Kuliner

Jepang Punya Vending Machine Daging Ikan Paus, Ini Harganya!

Kamis, 26 Januari 2023 - 02:26 | 76.11k
Daging paus kemasan yang di jual di vending machine Jepang. (Foto: Tangkapan Layar)
Daging paus kemasan yang di jual di vending machine Jepang. (Foto: Tangkapan Layar)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Bicara tentang hal unik Jepang memang seperti tidak pernah ada matinya. Termasuk adanya vending machine daging ikan paus. Namun meskipun unik, penjualan bahan makanan ekstrim yang disebut Tulkun dalam film Avatar  ini menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat. 

Penjualan daging teman-teman Payakan (nama salah satu paus dalam film Avatar) bukanlah hal yang baru lagi di  Negeri Sakura tersebut. Kebiasaan ini sudah dimulai sejak jaman nenek moyang saat Perang Duni terjadi hingga terjadi kelangkaan bahan pangan.

Namun kebiasaan tersebut mulai berkurang sejak tahun 60'an. Dilansir dari The Guardian data dari Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Jepang, penduduk setempat mengkonsusmsi sekitar 233.000 ton daging paus pada tahun 1962. 

Jumlah tersebut melebihi konsumsi sapi dan ayam yang hanya mencapai 157.000 dan 155.000 ton pada tahun yang sama. Namun pada akhir tahun 2021 Kementrian mengeluarkan data terbaru konsumsi daging paus penduduk Jepang menurun hingga hanya 1.000 ton dalam setahun. 

Semua aktifitas produksi hingga penjualan dilakukan oleh satu perusahaan bernama Kyodo Senpaku. Perusahaan tersebut memburu bangsa Tulkun yang berada di sekitar Laut Selatan. Aksi perburuan ini pula yang memicu beberapa oraganisasi pencinta satwa laut melayangkan protes besar-besaran karena di rasa kurang manusiawi. 

Penjualan Daging Paus di Vending Machine

Kyodo Senpaku mengolah bahan makanan tersebut di gudang khusus. Bahkan kini perusahaan ini sudah memiliki 2 cabang toko besar yang mengkhususkan diri pada penjualan potongan ikan raksasa ini.

Mereka memulai penjualan dan melakukan tes pasar pada akhir tahun 2022 lalu. Setelah dirasa sukses perusahaan ini memasang sekitar 7 buah vending machine sekaligus di pusat kota Tokyo.

Mesin-mesin ini menawarkan berbagai bagian ikan paus. Tak hanya potongan binatang laut dengan ukuran lebih besar dari rumah tersebut, mesin ini juga menawarkan daging impor kalengan dari Irlandia, daging babi, dan steak.

Daging segar yang sering digunakan sebagai bahan dasar sashimi juga ada dalam mesin tersebut. Harga bahan makanan dalam vending machine tersebut dijual bervariasi namun masih cukup terjangkau, mulai dari Rp115 K hingga Rp340 K per bungkus kecil (kurang dari setengah kilo).

Meski tak murah namun penjualan irisan ikan teman-teman Payakan ini cukup laris. "Beberapa barang sudah terjual habis," ungkap Konomu Kubo, juru bicara Kyodo Senpaku. 

Vending Machine Daging Ikan Paus Menuai Pro-kontra

Naiknya kembali budaya mengkonsumsi Tulkun ini mendapatkan tanggapan positif dan negatif dari para warga. Beberapa lembaga menuduh perusahaan tersebut sengaja menaikkan kembali budaya tak beradab yang hampir hilang. 

"Kegiatan pemasaran yang bertujuan meningkatkan penjualan makanan berbahan ikan paus ini sebenarnya dibuat untuk melindungi berjalannya perusahaan dan menaikkan tingkat konsumsi daging ikan paus yang menurun," ungkap KOnservasi Paus dan Lumba-lumba Jepang melalui rilis. 

Mereka juga mebuka luka lama yakni aksi pemerintah Jepang yang bahkan medukung kegiatan tersebut dengan menambahkan suntikan dana sekitar Rp 500 Milyar ke perusahaan tersebut. Menurut mereka kegiatan ini tak lepas dari isu politik saja. 

Di sisi lain, beberapa warga Jepang merasa bersyukur dengan adanya vending machine daging ikan paus tersebut. Daging tersebut bagi beberapa orang akan membangkitkan kenangan lama. Sementara itu Kyodo Senpaku bulan depan berencana membuka cabang toko yang ketiga. Mereka juga berencana meletakkan 100 buah vending machine lagi di beberapa lokasi strategis di Kyoto. 

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Khodijah Siti
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES