Peristiwa Nasional

Menyongsong Keputusan MK terhadap Sengketa Pilpres 2024

Sabtu, 20 April 2024 - 09:03 | 58.93k
Oleh: Prof. Drs Andy Fefta Wijaya, MDA, Ph.D, Guru Besar Ilmu Kebijakan Publik FIA UB, Ketua Forum Dekan Ilmu-Ilmu Sosial PTN se Indonesia, Ketua Dewan Pakar Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia.
Oleh: Prof. Drs Andy Fefta Wijaya, MDA, Ph.D, Guru Besar Ilmu Kebijakan Publik FIA UB, Ketua Forum Dekan Ilmu-Ilmu Sosial PTN se Indonesia, Ketua Dewan Pakar Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia.

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Perhelatan Pemilihan Umum Nasional 2024 untulk Pilihan Presiden (Pilpres) dan Wakil Presiden, serta Legislatif (DPR & DPRD) sudah selesai dilaksanakan. Anggaran yang disediakan untuk menyelenggarakan pesta demokrasi tersebut juga tidak main-main besarnya yaitu sebesar Rp 71,3 Triliun. Sehingga patut disyukuri hajatan demokrasi di Indonesia ini dapat terlaksana dengan baik, walaupun tetap ada pro dan kontra terhadap hasil yang didapatkan. 

Pilpres dimenangkan oleh pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming dengan jumlah pemilih sekitar 96 juta lebih. Sedangkan suara kedua diperoleh oleh pasangan Anis Baswedan dan Muhaimin Iskandar sekitar 40 juta lebih. Lalu di posisi terakhir adalah Ganjar Pranowo dan Mahfud MD 27 juta lebih. 

Perbandingan angka tersebut cukup signifikan di mana suara pasangan Prabowo mempunyai margin 50 juta lebih dibanding dengan pasangan Anies. Bahkan apabila jumlah suara pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-mahfud digabung jadi satu maka jumlah suaranya masih jauh dibanding capaian pemenang pilpres tersebut yaitu pasangan Prabowo-Gibran yaitu sekitar 39 Juta suara. 

Namun dalam koridor demokrasi di Indonesia menjamin hak-hak mereka yang ingin mensengketakan hasil ini dengan tetap diberi tempat untuk menyuarakan keadilannya yaitu di Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga yang bertanggung jawab dalam mengadili sengketa-sengketa pemilu di Indonesia. Mahkamah Konstitusi bertugas untuk memastikan bahwa semua tuntutan hukum yang berhubungan dengan sengketa Pemilu diatasi secara hukum dan benar-benar dapat dihormati oleh pihak-pihak yang terlibat. 

Hal yang terpenting juga dari tupoksi MK adalah menjamin kesetaraan pihak-pihak yang bersengketa. Dalam mengadili sengketa pemilu, MK bertujuan untuk memastikan bahwa setiap pihak diberikan kesempatan yang sama untuk mempertahankan diri dan menunjukkan bukti yang diperlukan. 

Perihal yang cukup menjadi sorotan pihak penggugat dalam persidangan adalah tentang pemberian Bansos (Bantuan Sosial) oleh Presiden yang dituduhkan sebagai langkah untuk mengambil simpati masyarakat untuk menentukan pilihannya. Hal ini cukup sulit dibuktikan dipersidangan, karena Bansos ini adalah instrumen APBN yang sdh disetujui oleh parati politik dalam DPR.  

Bahkan kehadiran 4 menteri dalam persidangan malah menguatkan bahwa Bansos ini adalah instrumen kebijakan negara untuk mengatasi mitigasi resiko pangan. Bansos ini dianggarkan untuk 18,8 juta orang yang menghabiskan anggaran sekitar Rp 11,2 triliun. Dari sisi angka adalah hanya sekitar 19,5 % persen dari total pemilih pasangan Prabowo sebanyak 96 juta lebih. 

Hal ini juga bukan merupakan jaminan bahwa penerima Bansos akan secara otomatis memberikan suaranya ke pasangan 02. Tidak terdapat relasi yang bisa menjamin linearitas dalam hal diatas, karena bansos sudah berlangsung tahunan dan sudah merupakan tupoksi Presiden dan disetujui DPR RI untuk dieksekusi. Oleh karena mereka penerima bansos bebas menentukan hak pilihnya ke semua pasangan yang berkompetisi. 

MK dalam hal ini akan memastikan kesetaraan dan keadilan dalam penyelesaian sengketa baik dari sisi penggugat maupun yang digugat. Dengan demikian MK menjamin ketertiban dengan memastikan bahwa hasil penyelesaian sengketa pemilu dihormati oleh semua pihak. 

Oleh karena itu sebagai Lembaga Tinggi Negara maka MK akan menjunjung tinggi azas keadilan, kesetaraan dan ketertiban dan kita semua sebagai warga negara baik dari pihak yang dituntut dan yang menuntut sudah seharusnya mempercayakan semua Keputusan-Keputusan yang nantinya akan diketok oleh MK di tanggal 22 April 2024 yang akan datang. 

Besar keyakinan kita MK tetap fokus pada tupoksinya dalam menyelesaikan sengketa hasil pemilu, dan tidak melebar ke hal-hal lain yang bukan merupakan ranah dan marwahnya dalam bertugas. Termasuk dalam hal ini pengaruh intervensi politik dari para aktor politik yang sedang bersengketa. 

Sebagai contoh pemberian pendapat oleh aktor politik yang bersengketa dengan menempatkan dirinya sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan adalah kurang tepat. Karena aktor politik tersebut merupakan bagian yang bersengketa dalam kasus ini, tentu saja pendapatnya akan cenderung berpihak pada kasus yang disuarakan tersebut. MK tentu saja akan hati-hati dalam menerima masukan yang seperti ini. 

Hal yang sama juga dapat dilakukan para aktor lainnya mengatasnamakan diri sebagai akademisi, mahasiswa, tokoh masyarakat dan lain-lain, namun yang bersangkutan sudah mempunyai kecenderungan keberpihakan pada pihak tertentu yang bersengketa. Sehingga masukan yang disampaikan tidak lagi netral namun sarat nilai dan kepentingan yang disuarakan, daripada menyuarakan unsur keadilan itu sendiri. 

Unsur keadilan seharusnya berlaku untuk semua yaitu sekitar 164 juta pemilih yang telah menggunakan hak suaranya. Keadilan harus dirasakan dan mengayomi mereka semua tanpa terkecuali, jadi tidak hanya mengikuti selera mereka-mereka mempersoalkan hasil Pilpres ini namun juga keadilan untuk 97 juta orang lebih yang telah memilih pasangan Prabowo sebagai Presiden yang akan datang. 

Pada akhirnya kita yakin akan Keputusan terbaik untuk Negara dan Bangsa ini akan diambil oleh ke 9 Hakim MK tersebut. Pesta demokrasi yang telah menghabiskan anggaran negara triliunan rupiah dan menghasilkan perbedaan hasil suara yang siginifikan merupakan realita yang tidak dapat dipungkiri kita bersama. Rasa ketidakpuasan dari pihak yang kalah pasti ada, namun tetap yang terbaik adalah siap menerima Keputusan MK dengan hormat dan menerima kemenangan dan kekalahan juga dengan rasa hormat.

***

*) Oleh: Prof. Drs Andy Fefta Wijaya, MDA, Ph.D, Guru Besar Ilmu Kebijakan Publik FIA UB, Ketua Forum Dekan Ilmu-Ilmu Sosial PTN se Indonesia, Ketua Dewan Pakar Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Rochmat Shobirin

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES