Kebangkitan Brazil di Panggung Dunia: Empat Klub Melaju ke Babak Gugur Piala Dunia Antarklub

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Brasil mencuri perhatian di penghujung fase grup Piala Dunia Antarklub 2025. Empat wakil mereka—Flamengo, Palmeiras, Botafogo, dan Fluminense—sukses menembus babak 16 besar, menjadikan Brasil sebagai kekuatan dominan dari Amerika Selatan yang siap menantang dominasi Eropa.
Keempat tim ini adalah para juara Copa Libertadores dalam beberapa tahun terakhir. Mereka tidak hanya tampil solid di fase grup, tapi juga berhasil memberikan perlawanan sengit kepada klub-klub raksasa Eropa dan membangkitkan kembali optimisme puluhan juta penggemar sepak bola Brasil setelah bertahun-tahun diselimuti kekalahan di ajang internasional.
Advertisement
Flamengo dan Palmeiras melaju sebagai juara grup. Flamengo bahkan mengejutkan dunia dengan menaklukkan Chelsea 3-1, menjadi tim pertama yang lolos ke fase gugur.
Botafogo yang mengalahkan juara Liga Champions Paris Saint-Germain (PSG), serta Fluminense yang bermain imbang melawan Mamelodi Sundowns, menyusul sebagai runner-up grup.
"Kami memang menargetkan lolos ke 16 besar, tapi itu bukanlah tujuan akhir," ujar gelandang Fluminense, Jhon Arias.
Laga antara Botafogo dan Palmeiras akhir pekan ini akan memastikan satu tempat di perempat final untuk wakil Brasil.
Sementara Flamengo akan berhadapan dengan Bayern Muenchen pada Minggu, dan Fluminense menghadapi Inter Milan hari Senin.
Optimisme Baru dari Negeri Samba
Kemenangan Botafogo atas PSG pada 19 Juni menjadi kejutan terbesar fase grup. Sebelum pertandingan, banyak pengamat dan suporter yang memprediksi PSG akan dengan mudah menyingkirkan tim asal Rio de Janeiro itu.
Namun pelatih PSG, Luis Enrique, justru memuji performa Botafogo. “Mereka adalah tim yang paling sulit kami hadapi musim ini. Mereka pantas menang,” ujarnya.
Ada dua faktor yang memberi keuntungan bagi klub-klub Brasil: kompetisi domestik mereka masih berlangsung sehingga kondisi fisik pemain lebih prima, dan mereka terbiasa bermain dalam cuaca panas yang menyelimuti turnamen ini.
Sebelum turnamen dimulai, tidak banyak yang menjagokan wakil Brasil. Namun kini antusiasme meningkat. Para fans Flamengo bahkan meneriakkan “waktunya datang” saat mengetahui tim mereka akan melawan Bayern Muenchen.
“Kuburan sepak bola dipenuhi oleh tim unggulan,” ujar pelatih Botafogo, Renato Paiva. “Hampir tak ada yang berani menantang PSG secara terbuka. Saya bisa saja melakukannya, tapi itu jelas risiko besar.”
Satu-satunya kekalahan klub Brasil di fase grup datang dari Atletico Madrid yang menang tipis 1-0 atas Botafogo.
Dominasi Regional yang Terbukti
Klub-klub Brasil mendominasi sepak bola Amerika Selatan dengan menjuarai enam edisi terakhir Copa Libertadores—lima di antaranya merupakan final sesama Brasil. Dominasi itu juga tampak di turnamen ini, di mana dua klub besar Argentina, Boca Juniors dan River Plate, gagal lolos dari fase grup.
Kesuksesan klub Brasil juga didorong oleh bakat dari seluruh kawasan Amerika Selatan. Liga Brasil menjadi magnet bagi pemain muda berbakat dari negara-negara tetangga. Meski sebagian akhirnya hijrah ke Eropa, banyak juga yang memilih bertahan dan berkembang di liga Brasil yang penuh persaingan.
Contohnya, Giorgián de Arrascaeta (Flamengo) berasal dari Uruguay, Jefferson Savarino (Botafogo) dari Venezuela, Arias (Fluminense) dari Kolombia, dan Flaco López (Palmeiras) dari Argentina—semuanya belum pernah bermain di Eropa.
“Banyak hal hebat dalam sejarah sepak bola berasal dari Amerika Selatan,” kata pelatih Manchester City, Pep Guardiola. “Beberapa pemain terbaik sepanjang masa juga datang dari sana.”
Sementara itu, pelatih Real Madrid, Xabi Alonso, menyatakan bahwa tim-tim Eropa bisa belajar dari persaingan ketat di luar benua mereka. “Kami kini membuka mata, melihat betapa kompetitifnya tim-tim dari luar Eropa,” katanya.
Efek Pelatih Portugal dan Tantangan Eropa
Brasil juga mengalami peningkatan performa berkat kehadiran pelatih asal Portugal. Renato Paiva menggantikan Arthur Jorge di Botafogo, sementara Abel Ferreira telah mempersembahkan berbagai trofi untuk Palmeiras sejak 2020.
“Saya bangga melatih di Brasil. Saya punya banyak peluang untuk pergi, tapi saya memilih bertahan,” ujar Ferreira.
Saat ditanya soal jarak kualitas antara timnya dan klub-klub Eropa, ia menjawab, “Perbedaannya sangat tipis. Kami siap bersaing.”
Babak gugur akan menjadi ujian sebenarnya bagi ambisi klub-klub Brasil. Apakah kebangkitan ini bisa membawa mereka kembali mengangkat trofi dunia seperti yang terakhir kali diraih Corinthians pada 2012? (*/apnews)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |