidak kenal kompromi sedikit pun. Suatu kemajuan berpikir yang melampaui zamannya. Langkah purifikasi yang diambil saat masyarakat masih kuat memegang teguh kepercayaan yang tak bisa diterima akal sehat.

Ya, di masa kakek, jimat adalah hal yang tak bisa dibuat main-main. Sakral dan banyak yang masih percaya. Bahkan ada yang percaya, kalau tidak digunakan "katanya" akan kualat. Kakek tak sedikitpun menghiraukan hal itu.

Terakhir, tentang teladan literasi. Hobi saya membaca dan menulis, tak bisa muncul dan lahir begitu saja. Transformasi literasi itu saya dapat salah satunya dari kakek. Dia memang tidak sekolah, namun membaca adalah kebiasaannya.

Penglihatannya memang rabun sejak saya masih Sekolah Dasar (SD). Hal itu pun tak menyurutkan motivasinya dalam membaca. Beliau duduk santai di serambi rumah menikmati buku bacaannya, sembari menunggu sore hingga matahari pun tenggelam. Setahu saya buku-buku beliau adalah kebanyak tentang agama, khususnya salat.

Kini, kakek memang telah berpindah ke dimensi alam yang berbeda. Tubuhnya mati terkubur tanah, namun nilai-nilai keteladanannya selalu untuk generasi dan keluarganya. Abadi selamanya. Selamat jalan kakek. Engkau teladan kami di alam yang fana.(*)

*) Oleh: M. Ramli Wartawan TIMES Indonesia dan penulis buku 

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok
Sumber : TIMES Jombang

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES