Pemerintahan

Ketua MPR RI: Revisi UU TNI untuk Sesuaikan dengan Perkembangan Zaman

Senin, 17 Maret 2025 - 20:41 | 6.27k
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani mendapat tanda kehormatan Bintang Mahaputra Nararya dari Presiden Joko Widodo (Foto: MPR RI)
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Muzani mendapat tanda kehormatan Bintang Mahaputra Nararya dari Presiden Joko Widodo (Foto: MPR RI)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ketua MPR RI Ahmad Muzani menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dilakukan sebagai bentuk penyesuaian dengan perkembangan zaman. Ia menilai penguatan posisi TNI perlu diperjelas mengingat undang-undang tersebut belum mengalami revisi selama hampir 25 tahun.

"Saya kira penguatan posisi TNI perlu dipertegas. Undang-Undang TNI terakhir direvisi hampir 25 tahun lalu, jadi perlu ada penyesuaian terhadap keadaan," ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/5/2025).

Advertisement

Penyesuaian Batas Usia Pensiun Prajurit TNI

Salah satu poin dalam revisi ini adalah perpanjangan batas usia pensiun prajurit TNI. Menurut Muzani, usia pensiun perlu menyesuaikan kondisi fisik prajurit yang umumnya masih bugar dan dapat terus mengabdi.

"Seorang jenderal menempuh tahapan panjang, dengan pendidikan yang juga panjang dan biaya besar. Saat pensiun di usia 58 tahun, rata-rata mereka masih segar bugar," jelasnya.

TNI dalam Jabatan Sipil dan Politik

Terkait prajurit TNI yang menduduki jabatan sipil atau politik, Muzani menegaskan bahwa mereka harus pensiun dari dinas militer terlebih dahulu.

"Kalau presiden menyetujui, saya kira tidak ada masalah, yang penting mereka pensiun dari posisi aktifnya," kata Muzani.

Ia juga menekankan bahwa prajurit yang ditempatkan di kementerian atau lembaga di luar aturan yang berlaku harus mengundurkan diri dari kedinasan TNI.

"Biasanya mereka yang ditempatkan adalah orang-orang dengan kapasitas tertentu, misalnya di bidang pertanian, peternakan, atau perikanan," ujarnya.

Menjaga Supremasi Sipil

Muzani menegaskan bahwa revisi UU TNI tetap akan menjaga supremasi sipil. Oleh karena itu, mekanisme kedudukan dan penempatan prajurit aktif di kementerian atau lembaga akan diatur secara ketat dalam regulasi.

"Harus rigid dalam UU TNI, supaya sipil tidak merasa terganggu. Peraturannya harus jelas," tegasnya.

Menanggapi berbagai aspirasi publik terkait revisi UU TNI, Muzani menyebutnya sebagai bagian dari dinamika demokrasi di Indonesia.

Ia juga menepis anggapan bahwa revisi UU TNI akan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI seperti era Orde Baru.

"Saya kira tidak, ini ada batasan-batasannya," tandasnya.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES