Inni Shaimun: Meneguhkan Identitas Diri dalam Ibadah

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Puasa adalah ibadah yang sarat dengan keikhlasan. Ia berbeda dari ibadah lain yang bisa tampak oleh mata manusia, seperti shalat yang terlihat gerakannya atau zakat yang terlihat manfaatnya. Allah menegaskan dalam sebuah hadis qudsi:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ، إِلَّا الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
Advertisement
"Setiap amal anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Sesungguhnya ia untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan membalasnya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Keunikan puasa inilah yang menjadikannya sebagai ibadah yang paling jauh dari riya’. Sebagaimana dikatakan Imam Al-Qurtubi, puasa adalah amalan yang hanya diketahui oleh Allah dan pelakunya. Ia tak bisa dipamerkan, kecuali dengan pernyataan lisan atau tindakan tertentu.
Namun, dalam situasi tertentu, justru dianjurkan bagi seorang yang berpuasa untuk menyatakan dengan tegas bahwa dirinya sedang berpuasa. Rasulullah SAW bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِم
"Puasa adalah perisai. Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, janganlah berkata keji dan berteriak-teriak. Jika ada orang yang mencercanya atau memeranginya, maka ucapkanlah: ‘Aku sedang berpuasa (Inni Shaimun).’" (HR. Bukhari dan Muslim).
Menegaskan Diri, Bukan Pamer Ibadah
Sebagian mungkin bertanya, bukankah puasa adalah ibadah yang tersembunyi? Lalu mengapa Rasulullah SAW justru mengajarkan kita untuk mengucapkan "Inni Shaimun" di saat tertentu?
Jawabannya adalah bahwa pernyataan tersebut bukanlah ajang pamer, melainkan bentuk perlindungan diri dan pengingat bagi orang lain. Pernyataan "Aku sedang berpuasa" adalah perisai bagi diri sendiri agar tidak terjerumus dalam kemarahan atau perbuatan dosa. Ia juga menjadi isyarat bagi orang lain agar menghormati kondisi kita.
Hal ini sejalan dengan konsep menjaga identitas diri dalam Islam. Seorang Muslim tidak boleh menjadi sosok yang samar dan mudah terbawa arus. Sejak lahir, kita telah diberi identitas berupa nama, nasab, dan kebangsaan. Dalam kondisi tertentu, menegaskan identitas diri adalah sebuah keharusan. Ketika kewarganegaraan seseorang diragukan, maka ia menunjukkan kartu identitasnya. Demikian pula dalam ibadah, ketika seseorang diundang untuk makan, sedangkan ia berpuasa, maka ia boleh menyatakan: "Inni Shaimun" sebagai bentuk penegasan statusnya. Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الطَّعَامِ فَلْيُجِبْ، فَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ، وَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ
"Apabila salah seorang di antara kalian diundang makan, sedangkan ia sedang berpuasa, maka nyatakanlah: ‘Aku sedang berpuasa.’" (HR. Muslim).
Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menjelaskan bahwa pernyataan ini adalah bentuk pemberitahuan bahwa dirinya sedang dalam keadaan uzur dan tidak bisa memenuhi ajakan tersebut. Namun, jika yang mengundang tetap ingin ia hadir, maka ia tetap dianjurkan datang tanpa harus membatalkan puasanya.
Identitas Muslim: Keberanian Menunjukkan Keberadaan
Dalam konteks kehidupan sehari-hari, banyak dari kita yang sering ragu atau takut untuk menunjukkan identitas Muslim kita. Ada yang enggan mengenakan hijab di lingkungan tertentu, ada pula yang malu untuk shalat di tempat umum. Padahal, Islam tidak mengajarkan kita untuk menyembunyikan jati diri. Justru, kita diperintahkan untuk menampilkan keislaman kita dengan cara yang baik dan tidak provokatif.
Menegaskan identitas bukan berarti sombong, tetapi menunjukkan eksistensi kita sebagai seorang Muslim yang berprinsip. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa seorang sahabat, Abdullah bin Mas’ud, pernah membaca Al-Qur’an di dekat Ka’bah dengan suara lantang. Ia dianiaya karena itu, tetapi ia tetap teguh menunjukkan jati dirinya sebagai Muslim yang bangga dengan agamanya.
Hal ini sejalan dengan kisah seorang buta yang membawa lampu di malam hari. Ketika ditanya mengapa ia membawa lampu, padahal ia tidak bisa melihat, ia menjawab, "Agar orang lain bisa melihat jalan dan agar aku tidak ditabrak." Pernyataan "Inni Shaimun" juga memiliki makna serupa—bukan sekadar memberitahukan keadaan diri, tetapi juga menjadi pengingat bagi orang lain agar tidak melakukan hal yang dapat mencederai ibadah kita.
Menegaskan identitas diri dalam Islam bukanlah sesuatu yang tabu. Justru, dalam situasi tertentu, hal itu diperlukan untuk menjaga kehormatan dan prinsip hidup kita. Seorang Muslim yang tegas dengan identitasnya tidak akan mudah terbawa arus, baik dalam ibadah maupun dalam kehidupan sosial.
Maka, ketika berpuasa, tak perlu ragu untuk mengatakan "Inni Shaimun" dalam kondisi yang memang membutuhkan penegasan. Sebab, itu bukanlah bentuk pamer, melainkan perisai bagi diri sendiri dan pengingat bagi orang lain. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
بَدَأَ الإِسْلَامُ غَرِيبًا، وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاء
"Islam dimulai dalam keadaan asing, dan akan kembali menjadi asing seperti awalnya. Maka beruntunglah orang-orang yang tetap teguh di dalamnya." (HR. Muslim).
Meneguhkan identitas sebagai Muslim adalah bagian dari keteguhan iman. Seperti puasa yang menjadi ibadah tersembunyi, namun pada saat tertentu perlu dinyatakan, demikian pula dengan Islam dalam kehidupan kita.
Wallahul Musta'an Wailaihittuqlan.
***
*) Penulis adalah Dr KH Halimi Zuhdy, Pengasuh Pondok Pesantren Darun Nun Malang, ketua RMI PCNU Kota Malang, dosen UIN Malang.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |