Pendidikan

Risalah Ilmiah Ma’had Aly Al-Tarmasi Pacitan Kupas Rokok Herbal Perspektif Maqashid Syariah

Rabu, 05 Maret 2025 - 20:46 | 26.93k
Suasana sidang risalah ilmiah di Ma'had Aly Al-Tarmasi Pacitan yang membahas rokok herbal jadi alternatif terapi kesehatan perspektif Maqashid Syariah. (Foto: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Suasana sidang risalah ilmiah di Ma'had Aly Al-Tarmasi Pacitan yang membahas rokok herbal jadi alternatif terapi kesehatan perspektif Maqashid Syariah. (Foto: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PACITANMa’had Aly Al-Tarmasi Pacitan kembali menggelar Sidang Risalah Ilmiah pada Selasa (4/3/2025) malam. Dalam sidang gelombang III ini, Muhammad Nasuha, mahasantri semester akhir, mempresentasikan risetnya yang berjudul "Analisis Maqashid Al-Syari’ah terhadap Terapi Rokok Herbal Assikha: Studi Kasus di Desa Tremas, Arjosari."

Kajian ini mengupas fenomena meningkatnya konsumsi rokok herbal yang sering dianggap sebagai alternatif lebih sehat dibandingkan rokok tembakau. 

Advertisement

Namun, Nasuha menekankan bahwa klaim tersebut masih perlu dikaji lebih dalam dari perspektif hukum Islam.

"Banyak yang beranggapan bahwa rokok herbal lebih aman dibandingkan rokok tembakau. Namun, dalam perspektif Maqashid Al-Syari’ah, kita harus memastikan apakah penggunaannya benar-benar membawa manfaat atau justru menimbulkan mudarat," ungkapnya saat presentasi.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Nasuha mengumpulkan data melalui wawancara, observasi, serta kajian literatur, lalu menganalisisnya berdasarkan lima prinsip utama Maqashid Al-Syari’ah:

  • Menjaga agama (hifzh al-din)
  • Menjaga jiwa (hifzh al-nafs)
  • Menjaga akal (hifzh al-'aql)
  • Menjaga keturunan (hifzh al-nasl)
  • Menjaga harta (hifzh al-mal)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun rokok herbal sering diklaim lebih baik dibandingkan rokok tembakau, status hukumnya dalam Islam masih berada dalam kategori makruh. Hal ini dikarenakan manfaat dan risikonya belum sepenuhnya jelas.

"Jika penelitian di masa depan membuktikan bahwa rokok herbal benar-benar membawa manfaat kesehatan yang signifikan tanpa menimbulkan mudarat, maka status hukumnya bisa berubah menjadi mubah (diperbolehkan) atau bahkan mustahab (dianjurkan) dalam konteks terapi," jelas Nasuha.

Sebaliknya, jika riset lebih lanjut menemukan bahwa rokok herbal memiliki dampak negatif yang lebih besar dibanding manfaatnya, maka status hukumnya dapat berubah menjadi haram. 

Oleh karena itu, Nasuha menegaskan pentingnya penelitian lebih mendalam sebelum rokok herbal dianggap sebagai alternatif yang benar-benar sehat dalam perspektif Islam.

Sidang Risalah Ilmiah ini mendapat respons positif dari dewan penguji. Berbagai tanggapan serta pertanyaan kritis muncul terkait dampak rokok herbal dan bagaimana hukum Islam menyikapinya.

Sementara itu, menurut salah satu dewan penguji yang juga muhadir Maqashid Syariah, Zanuar Mubin, forum akademik tersebut menjadi bukti bagaimana kajian ilmiah di Ma’had Aly Al-Tarmasi Pacitan terus berkembang dan memberikan kontribusi bagi pemahaman hukum Islam di era modern. 

"Harapannya, penelitian saudara Nasuha ini dapat menjadi referensi bagi masyarakat yang ingin memahami lebih dalam tentang status hukum rokok herbal untuk terapi kesehatan dalam Islam," pungkasnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES