
TIMESINDONESIA, MAKKAH – Zakat fitrah berasal dari bahasa Arab “Zakat Al-Fitr” yang artinya “zakat berbuka puasa". Dinamakan “Zakat Al-Fitr”, karena zakat ini dikeluarkan setelah berbuka puasa Ramadan, sebelum idul fitri. Zakat fitrah adalah rukun islam ke lima. Wajib bagi setiap muslim yang bernyawa mengeluarkan.
Hukum Zakat Fitrah
Zakat Fitrah hukumnya wajib bagi setiap muslim, muslimlah yang mampu pada akhir bulan Ramadhan. Zakat Fitrah ini diwajibkan atas setiap jiwa, baik laki-laki maupun perempuan, muslim, merdeka, budak, anak-anak, maupun orang dewasa.
Advertisement
Beberapa orang yang tidak boleh menerima zakat, antara lain orang tua, anak, istri, karena status tiga orang adalah tanggungan. Maka tidak boleh bagi seorang suami mengeluarkan zakat kepada istrinya, anaknya, atau orang tuanya.
Dalil Wajib Zakat Fitrah
Banyaknya keterangan yang bersumber dari teks Al-Quran dan teks hadist Rasulullah SAW seputar wajib zakat kepada umat Islam. “Dan dirikanlah Shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang ruku'.” (QS. Al-Baqarah (2): 43). Penggunaan kata kerja “perintah”, dalam teks di atas, maka hukumnya mengikat (wajib). Jika tidak melaksanakan, berdosa, bahkan bisa menjadi kafir bagi yang mengingkarinya.
Dalam Hadist Nabi, Rasulullah SAW berkata “Islam telah dibangun di atas lima perkara, bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, Shalat, membayar zakat, pergi haji dan berpuasa selama bulan Ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim).
Bukan hanya ancaman dunia, ternyata banyak ayat Al-Quran maupun Hadist yang menegaskan ancaman siksa (adab), bagi orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Bahkan, orang yang tidak mengeluarkan zakat, karena ingkar dihukum sebagai orang Kafir. Abu Bakar ra, semasa kepemimpinannya pernah memerangi habis-habisan orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat.
Perang itu disebut dengan “Ma’rikatu Al-Riddah”. Abu Bakar ra, bekelekar kepada Sayyidina Umar Ibn Al-Khattab ra, “Demi Allah, sungguh akan aku perangi siapa saja yang memisahkan antara shalat dan zakat, sesungguhnya zakat adalah hak harta, demi Allah, kalaulah mereka mencegahku dari membayar unta yang pernah mereka bayarkan kepada Rasulullah SAW, niscaya kuperangi karena mencegahnya (HR. Bukhari).
Sebenarnya, Rasulullah SAW telah menjanjikan kepada orang mukmin yang mengeluarkan zakat dengan keberkahan harta dan keturunannya, dan keselamatan harta bendanya. Nabi SAW pernah berkata “jagalah harta kalian dengan zakat”. Artinya, orang yang mengeluarkan zakat, maka harta benda akan terjaga dari ke bangkrutkan.
Fakta dalam kehidupan sehari-hari juga menjadi bukti, bahwa orang yang dermawan itu hartanya tidak pernah berkurang. Sayyid Muhammad Alawi dalam kitab “Khasais Al-Ummah Al-Muhammadiyah”, mengutip hadist nabi yang artinya “tidaklah berkurang harta yang disedekahi, namun bertambah dan bertamah....”
Sedekah, atau zakat yang ditunaikan itu menjadi pelebur dosa. Maka, dengan menunaikan kewajiban zakat fitrah pada akhir bulan suci Ramadhan, maka dosa-dosa akan mendapat ampunan Allah. Tidak satu pun seorang muslim, yang bernyawa, kecuali pernah melakukan dosa. Nabi SAW pernah berkata “tiap-tiap anak Adam, pasti melakukan dosa”. Dalam riwayat lain, Nabi SAW berkata “manusia tempat salah dan lupa”.
Manusia yang tidak pernah luput dari dosa dan noda, sengaja atau tidak, berarti telah menyucikan diri dari dosa dan kesalahan dengan zakat fitrahnya. seorang muslim yang berpuasa sebulan penuh karena atas dasar iman dan semata-mata karena Allah SWT, kemudian menunaikan zakat fitrah pada akhir Ramadhan, di ibaratkan suci tanpa dosa. Ibarat seorang bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya.
Zakat Membantu Masyarakat Kurang Mampu
Zakat mengajarkan seseorang agar peka terhadap masyarakat sekitar yang kurang mampu secara materi, dengan mengeluarkan zakat berati membantu kaum fakir miskin dan kaum duafa yang benar-benar membutuhkan, Nabi berpesan “Allah senantiasa membantu hamba-Nya, selama hamba itu membantu sesama”. Sesungguhnya, memudahkan orang lain itu, sama dengan memudahkan kesulitan sendiri. Zakat itu salah satu memudahkan urusan sesama muslim.
Dalam kehidupan sehari-hari, nabi dan sahabat benar-benar memberikan contoh nyata bagaimana sikap mereka kepada orang-orang fakir miskin. Nabi, pernah mengecam habis-habisan sikap Tsa’lbah yang enggan mengeluarkan zakat malnya. Bahkan, Nabi tidak mau menemui Tsa’labah, sebagai bentuk hukuman nyata terhadap orang yang enggan mengeluarkan zakat.
Nah, Zakat Fitrah yang dikeluarkan pada akhir Ramadhan, menjadi salah satu sarana ajang silaturahmi, menjalin persaudaraan antar sesama muslim, membangun kebersamaan antara sesama umat islam, dan bangsa keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia. Umat islam itu ibarat satu bangunan, yang harus saling menguatkan. Zakat, itu sarana saling menguatkan.
Kapan Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah?
Sebenarnya, mengeluarkan zakat fitrah, sudah diperbolehkan sejak awal puasa Ramadhan, sampai batas terakhir, yaitu sebelum Shalat Idul fitri. Namun, dalam tulisan ini akan diperinci, sebagaimana keterangan berikut ini.
1. Wajib, bagi setiap muslim, yang mendapatkan bagian dari bulan Ramadhan dan bagian dari bulan Syawal.
2. Afdal, yaitu dimulai sejak terbitnya fajar pada pagi hari hari raya Idul Fitri, dan berakhir sebelum dilaksanakannya shalat Idul Fitri. Ini paling banyak dilakukan sebagian besar muslim di pelosok.
3. Jawaz (boleh), yaitu terhitung sejak memasuki awal bulan Ramadhan. Ini paling banyak dilakukan di masyakat kota, khususnya di sekolah-sekolah.
4-. Makruh, yaitu membayar zakat setelah shalat Id sampai terbenamnya matahari.
5. Haram, yaitu membayar zakat sehari setelah hari raya Idul Fitri. Dan yang dikeluarkan nilainya menjadi “sedekah”.
Besaran Zakat Fitrah
Zakat Fitrah itu wajib dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok yang dikonsumsi negara setempat (Qutul Balad), seperti; beras, bagi masyarakat Indonesia, Malaysia, Brunai, dan gandum bagi negara-negara Arab, seperti; Arab Saudi, Mesir. Jaman Nabi menggunakan gandum, dengan besaran satu sha’ (sekitar 2,7). Agar memudahkan, bisa digenapkan dengan 3.00 Kg. Hendaknya, beras atau gandum yang digunakan zakat, yang paling bagus (berkualitas), sebagaimana perintah Al-Quran.
Siapa saja Penerima Zakat Fitrah?
Para penerima Zakat Fitrah Zakat, sudah ditentukan di dalam Al-Quran, yang lebih dikenal dengan istilah “delapan asnaf”, sebagaimana keterangan QS Al-Taubah (9:60). Di antaranya fakir, miskin, amil (lembaga yang berhak mengumpulkan zakat, mengelola, dan mendistribusikan zakat, seperti; Baznas dan mitranya), muallaf (orang baru memeluk agama Islam), budak (seperti jaman Nabi), orang yang terlilit utang (gharim) karena kebutuhan pokok, orang yang sedang dalam jalan Allah (jihad dijalan Allah, atau di ilustrasikan sebagai penjaga agama; seperti; guru ngaji, santri/mahasiswa).
Juga orang yang sedang menempuh perjalanan sangat jauh, dengan tujuan ketaatan kepada Allah SWT, bukan tujuan maksiat. Selain delapan asnaf, tidak boleh menerima zakat.
Zakat di atas bisa diberikan secara langsung oleh para muzakki (pengeluar zakat) kepada mustahik zakat secara langsung. Juga, boleh di didistribusikan melalui lembaga zakat, seperti; Basnas, dan mitranya, seperti; Lazis Sabilillah Malang, Lasis-NU, Lazis-MU, karena lembaga-lembaga itu memiliki data yang lengkap dan akurat orang-orang yang benar-benar berhak menerima zakat, sedekah dan infak.
Dalam istilah yang sangat populer “zakat itu harus aman secara syari, dan aman NKRI”. Artinya, jangan sampai zakat yang diberikan kepada para mustahik, namun ternyata orang tersebut menggunakan zakat tersebut untuk memusuhi negara kesatuan republik Indonesia. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Bambang H Irwanto |
Publisher | : Rifky Rezfany |