Peristiwa Nasional

Menkes Minta MK Tolak Permohonan PB IDI

Selasa, 03 Juni 2025 - 16:50 | 14.69k
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan keterangan dalam sidang lanjutan perkara uji materi Nomor 182/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Selasa (3/6/2025). (FOTO: ANTARA/Fath Putra Mulya)
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan keterangan dalam sidang lanjutan perkara uji materi Nomor 182/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, Selasa (3/6/2025). (FOTO: ANTARA/Fath Putra Mulya)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi yang diajukan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Dalam sidang pleno yang digelar di MK RI, Jakarta, Selasa (3/6/2025), Budi menegaskan bahwa seluruh pasal yang dipersoalkan pemohon tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Advertisement

"Pemerintah memohon kepada ketua dan majelis hakim MK untuk menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ujar Budi di Ruang Sidang Pleno MK.

Budi mengatakan bahwa UU Kesehatan disusun menggunakan pendekatan integratif untuk menata ulang relasi kelembagaan secara lebih proporsional. Dalam hal ini, Menkes menyinggung salah satu dalil pemohon yang berkaitan dengan pembentukan organisasi profesi.

Menurut Budi, norma Pasal 311 ayat (1) UU Kesehatan yang mengatur bahwa "tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat membentuk organisasi profesi" merupakan bentuk peneguhan prinsip Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Ia menyatakan norma tersebut bukan bentuk pelemahan terhadap organisasi profesi, melainkan justru memperkuat pengakuan konstitusional atas hak berserikat dan berkumpul dalam ranah keprofesian yang dilandaskan pada prinsip otonomi.

Dalam negara hukum demokratis, kata dia, kebebasan berserikat tidak tunduk pada perintah atau keharusan dari negara, tetapi berdiri atas dasar kehendak bebas subjek hukum.

"Norma ini juga menempatkan organisasi profesi selaras dengan sistem hukum kesehatan nasional yang bersifat inklusif dan bukan eksklusif," ujarnya.

Dalam permohonannya, PB IDI meminta Mahkamah menyatakan Pasal 311 ayat (1) UU Kesehatan dimaknai menjadi "Tenaga medis dan tenaga kesehatan membentuk organisasi profesi untuk dokter adalah Ikatan Dokter Indonesia dan organisasi profesi untuk dokter gigi adalah Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia".

Di sisi lain, Menkes juga menjelaskan bahwa ketentuan pembentukan konsil dalam Pasal 268 ayat (1) merupakan ranah administrasi negara untuk memperkuat akuntabilitas, koordinasi, dan efektivitas dalam pengawasan serta pembinaan profesi kesehatan.

Menurut dia, Pasal 268 UU Kesehatan tidak hanya menetapkan keberadaan konsil, tetapi juga membuka ruang bagi pengaturan internal dalam konsil untuk membedakan fungsi dan pengorganisasian antara tenaga medis dan tenaga kesehatan.

Adapun dalam UU Kesehatan sebelumnya, yakni UU Nomor 29 Tahun 2004, diatur bahwa konsil kedokteran Indonesia terdiri atas konsil kedokteran dan konsil kedokteran gigi. Namun, dalam UU Kesehatan terbaru, konsil tersebut disatukan.

"Penyatuan kelembagaan tidak berarti unifikasi identitas profesi, tetapi bentuk koordinasi administratif dalam wadah kelembagaan negara yang terstandar agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat," Menkes menjelaskan.

Sebagai konteks, PB IDI dalam perkara ini memohon MK menyatakan Pasal 268 ayat (1) UU Kesehatan dimaknai menjadi "Untuk meningkatkan mutu dan kompetensi teknis keprofesian tenaga medis dan tenaga kesehatan serta memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada masyarakat, untuk tenaga medis dibentuk konsil kedokteran Indonesia dan untuk tenaga kesehatan dibentuk konsil kesehatan Indonesia".

Lebih lanjut Menkes menyatakan bahwa seluruh pasal yang dipersoalkan PB IDI tidak bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Oleh sebab itu, menurut dia, permohonan PB IDI seharusnya dinyatakan ditolak oleh MK atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.

Perkara uji materi ini teregistrasi dengan Nomor 182/PUU-XXII/2024. Perkara dimohonkan oleh Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia atau PB IDI bersama 52 pemohon lainnya yang di antaranya berprofesi sebagai dokter dan dokter gigi.

Mereka meminta MK memaknai ulang norma Pasal 311 ayat (1), Pasal 268 ayat (1), Pasal 270, Pasal 272 ayat (1), Pasal 272 ayat (3), Pasal 258 ayat (2), Pasal 264 ayat (1) huruf b, Pasal 264 ayat (5), Pasal 291 ayat (2), Pasal 421 ayat (1), Pasal 442, serta Pasal 454 huruf c UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES