Warga Jetak Pacitan Hidupkan Tradisi Satu Suro dengan Larung Sesaji di Pantai Pidakan

TIMESINDONESIA, PACITAN – Tradisi budaya masih menjadi denyut kehidupan masyarakat pesisir Pacitan. Salah satunya terlihat dari pelaksanaan Larung Sesaji oleh warga Desa Jetak, Kecamatan Tulakan, yang digelar di Pantai Pidakan, Jumat (27/6/2025). Tradisi ini menjadi cara masyarakat setempat untuk menghidupkan Satu Suro.
Prosesi Larung Sesaji diawali dengan arak-arakan warga yang membawa hasil bumi dan sesaji menuju bibir pantai. Dengan penuh khidmat, sesaji berupa tumpeng, berbagai jenis buah-buahan, hingga hasil panen warga dibawa menuju laut.
Advertisement
Yang menarik, sesaji tersebut tidak sekadar dilarung begitu saja. Warga menggunakan perahu berbentuk memanjang menyerupai barong laut, lengkap dengan ornamen kepala naga di bagian depan, yang menyimbolkan kekuatan dan penghormatan terhadap penjaga laut.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, pelarungan ini bukan sekadar tradisi tanpa makna. Ia menjadi simbol penghormatan kepada alam sekaligus permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberikan limpahan rezeki, keselamatan, dan kehidupan yang harmonis.
Sebelum prosesi larung dimulai, warga terlebih dahulu menggelar doa bersama di Balai Desa Jetak. Suasana khidmat terasa ketika prosesi Baritan, yakni penyembelihan kambing kendit, dilakukan sebagai bagian dari ritual adat.
Penyembelihan hewan tersebut dipercaya memiliki makna tolak bala dan bentuk syukur atas berkah yang telah diberikan selama setahun terakhir.
Kepala Desa Jetak, Marjuni, mengatakan bahwa Larung Sesaji telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat setempat.
Tradisi ini bukan hanya menjaga warisan budaya leluhur, tetapi juga memperkuat nilai-nilai spiritual dan sosial di tengah masyarakat pesisir.
"Larung Sesaji sendiri merupakan bagian dari budaya masyarakat pesisir yang mencerminkan nilai-nilai penghormatan kepada alam dan Sang Pencipta," ujar Marjuni kepada TIMES Indonesia.
Seluruh rangkaian acara berjalan tertib dan penuh kekhidmatan. Prosesi larung dipimpin langsung oleh tokoh masyarakat setempat, Supingi, yang mengarahkan perahu hingga ke tepi laut dan memimpin doa saat sesaji dilepaskan ke tengah ombak.
Pelaksanaannya juga tanpa pantangan khusus, karena sepenuhnya mengikuti petunjuk dan kehendak para sesepuh desa.
"Tidak ada pantangan, semuanya aman. Ini mengikuti kemauan para sesepuh sekaligus untuk nguri-uri budaya tinggalane pinisepuh," lanjut Marjuni.
Tak hanya diikuti warga, kegiatan ini juga dihadiri oleh berbagai unsur pemerintah. Terlihat jajaran Pemkab Pacitan, Forkopimda, serta sejumlah tokoh masyarakat turut hadir dan memberikan dukungan terhadap pelestarian tradisi tersebut.
Tradisi Larung Sesaji ini, meski digelar rutin setiap tahun, tetap menyedot perhatian. Masyarakat yang hadir tampak antusias mengikuti jalannya prosesi.
Tak sedikit pula wisatawan lokal yang menyempatkan diri untuk menyaksikan tradisi yang sarat makna ini.
Bagi warga Jetak, Larung Sesaji bukan hanya ritual budaya, tetapi juga momentum untuk mengingat kembali pentingnya hidup selaras dengan alam yang akan tetap dijaga sebagai identitas dan jati diri masyarakat pesisir Pacitan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |