Tempat Bersejarah di Kota Probolinggo (2): Kali Banger, Tetenger Probolinggo Tempo Dulu yang Menghidupi

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Di luar kawasan antara markas Kodim 0820 Probolinggo sampai pelabuhan, Kota Probolinggo, Jawa Timur, punya aset pusaka Kali Banger. Kali dengan panjang 6,4 kilometer itu, dikenal sebagai identitas Probolinggo di zaman lampau.
Keberadaan Kali Banger sangat erat dengan sejarah kerajaan-kerajaan seperti Singasari, Majapahit, Blambangan, Supit Urang, Surapati, khususnya Kerajaan Mataram.
Advertisement
Empu Prapanca dalam pupuh 314/4 kitab kakawan Nagarakertagama menceritakan, pada 1365 Raja Majapahit Prabu Sri Nata Hayam Wuruk melakukan perjalanan menyusuri wilayah kekuasaannya, tepatnya ke daerah ujung timur dan daerah Lumajang.
Berikut juga ketika melintasi wilayah Probolinggo, dalam lawatannya tersebut beliu singgah di beberapa desa seperti Hambulu Traya, Lumbang, Binor, Pajarakan, Sagara, Gending, Borang, Banger dan juga daerah Buluh, Gedhe, Keboncandi, Sajabung serta Pabayeman.
Kala itu, Kali Banger menjadi tetenger daerah, jauh sebelum nama Probolinggo tersemat pada abad ke-18. Tepatnya saat Raden Tumenggung Djojonegoro menjadi Bupati Probolinggo tahun 1768-1805.
Mengutip J.GW Lekkerkerker dalam buku Probolinggo, Geschiedenis en Overlevering, perubahan nama dilakukan karena alasan sederhana: Nama Probolinggo lebih baik daripada Banger.
‘Probolinggo’ diartikan sebagai sinar yang terang atau cahaya yang memancar. Sementara ‘Banger’ yang berarti tergenang.
Sejak era pemerintahan Raden Tumenggung Djojonegoro, nama Banger berubah menjadi Probolinggo. Dan nama tersebut bertahan hingga kini.
Meski tak lagi menjadi tetenger Probolinggo, Kali Banger masih ada. Kali bersejarah ini, dapat ditemui mulai dari Toko Wolu di Jalan Panglima Sudirman, hingga Jalan Gajah Mada di sekitar wisata BJBR.
Kali Banger Dulu dan Kini
Dulu, Kali Banger memiliki lebar antara 7 sampai 8 meter dengan tinggi genangan 2 meter. Dengan kondisi seperti itu, Kali Banger berfungsi sebagai angkutan niaga dari kawasan Pasar Baru (sekarang), sampai ke kawasan Pelabuhan Tanjung Tembaga.
Sungai itu bisa dilewati perahu dan kapal nelayan pengangkut ikan menuju pasar. Kali Banger berfungsi sebagai sarana ekonomi dan menghidupi masyarakat sekitar.
Namun jika melihat kondisi Kali Banger saat ini, sulit rasanya membayangkan ketenaran kali tersebut pada zaman lampau.
Sekarang, kondisinya telah jauh berbeda. Hingga tahun 2015, tercatat ada 58 bangunan yang berdiri di atasnya, yang dihuni oleh 72 kepala keluarga (KK).
Pada kanan dan kiri sungai tersebut, terdapat 649 bangunan yang berdiri. Seiring berjalannya waktu, tak menutup kemungkinan jumlah itu bertambah dan menutup jejak kejayaan Kali Banger.
Soal fungsi, ia tak lagi bisa dilewati perahu dan kapal nelayan pengangkut ikan. Bukan lagi sarana ekonomi, apalagi menghidupi masyarakat sekitar. Sungai kian sempit, kotor dan dangkal.
Tak sedikit warga di pinggiran kali, buang air besar (BAB) di badan sungai. Tak sedikit pula warga membuang sampah di sana.
Gagasan Revitalisasi Kali Banger
Prihatin dengan kondisi Kali Banger tersebut, pada 2015 lalu, muncul gagasan revitalisasi kali bersejarah tersebut. Gagasan muncul dalam lokakarya bertajuk "Probolinggo sebagai Kota Pelabuhan Bersejarah; Tantangan dan Potensi Warisan Budaya."
Lokakarya itu merupakan penutup dari serangkaian observasi dan analisis International Council on Monuments and Sites atau ICOMOS, selama 5 hari terhadap situs dan aset-aset cagar budaya di Kota Probolinggo.
Kala itu, muncul enam resolusi untuk merevitalisasi Kali Banger. Yakni pemulihan badan kali banger, relokasi penghuni 58 bangunan, relokasi 649 bangunan di kiri dan kanan sungai.
Resolusi berikutnya, pembangunan jogging track serta taman di tepi sungai, pembangunan instalasi pengolahan air limbah, serta pembangunan pompa air dan pipanisasi.
Disebutkan, kesenjangan antara kondisi Kali Banger sekarang dengan kondisi yang diharapkan, bisa diselesaikan dengan empat tahap. Dimulai dari tahap rekonsiliasi, afirmasi, resolusi dan tahan eksekusi.
Pada tahap pertama, dilakukan komunikasi intensif dengan masyarakat untuk pemetaan kepadatan penduduk, permasalahan sosial, sosialisasi regulasi-regulasi pemerintah daerah terkait subjek utama program.
Pada tahap kedua, pendekatan penyelesaian permasalahan dengan metode reflektif dan direktif untuk memunculkan gambaran solusi produktif.
Sedangkan tahap ketiga, pemaparan pointer resolusi yang jelas dan tersirat, sebagai pendekatan pemaparan opsi penanganan permasalahan yang rasional dan terukur.
Adapan tahap eksekusi, berupa pelaksanaan opsi penanganan secara komprehensif dengan memperhatikan seluruh aspek terdampak secara sosiologis, ekonomis serta kekerabatan.
Semua itu perlu dilakukan untuk merevitalsiasi Kali Banger yang bersejarah. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Muhammad Iqbal |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |