Kemendikti Wacanakan Studi di Kampus Tanpa Batas Waktu: Tidak Ada DO

TIMESINDONESIA, MALANG – Pemerintah melaui Kementrian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek), mewacanakan penghapusan aturan batasan lama studi di kampus. Hal ini diungkapkan oleh Plt. Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemendikti Saintek, Berry Juliandi saat mengisi seminar di Universitas Islam Malang, Rabu (11/6/2025).
Diketahui, sebelumnya aturan dari pemerintah memang membatasi lama studi di perguruan tinggi. Di jenjang sarjana misalnya, aturanya mahasiswa maksimal bisa menempuh studi paling lama 7 tahun atau 14 semester. Jika melewati masa studinya, mahasiswa tersebut akan di-drop out (DO) dari kampus. Hal itu nanti rencananya akan ditiadakan.
Advertisement
Ia menyebut, sistem baru ini sedang dalam tahap uji coba dan masih menuai pro dan kontra.
“Sekarang kami lagi berpikir tidak membatasi masa studi. Ini agak radikal, ini lagi dites, banyak yang nggak setuju. Karena tema kita itu sekarang long life learning,” ujarnya.
Berry menjelaskan bahwa konsep ini selaras dengan semangat long life learning atau pembelajaran sepanjang hayat. Mahasiswa nantinya dapat mengambil mata kuliah secara fleksibel dalam waktu yang tidak dibatasi. Misalnya, mahasiswa dapat mengambil beberapa SKS hari ini, berhenti selama beberapa tahun, lalu melanjutkan kembali hingga memenuhi total SKS untuk lulus.
“Contoh saya sekarang kuliah ngambil 20 SKS, nanti 5 tahun lagi saya ngambil lagi. Berapa SKS, berhenti lagi. Sampai SKS-nya 144, baru saya klaim sarjana. Jadi tidak ada masa studi. Jadi tidak ada masalah," terangnya.
Untuk mendukung sistem ini, Kemendikti tengah merancang “bank kredit”, sebuah basis data nasional yang akan mencatat seluruh riwayat pembelajaran seseorang berdasarkan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Semua warga negara Indonesia, asal punya NIK, berdasarkan NIK itu dicek di bank kredit itu ada tulisan pernah ngambil mata kuliah ini 3 SKS belum diklaim.”
Berry juga menambahkan bahwa mahasiswa masa kini lebih menyukai metode pembelajaran berbasis microcredential atau kredensial mikro, yaitu pembelajaran dalam unit kecil sesuai kebutuhan spesifik.
“Sekarang belajar itu mahasiswa senangnya kecil-kecil, pakai mikro kredensial. Lalu dia sesuai kebutuhan. Yang kayak gitu, kalau kita kreatifkan, itu akan meningkatkan akses pendidikan," tuturnya.
Menurutnya, pendekatan ini akan menghapus kekhawatiran mahasiswa terhadap ancaman DO, karena sistem pendidikan tidak lagi membatasi masa studi. Mahasiswa bebas menentukan waktu belajar tanpa terkungkung aturan ketat.
“Dan nggak perlu takut ada DO. Karena nggak ada DO. Pokoknya dia nggak ada aja.”
Meskipun masih dalam tahap wacana, ide ini disebut sejalan dengan tren global pendidikan tinggi, seperti stackable course dan microcredential yang telah banyak diterapkan di negara maju.
Namun, Berry mengakui masih ada tantangan dalam hal penjaminan mutu dan regulasi, yang menjadi kekhawatiran sebagian pihak.
“Di ide ini, masih belum banyak yang setuju. Masih pada khawatir, penjaminan butuhnya gimana. Nah, itu yang sekarang kita lagi cari solusinya," pungkasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |