Sosok Dokter Nyentrik di Balik Usaha Kopi 'Ramu' Umar Patek

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Tidak mudah melakukan misi kemanusiaan, terutama yang dibantu adalah Umar Patek, seorang mantan teroris kelas wahid yang beritanya pernah menggemparkan dunia pada tahun 2002 silam.
Adalah David Andreasmito, seorang dokter gigi pemilik Hedon Estate Surabaya. Berbagai tawarannya kepada Umar selalu ditolak, tetapi upayanya kini membuahkan hasil.
Advertisement
Di balik pembuatan kopi Ramu Coffe 1966, ada sosok yang mendorong Umar bangkit dari keterpurukan, tidak lain dokter David Andreasmito. David pun bercerita awal mengenal Umar, prosesnya begitu panjang.
Umar Patek sesama Dokter David Andreasmito, Jumat (6/6/2025). (FOTO: Hamida Soetadji/TIMES Indonesia)
Saat mendengar Umar Patek keluar dari tahanan, Dokter David mulai berpikir. Umar tidak akan mendapatkan pekerjaan dengan cepat, bahkan yang terjadi adanya penolakan, alasannya tidak lain adalah karena dia mantan teroris. Umar pasti merasa sangat rendah diri.
Dokter David sadar betul dengan posisi Umar, track recordnya nota bene hitam dan tidak mudah memutihkan kembali seperti membalikan telapak tangan.
Kendati demikian, dia tidak menyerah, dengan mulai menawarkan berbagai peluang dan menanyakan keahlian yang dimiliki oleh Umar.
“Dari awal, saya ingin membantu Mas Umar, tapi saya tidak tahu mulai dari mana. Dan saya tanya Mas Umar, sampean keahliannya apa? Saat itu dia bilang tidak tahu bisa apa,” ujarnya kepada TIMES Indonesia, Jumat (6/6/2025).
Ramu Coffee 1966, kopi racikan Umar Patek yang tersedia di Hedon Cafe Surabaya, Jumat (6/6/2025). (FOTO: Hamida Soetadji/TIMES Indonesia)
Saat itu Umar belum terpikir membuat bisnis kopi, yang terjadi hanya berteman saja. Hingga satu tahun, pertemanan itu berjalan dengan baik. Setiap kali bertemu dengan Umar, David memberi bantuan dana. Bukannya diterima, tetapi justru sebuah penolakan.
“Setiap kali saya kasih duit, Mas Umar tidak pernah mau. Dia selalu minta pekerjaan, di situ saya yakin bahwa orang ini benar-benar tulus menjalani kehidupan,” tuturnya.
Sebelum bisnis kopi berjalan, Umar mengatakan kepada dirinya tentang keinginannya untuk membantu penyintas atau korban bom Bali atau gereja. Dari cerita itu, Dokter David semakin terketuk membantu Umar.
“Dalam hati saya, Umar ini bekerja bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang lain. Makin kuat keinginan saya untuk membantu Umar,” tuturnya.
Suatu saat tanpa sengaja, ia mendatangi rumah Umar dan disuguhi secangkir kopi. Setelah merasakan kopi buatan Umar, ia menanyakan tempat Umar membeli kopi. Bukannya salah satu toko yang ditunjuk, Umar saat itu mengatakan itu buatannya sendiri.
“Waktu itu dirumahnya, saat merasakan kopi suguhannya rasanya enak. Dan saya tanyakan beli di mana? Teryata buatannya sendiri,” kenang David saat pertama kali mencicipi kopi buatan Umar.
Buka Peluang Baru
Tidak berpikir panjang, Dokter David menawarkan Umar membuat kopi, tetapi bukan kopi rempah. Karena yang ia cicipi kopi rempah saat di rumah Umar. Ia lalu mendatangkan teman-temannya untuk mencicipi kopi tanpa rempah.
“Buatkan saya kopi tanpa rempah, saat itu saya mengajak beberapa teman untuk mencicipi racikannya, tujuh orang yang saya ajak mencicipi bilangnya enak semua,” tuturnya.
Tujuh orang temannya tidak tahu, jika Umar yang meracik kopi itu. Ia sengaja tidak memberitahu kalau Umar yang membuat, jika tahu nantinya bukan testimoni yang ia dapat melainkan pujian. Ia mau benar-benar testimoni bukan hanya menyenangkan hati.
Sebelum membuka bisnis kopi, David sharing dengan beberapa kolega bisnisnya. Bahwa ia akan peluang bisnis kopi dengan brand Umar Patek. Jawaban dari rekan bisnisnya bilang tidak ada yang berani membranding Umar.
“Teman saya banyak yang tidak berani. Teman saya bilang nggak tambah rame, tapi bisa jadi tambah sepi,” ujarnya.
David mengatakan, keberaniannya mengajak Umar berbisnis bukan semata karena ingin mencari benefit atau keuntungan, tetapi atas dasarnya membantu sesama manusia. Ia lalu teringat dengan perkataan Gus Dur yang sangat menyentuh hatinya.
“Saya ingat perkataan Gus Dur, kalau kamu membantu sesama manusia, sama saja kamu mengagungkan Tuhan Nya. Bagi saya, saya tidak melihat latar belakang dia sebagai apa. Saya tidak perduli,” ungkapnya.
Atas dasar cinta kasih terhadap sesama, ia yakin perlahan Kopi Ramu dikenal banyak orang. Bahkan sekarang menu kopi di cafe nya sudah beralih dengan kopi buatan Umar. Kemasan 200 – 250 gram kini juga tersedia di Hedon Cafe. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |