
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Aparat keamanan Indonesia benar-benar harus ekstra waspada. Ini setelah, rangkaian aksi teroris di tanah air kembali muncul. Belum sembuh luka karena bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, aksi teror kembali menerpa di Mabes Polri Rabu (31/3/2021) kemarin.
Dalam kejadian itu diketahui, seorang perempuan muda berinisial ZA dengan berani masuk ke halaman Mabes Polri, membawa senjata secara mengancam. Beruntung, pihak keamanan langsung mengambil sikap dengan melepaskan tembakan hingga menyebabkan perempuan yang diketahui asal Jakarta Timur itu meninggal di tempat.
Advertisement
Dari pemaparan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sendiri, terduga teroris yang masih berusia 25 tahun itu melakukan penyerangan di Mabes Polri kemarin adalah berideologi radikal ISIS. "Ini dibuktikan dengan postingan yang bersangkutan di sosial media," katanya dikutip dari Antara.
Tentu ini menjadi Pekerjaan Rumah (PR) bersama. Pasalnya, dewasa ini bukan hanya terjadi aksi-aksi langsung di lapangan. Para aparat di berbagai daerah juga berhasil mengamankan para terduga teroris tersebut.
Misalnya baru-baru ini adalah Densus 88 Polri sudah menangkap 22 terduga teroris di wilayah Jawa Timur dalam sepekan ini. Mereka yang ditangkap itu diduga terafiliasi dengan jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI).
Rabu (31/3/21) malam kemarin, Kapolresta Bandung Kombes Pol Hendra Kurniawan juga berhasil menangkap dua orang pria terduga teroris, dan penggeledahan di sebuah rumah kontrakan di Komplek Sanggar Indah Banjaran Kecamatan Cangkuang, Bandung.
Sinyal Darurat
Ketua Komisi III DPR RI, Herman Herry mengatakan, serangan di Mabes Polri itu menjadi sinyal darurat bagi Polri, BNPT, dan BIN, mengingat dua aksi teror telah terjadi secara beruntun selama seminggu terakhir.
"Saya sebagai Ketua Komisi III meminta kepada Polri dan BNPT sebagai mitra kami untuk memperkuat fungsi intelejen dalam mendeteksi kejadian serupa dikemudian hari," jelasnya dalam keterangan tertulisnya yang diterima Kamis (1/4/2021).
Herman menyampaikan, penangkapan terduga teroris beberapa waktu belakangan ini yang dilakukan kepolisian ternyata belum cukup efektif dalam membenam potensi aksi teror. Oleh sebab itu, Politikus PDIP itu mendesak agar kepolisian mengejar dan menangkap pelaku teror hingga keakarnya.
"Tindakan tersebut sungguh sangat melukai rasa kemanusiaan yang tidak dibenarkan oleh seluruh umat agama. Oleh sebab itu, saya mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas jaringan terorisme di Indonesia," ujarnya.
Masalah Serius
Sekjen PP Muhammadiyah, Abdul Mukti menyampaikan, kejadian di Mabes Polri kemarin merupakan tamparan keras bagi aparatur keamanan, khususnya kepolisian. Hal itu karena dilakukan di jantung dari komando keamanan nasional.
Kata dia, pesan yang disampaikan adalah bahwa ancaman terorisme itu bukan merupakan suatu masalah yang sederhana. Tetapi memang masalah yang sangat serius
"Tentu saja kita tidak bisa melihat Itu dari sisi skalanya tapi dari sisi apa yang dilakukan itu memberikan satu pesan yang sangat kuat bahwa ancaman terorisme ini adalah masalah yang sangat serius," katanya kepada TIMES Indonesia.
Oleh karena itu, lanjut dia, setelah peristiwa di Makassar dan di Mabes Polri, semua pihak tidak bisa memandang ini secara biasa-biasa saja. Harus ada perhatian yang sungguh-sungguh dan pengamanan yang ekstra ketat, khususnya kepada kepolisian.
"Karena memang selain polisi merupakan aparatur keamanan yang berada di barisan terdepan, dalam penanggulangan terorisme. Mereka juga harus kemudian tidak hanya melindungi dan memberikan jaminan keamanan bagi masyarakat, tetapi juga harus melindungi dirinya sendiri," ujarnya.
Bukan Lagi PKI
Ketua Umum Pengurus Besar Nadhlatul Ulama KH Said Aqil Siradj menekankan, saat ini bahaya laten yang dihadapi Indonesia bukan lagi paham komunisme atau Partai Komunis Indonesia (PKI), melainkan terorisme dan radikalisme.
"Mohon maaf, saya berani mengatakan bukan PKI bahaya laten kita, tapi radikalisme dan terorisme yang selalu mengancam kita ini," katanya seperti dikutip dari TVNU
Ia mengatakan, dirinya mendapatkan informasi bahwa saat ini masih ada enam ribu pelaku terduga terorisme yang belum tertangkap oleh kepolisian Indonesia. Ia menduga, kelompok teroris ini merupakan bagian dari jaringan Jamaah Asharut Daulah (JAD).
Menurutnya, kelompok ini bisa lebih ekstrem ketimbang Jamaah Ansharut Tauhid pimpinan Abu Bakar Baasyir. Sebab, JAD beranggapan, seluruh pihak yang berseberangan dengan mereka kafir.
"Beda dengan Ansharut Tauhid, JAT Abu Bakar Baasyir itu yang disasar nonmuslim, gereja, nonmuslim yang harus dihabisin. Kalau JAD, kita semua halal darahnya," ujarnya.
Perbaiki Sistem Pendidikan
Imam di Islamic Center of New York, Imam Shamsi Ali berpendangan, terorisme itu ada pada cara pandang personal, bukan kelompok tertentu. Kata Shamsi Ali, melabeli kelompok-kelompok tertentu dengan label radikal atau teror hanya akan menambah kekisruhan dan perpecahan.
"Karenanya hentikan saling menuduh. Perbaiki sistem pendidikan Islam sehingga terjadi paham agama yang imbang. Tidak hanya bersifat emosional," ujarnya saat dihubungi kemarin.
Laki-laki kelahiran Bulukumba, Sulawesi Selatan itu menambahkan, yang tidak kalah pentingnya perlu dirajut ukhuwah dan kebersamaan. Sehingga semua elemen Umat bersama-sama menghadapi tendensi radikalisme dan terorisme dengan baik. Karena itu adalah musuh Umat bersama.
"Yang lebih penting perlu membangun rasa keadilan untuk semua. Mereka yang melakukan kekerasan atau terorisme didahului oleh kekecewaan-kekecewaan tertentu. Ketidakadilan adalah akar terorisme yang paling nyata. Ini yang perlu diperangi bersama," ujarnya soal aksi teroris. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |