Mudik vs Iktikaf: Dilema Ramadan di Era Modern

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Ramadan adalah bulan penuh berkah di mana umat Islam berlomba-lomba mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai ibadah. Namun, di era modern, banyak Muslim menghadapi dilema antara menjalankan iktikaf di sepuluh malam terakhir Ramadan atau mudik untuk bersilaturahim dengan keluarga di kampung halaman.
Mudik bukanlah fenomena baru. Tradisi pulang kampung telah berlangsung sejak lama, bahkan di era sebelum transportasi modern berkembang. Bagi masyarakat Muslim di Indonesia, mudik bukan sekadar perjalanan, tetapi bagian dari penghormatan kepada orang tua, mempererat hubungan keluarga, dan menghidupkan tradisi kebersamaan dalam menyambut Idulfitri. Namun, di tengah semangat mudik, umat Islam tetap perlu memperhatikan pentingnya mengoptimalkan sepuluh malam terakhir Ramadan, yang merupakan waktu terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Advertisement
Mudik dan Keutamaannya dalam Islam
Mudik erat kaitannya dengan silaturahim, yang merupakan ajaran utama dalam Islam. Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ، وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ، فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
"Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung silaturahim." (HR. Bukhari dan Muslim).
Namun, Islam juga mengajarkan bahwa iktikaf di sepuluh malam terakhir Ramadan memiliki keutamaan luar biasa. Allah berfirman dalam Al-Qur'an:
وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
"Dan janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beriktikaf dalam masjid." (QS. Al-Baqarah: 187).
Rasulullah SAW sendiri selalu melaksanakan iktikaf di sepuluh malam terakhir Ramadan, sebagaimana dalam hadis:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
"Rasulullah SAW selalu beriktikaf pada sepuluh malam terakhir Ramadan." (HR. Bukhari dan Muslim).
Bagaimana Pemudik Bisa Mengoptimalkan Sepuluh Malam Terakhir?
Agar tetap mendapatkan keutamaan sepuluh malam terakhir di tengah tradisi mudik, berikut beberapa strategi yang bisa diterapkan:
1. Mudik Lebih Awal
Jika memungkinkan, lakukan mudik sebelum sepuluh malam terakhir Ramadan. Dengan demikian, ketika malam-malam istimewa itu tiba, fokus ibadah bisa lebih maksimal. 10 hari terkahir tidak pernah datang kembali, kecuali hanya sekali dalam setahun, atau mudik setelah hari raya, memang satu sisi berat, tapi satu sisi lainnya "eman" meninggalkan malam-malam istimewa.
2. Memanfaatkan Waktu di Perjalanan
Perjalanan mudik sering memakan waktu lama. Gunakan waktu ini dengan memperbanyak dzikir, membaca Al-Qur'an, atau mendengarkan kajian Islam agar perjalanan tetap bernilai ibadah. Dan atau memanfaatkan dalam perjalanan dengan merenungkan diri, bertaddubur, dan mengkaji Al-Qur'an, dan hal-hal lain yang bermanfaat.
3. Iktikaf di Masjid Kampung Halaman
Banyak masjid di kampung halaman juga mengadakan iktikaf. Jika sudah sampai di rumah orang tua, cobalah tetap meluangkan waktu untuk iktikaf, meskipun hanya beberapa malam.
4. Meningkatkan Kualitas Ibadah di Rumah
Jika tidak bisa iktikaf secara penuh, tetaplah menghidupkan malam-malam Ramadan dengan shalat malam, membaca Al-Qur'an, dan berdoa di rumah. Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ فِي اللَّيْلِ لَسَاعَةً، لَا يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ، يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، وَذَلِكَ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ
"Sesungguhnya pada malam hari ada suatu saat di mana seorang Muslim yang memohon kepada Allah suatu kebaikan dari urusan dunia dan akhirat, pasti akan dikabulkan. Dan itu terjadi setiap malam." (HR. Muslim).
5. Menggunakan Teknologi untuk Silaturahim
Jika tidak bisa mudik atau ingin lebih memanfaatkan malam-malam terakhir untuk iktikaf, manfaatkan teknologi untuk tetap bersilaturahim dengan keluarga melalui video call atau pesan digital.
Mudik dan iktikaf sama-sama memiliki keutamaan besar dalam Islam. Silaturahim memperkuat hubungan antar sesama manusia, sementara iktikaf memperkuat hubungan dengan Allah. Oleh karena itu, setiap Muslim perlu menyeimbangkan keduanya dengan bijak agar tidak kehilangan keutamaan dari salah satu ibadah ini.
Dengan perencanaan waktu yang baik, setiap Muslim dapat menjalankan mudik sekaligus tetap mendapatkan keberkahan sepuluh malam terakhir Ramadan. Ramadan adalah waktu terbaik untuk meningkatkan kualitas ibadah, baik dalam hubungan dengan Allah maupun dalam menjaga silaturahim dengan sesama.
Wallahul Musta'an wailahittuklan.
***
*) Penulis adalah Dr KH Halimi Zuhdy, Pengasuh Pondok Pesantren Darun Nun Malang, ketua RMI PCNU Kota Malang, dosen UIN Malang.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |