Resensi

Karya Baru Mun'im Sirry, Membahas Relasi Islam dan Kristen

Rabu, 12 Oktober 2022 - 18:41 | 108.20k
Buku berjudul 'Koeksistensi Islam-Kristen' karya Mun'im Sirry. (FOTO: Dokumen Pribadi)
Buku berjudul 'Koeksistensi Islam-Kristen' karya Mun'im Sirry. (FOTO: Dokumen Pribadi)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Tokoh muslim Indonesia Mun'im Sirry kembali melahirkan karya terbarunya. Judulnya 'Koeksistensi Islam-Kristen'. Dalam bukunya yang bersampul kuning, pria asal Sumenep, Madura itu menyampaikan soal relasi Islam dan Kristen.

Di mana, kata dia, kedua agama ini, dalam rentang sejarah yang panjang kerap digambarkan penuh ketegangan, konflik, bahkan perang berdarah. Penaklukan dan perang salib menjadi bagian dari lembaran hitam hubungan kedua komunitas agama terbesar ini.

Rivalitas kedua agama digambarkan berlanjut hingga zaman modern ini. Gelombang 'Islamophobia' di Barat menghiasi media massa. Di dunia Islam, Kristen acapkali dilekatkan dengan penjajahan yang datang untuk menguasai.

"Akibat yang tak terhindarkan ialah berkembangnya kesalahpahaman dan ketegangan. Juga, sentimen negatif yang mengemuka akibat kekhawatiran Islamisasi atau Kristenisasi," tulis Mun'im Sirry dalam pengantar dikutip TIMES Indonesia, Rabu (12/10/2022).

Akademisi University of Notre Dame, Amerika Serikat (AS) itu menjelaskan, buku setebal 290 ini menyuguhkan gambaran koeksistensi Islam-Kristen yang berbeda. Menurutnya, bukan berarti ketegangan dan konflik itu tak pernah ada, melainkan bukan cerita segalanya.

"Perang itu melelahkan, tak mungkin orang marah-marah melulu, tegang terus! Ada sisi-sisi lain dari hubungan Kristen dan Muslim yang kerap diabaikan. Memang, perjumpaan kedua agama diwarnai dengan rivalitas, permusuhan dan kompetisi. Namun demikian, ada juga momen dialog yang terbuka, kolaborasi yang saling menguntungkan dan persahabatan sejati yang tidak lusuh dan luntur karena konflik," jelasnya.

Kata dia, yang menyebabkan buku ini unik, bukan semata karena isinya yang mendaras sumber-sumber yang tak umum diakses sarjana, melainkan juga karena disajikan dengan cara yang sangat accessible, mudah dibaca dan dipahami.

Sebagian besar, lanjut dia, tulisan yang memenuhi lembaran-lembaran buku ini dihimpun dari refleksi singkat yang berserakan di media sosial, terutama Facebook dan Twitter. Sebagian lagi berasal dari tulisan yang diterbitkan dalam media online.

Koeksistensi-Islam-Kristen-2.jpg

"Saya memang mengedit seperlunya. Tapi, secara umum, gaya bahasa santai dan populer tetap dipertahankan. Untuk pendalaman, saya sertakan daftar bacaan di akhir buku yang terdiri atas karya mereka yang namanya disebutkan dalam setiap tulisan," jelasnya.

Isi Buku 'Koeksistensi Islam-Kristen'

Mun'im Sirry menjelaskan, bagian pertama dalam buku ini berisi tulisan-tulisan pendek yang dibagikan di Facebook, dan mencoba merekam keterlibatan kaum Kristiani dalam sejarah Islam awal.

"Saya melacak berbagai sumber, baik yang ditulis sejarawan Muslim maupun non-Muslim, terkait bagaimana orang-orang Kristen diperlakukan dalam masyarakat Muslim sejak zaman Nabi Muhammad hingga masa pemerintahan Abbasiyah dan Fathimiyah," katanya.

Jebolan Pesantren Al-Amin, Sumenep itu mengatakan, sejarah hubungan Muslim dan Kristen lebih kompleks dari yang umumnya digambarkan dalam buku-buku sejarah. Dalam bagian ini partisipasi non-Muslim, terutama Kristen, diungkap melalui pelacakan atas sumber-sumber awal, dari korpus hadis hingga catatan dan kronikel sejarah.

"Dari berbagai narasi his toris itu terkuak bahwa kalangan Kristen cukup menikmati hak-hak sipil dan politiknya di bawah naungan bulan sabit. Sebagian mereka menempati posisi-posisi strategis dalam pemerintahan Umayyah, Abbasiyah, dan Fathimiyah," jelasnya.

Lalu bagian kedua, kata dia, buku ini mendiskusikan beragam tema yang biasanya menjadi bahan dialog dalam perjumpaan antara Muslim dan Kristen. Tentu saja, perjumpaan Islam-Kristen lebih bernuansa teologis, bukan saja karena Islam muncul sebagai agama baru, tapi juga karena Kristen bereaksi dari sudut pandang teologis.

"Kenapa penganut agama baru berhasil mengalahkan Kristen secara militer? Apa maknanya bagi kebenaran ajaran Yesus dan konsep-konsep ketuhanan yang berkembang dalam tradisi Kristen, termasuk trinitas? Sebagian besar materi yang diulas dalam bagian ini berasal dari bahan-bahan mata kuliah "Islam and Christian Theology" yang saya ajarkan di Universitas Notre Dame, Amerika Serikat," katanya.

"Tulisan-tulisan pendek yang menghiasi Bagian Kedua mencakup tema-tema yang memang tidak mudah atau cenderung dihindari. Misalnya, perbincangan soal tauhid dan trinitas. Atau, soal salib, apakah Isa/Yesus mati disalib atau tidak, dan juga pandangan terhadap Injil atau Alkitab. Tapi, jangan khawatir, tema-tema tersebut disajikan secara lugas namun juga rileks, sehingga pembaca dapat mengambil kesimpulan sendiri dengan mudah," ujarnya lagi.

Bagian ketiga, lanjut dia, buku ini membahas persoalan yang sangat relevan dalam kehidupan modern di mana kita selalu dihadapkan pada problem keragaman seperti agama, budaya, etnik, ada istiadat dan seterusnya.

Menurutnya, memang kehidupan dunia dari dahulu tidak pernah monolitik. Namun demikian, saat ini manusia mengalami keragaman atau pluralisme dengan suasana baru yang tak mungkin dihindari. Ke manapun dan di manapun manusia berada, akan berinteraksi dengan orang dengan latar belakang berbeda.

"Nah, tulisan-tulisan dalam bagian ini berasal dari refleksi saya atas diskusi yang berkembang dalam kelas 'Religious Pluralism.' Mata kuliah ini memang memfokuskan pada diskursus pluralisme agama yang berkembang dalam tradisi Kristen dan Islam. Sebagian besar, jika bukan keseluruhan, refleksi dalam Bagian Ketiga ini pernah saya sampaikan di Twitter (@MunimSirry). Membaca bagian ini Anda akan dibawa ke ruang kelas di mana saya mengajar, menyaksikan saya ber diri di depan bicara dengan bahasa Inggris khas Madura, dan melirik mahasiswa yang berdiskusi serius," jelasnya.

Sedangkan untuk bagian keempat, dalam karya ini, Mun'im Sirry merefleksikan berbagai persoalan kontemporer, fenomena yang selalu muncul ke permukaan. Misalnya, soal pindah agama. Dalam kehidupan modern, orang semakin terekspos terhadap realitas-realitas yang sebelumnya tidak umum.

"Bukan suatu fenomena janggal kalau sekarang kita punya tetangga berbeda agama atau salah seorang dalam keluarga kita berpacaran dengan orang berbeda agama. Sebagai konsekuensi, pindah agama kerap terjadi, dan tak boleh tabu dibicarakan, Juga, soal kepemimpinan non-Muslim serta tuduhan penistaan agama," ujar Mun'im Sirry. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES