Wisata

Yadnya Kasada 2025, Ketika Doa Suku Tengger Menggema dari Jantung Gunung Bromo

Sabtu, 14 Juni 2025 - 11:27 | 37.37k
Masyarakat Suku Tengger melantunkan doa sebelum larung sesaji ke kawah gunung, di Yadnya Kasada Bromo 2025. (Foto: Dikky Arsena/TIMES Indonesia)
Masyarakat Suku Tengger melantunkan doa sebelum larung sesaji ke kawah gunung, di Yadnya Kasada Bromo 2025. (Foto: Dikky Arsena/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Langit belum sepenuhnya terang ketika kaki-kaki mulai menapaki lautan pasir di jantung Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kabut tipis menggantung, dan denting gamelan khas Tengger terdengar lirih dari kejauhan. Yadnya Kasada Bromo 2025 kembali digelar pada 10-11 Juni 2025, mempertemukan ribuan peziarah, wisatawan, serta para pemangku adat dalam satu peristiwa spiritual yang mengakar kuat dalam jiwa masyarakat Tengger.

Di antara kerumunan, terlihat wajah-wajah teduh para dukun adat, atau dukun pandhita, mengenakan ikat kepala putih dan sarung tenun khas. Mereka memimpin prosesi yang membawa sesaji menuju kawah Bromo. Saat matahari terbit, Gunung Bromo tak hanya menjadi simbol geografis, tetapi juga saksi abadi dari harmoni antara manusia dan alam.

Advertisement

Makna Yadnya Kasada: Doa, Sesaji, dan Pengorbanan

Yadnya Kasada atau Kasodo adalah ritual tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Tengger untuk memanjatkan doa dan mengucap syukur kepada Sang Hyang Widhi Wasa, yang dalam kepercayaan lokal dikenal sebagai Ida Sang Hyang Widi Wasa atau Hong Pukulun.

Tradisi-3.jpgRama Edi, Dukun Suku Tengger tengah mendoakan sesaji yang dibawa masyarakat untuk dilarungkan ke kawah Gunung Bromo. (Foto: Dikky Arsena/TIMES Indonesia)

Inti dari ritual ini adalah pelarungan sesaji ke dalam kawah Gunung Bromo. Sesaji tersebut berupa hasil bumi seperti sayur-mayur, buah-buahan, ayam, hingga uang, yang menjadi simbol pengorbanan dan rasa syukur. Dalam filosofi Tengger, sesaji adalah jembatan spiritual antara manusia, alam, dan leluhur. Ia menjadi penanda harmoni kosmis yang senantiasa dijaga.

"Yadnya Kasada bukan sekadar ritual, tapi pengingat akan pentingnya keseimbangan hidup," ujar Dukun Suku Tengger, Rama Edi, Rabu (11/6/2025).

Legenda Pasangan Roro Anteng-Joko Seger dan 25 Anak

Asal-usul Yadnya Kasada tak bisa dipisahkan dari legenda Roro Anteng dan Joko Seger, pendiri leluhur masyarakat Tengger. Konon, pasangan ini memohon keturunan kepada Yang Maha Kuasa. Permintaan mereka dikabulkan, tetapi dengan satu syarat: anak terakhir dari 25 anak mereka harus dikorbankan ke kawah gunung.

Raden Kusuma, anak ke-25, kemudian rela berkorban demi menjaga janji leluhurnya. Pengorbanannya menjadi simbol keteguhan dan cinta sejati bagi masyarakat Tengger. Dari kisah inilah muncul nama "Tengger", gabungan dari "Anteng" dan "Seger"—sebuah simbol keabadian kasih dan spiritualitas.

Masyarakat Tengger Penjaga Langit dan Tanah Bromo

Suku Tengger hidup berdampingan dengan alam di wilayah lereng Gunung Bromo. Mereka menganut kepercayaan Hindu Dharma yang telah berakulturasi dengan kearifan lokal. Dengan jumlah sekitar 100 ribu jiwa yang tersebar di Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Malang, masyarakat Tengger dikenal sebagai komunitas yang teguh menjaga tradisi.

Rumah-rumah adat mereka menghadap ke gunung, menunjukkan penghormatan yang dalam terhadap alam. Setiap tahapan hidup, dari kelahiran hingga kematian, disertai ritual yang sarat makna spiritual. "Kami percaya, hidup harus selalu seimbang: dengan sesama, alam, dan leluhur," kata Ni Ketut, perempuan Tengger yang menjadi relawan pemandu wisata adat.

Pelestarian Kasada di Era Modern

Di tengah arus digitalisasi dan globalisasi, Yadnya Kasada tetap bertahan sebagai salah satu ritual tertua yang masih hidup. Generasi muda Tengger, banyak di antaranya sudah mengecap pendidikan tinggi, tetap terlibat aktif dalam ritual ini. Mereka bahkan mendokumentasikan prosesi Kasada melalui video, blog, dan media sosial.

Tradisi-4.jpgMasyarakat Suku Tengger mendaki ke kawah Gunung Bromo. (Foto: Dikky Arsena/TIMES Indonesia)

"Kami ingin dunia tahu bahwa kami bangga menjadi bagian dari tradisi ini," ujar Bagus Satria, warga Malang, yang rutin pulang saat perayaan Kasada.

Kolaborasi dengan komunitas lokal dan pemerintah juga dilakukan melalui pengembangan ekowisata, pelatihan budaya, serta integrasi pendidikan adat di sekolah-sekolah. Ini adalah cara mereka menjaga warisan tanpa mengorbankan kemajuan.

Peran Harmoni Negara dan Adat

Yadnya Kasada 2025 juga menunjukkan dukungan konkret dari negara terhadap masyarakat adat. Kementerian Kebudayaan melalui Direktorat Bina Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, menggelar agenda bertajuk Sembah Kasada Bhumi Hila-Hila Tengger.

Menteri Kebudayaan Fadli Zon hadir langsung dan dikukuhkan sebagai warga kehormatan Suku Tengger. Dalam sambutannya, ia menyatakan bahwa pemerintah berkomitmen mendukung pemajuan kebudayaan lokal. "Tradisi seperti Yadnya Kasada adalah pilar identitas bangsa. Kita harus jaga bersama," ujarnya.

Selain ritual, digelar pula pameran pangan lokal, gelar seni khas Tengger, dan dialog budaya. Hal ini sekaligus menindaklanjuti rekomendasi Konferensi Dukun Pandita 2024 untuk memperkuat pengakuan hukum adat dan pelibatan aktif masyarakat lokal dalam pengelolaan konservasi dan pariwisata Bromo.

Yadnya Kasada sebagai Diplomasi Budaya Nusantara

Ritual Kasada kini tak hanya menjadi urusan lokal, tapi juga bagian dari diplomasi budaya Indonesia. Setiap tahun, wisatawan mancanegara hadir untuk menyaksikan langsung keunikan budaya ini. Kehadiran mereka menjadi jembatan dialog antarbudaya yang menguatkan posisi Indonesia sebagai negeri kaya tradisi.

UNESCO dan lembaga kebudayaan asing pun menunjukkan ketertarikan terhadap pelestarian Yadnya Kasada. Bagi Indonesia, ini bukan sekadar prestise internasional, tapi bukti bahwa budaya lokal mampu menjadi kekuatan lunak bangsa di mata dunia.

Bupati Probolinggo Penjaga Harmoni dari Garis Depan

Bupati Probolinggo, Mohammad Haris, menjadi sosok penting dalam keberlangsungan Yadnya Kasada. Dengan pendekatan yang mengedepankan pelibatan komunitas adat, ia aktif mendorong sinergi antara pemerintah daerah dan tokoh adat.

"Kasada bukan hanya tentang ritual, tapi tentang keberlanjutan. Kami pastikan infrastruktur, keamanan, dan pelestarian adat berjalan seiring," jelasnya saat ditemui di Desa Sekapura, Kabupaten Probolinggo.

Dukungan Pemkab Probolinggo juga terlihat dari pengelolaan logistik, pengaturan jalur wisata, hingga edukasi bagi pengunjung untuk menghormati tradisi Tengger.

Yadnya Kasada 2025 tak sekadar menjadi agenda budaya tahunan. Ia adalah napas spiritual masyarakat Tengger, sekaligus panggung refleksi nasional bahwa di tengah zaman yang terus berubah, ada tradisi yang tetap kokoh berdiri—menggema dari jantung Gunung Bromo menuju cakrawala dunia. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES