Peristiwa Daerah

Ada Cerita Rakyat di Balik Tradisi Bagi Hasil Panen Padi di Pangandaran

Kamis, 04 Februari 2021 - 18:49 | 135.66k
Warga melakukan aktivitas panen padi (Foto : Syamsul Ma'arif/TIMES Indonesia)
Warga melakukan aktivitas panen padi (Foto : Syamsul Ma'arif/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PANGANDARAN – Mungkin tak banyak yang tahu di balik tradisi bagi hasil panen padi antara pemilik lahan dan buruh tani di Kabupaten Pangandaran ternyata ada cerita rakyat yang unik.

Benar atau tidak cerita rakyat tersebut memang hingga kini belum ada kajian ilmiah atau akademis. Namun pada praktiknya hingga sekarang hal itu masih dilakukan.

Advertisement

Pada musim panen padi, buruh tani di perkampungan yang tidak mempunyai lahan sawah bisa merasakan kegembiraan sama dengan pemilik lahan.

Petani Padi a

Buruh tani bisa menggantungkan hidup kepada pemilik lahan dengan cara ikut panen padi atau gacong. Porsi bagi hasil panen padi yang sudah lumrah yaitu dengan hitungan enam takar untuk pemilik lahan sedangkan upah buruh tani satu takar.

Salah satu warga Pangandaran, Aman Suherman mengatakan, bagi masyarakat Desa Cikalong, Kecamatan Sidamulih bagi hasil panen padi enam berbanding satu diambil dari kisah pertempuran yang tertuang pada Babad Jambu Handap.

"Pada Babad Jambu Handap menceriterakan pertempuran antara Eyang Jongkrang alias Sabda Jaya penguasa daerah Jambu Handap dengan enam orang pasukan dari Kerajaan Sukapura," kata Aman.

Dalam cerita tersebut, enam pasukan dari Kerajaan Sukapura ingin menguasai daerah Jambu Handap. Namun, Eyang Jongkrang mempertahankannya sehingga terjadilah pertempuran. Pertempuran terjadi di Jambu Handap yang pada waktu itu lokasinya terdapat tiga perbukitan.

Petani Padi b

"Perbukitan itu hancur karena keenam orang pasukan dari Kerajaan Sukapuran dan Eyang Jongkrang mengadu ilmu kesaktian yang dimilikinya masing-masing," jelas Aman.

Hasil pertempuran yang terjadi itu tidak diterangkan siapa yang menang dan yang kalah. Namun berdasarkan sumber lain menerangkan, ketujuh orang yang terlibat dalam pertempuran semuanya tewas di lokasi.

Kemudian, perbukitan yang hancur itu dijadikan lahan pertanian sawah dengan luas kurang lebih 4 hektare oleh masyarakat. "Saat pertama kali panen padi pada tahun 1200 Masehi hasil pertanian harus dibagi enam berbanding satu," terangnya.

Jadi, hitungan tersebut merupakan penghargaan kepada tujuh orang yang telah meratakan perbukitan karena pertempuran sehingga menjadi areal pesawahan di wilayah Kabupaten Pangandaran. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES