Kasus Leptospirosis Naik 20 Persen, Dinkes Pacitan Anggarkan Rp263,2 Juta

TIMESINDONESIA, PACITAN – Kasus leptospirosis di Pacitan naik sebesar 20 persen pada bulan Mei 2025. Kenaikan ini diduga terkait musim panen padi yang meningkatkan kontak petani dengan lingkungan terkontaminasi urine tikus.
“Kasus leptospirosis bulan Mei 2025 mengalami kenaikan. Pemicunya musim panen padi," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Pacitan, Nur Farida, Selasa (27/5/2025).
Advertisement
Pihaknya mencatat, bahwa wilayah kerja Puskesmas Bubakan, Kecamatan Tulakan masih menempati posisi tertinggi dengan 49 kasus.
"Itu memang daerah endemis, tapi kita tetap minta masyarakat waspada,” tutur Farida.
Menurutnya, langkah pencegahan sebenarnya bisa dilakukan dengan menggunakan pelindung kaki seperti sepatu boot.
Namun, sebagian besar petani mengeluhkan kesulitan bergerak saat bekerja di sawah berlumpur dengan perlengkapan tersebut.
“Pencegahan bisa dengan sepatu boot. Tapi banyak yang beralasan tidak bisa jalan di lumpur,” jelasnya.
Farida menambahkan, kesadaran masyarakat akan gejala leptospirosis juga mulai meningkat.
Para petani kini sudah mulai mampu mengenali ciri khas demam yang menyerang, dan langsung melaporkannya ke fasilitas kesehatan terdekat.
“Kalau ada keluhan, kami sesegera mungkin menangani. Biasanya para petani lebih terbuka dan bisa mengidentifikasi, oh ini panasnya leptospirosis yang dirasakan tubuh. Itu penting agar tidak terjadi kematian,” imbuhnya.
Mengantisipasi lonjakan dan memperkuat sistem respons dini, Dinkes Pacitan telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp263.200.800 juta untuk penanganan leptospirosis sepanjang tahun 2025. Dana tersebut bersumber dari APBD dan masuk dalam program penanggulangan penyakit menular.
“Perencanaan dilakukan berdasar kondisi kasus tahun sebelumnya, namun hal tersebut bisa disesuaikan dengan kebutuhan dengan aturan yang berlaku atau pergeseran anggaran,” tutur Farida.
Dinkes memastikan bahwa hingga saat ini tidak ada kasus kematian akibat leptospirosis di Pacitan sepanjang 2025. Penanganan medis terus dioptimalkan, baik dari sisi kesiapan tenaga kesehatan, fasilitas logistik, hingga sistem pelaporan kasus.
“Tenaga medis kita persiapkan, refresh kembali, sosialisasi, logistik,” katanya.
Dalam strategi penanganan, Dinkes juga memanfaatkan media sebagai sarana edukasi masyarakat yang dinilai lebih efektif dan hemat biaya. Langkah ini dilakukan tanpa mengganggu alokasi dana untuk pelacakan kasus aktif.
“Saat ini sarana edukasi melalui media sangat efektif. Sedangkan terkait pelacakan kasus, tidak ada anggaran yang terpangkas,” tegas Farida.
Sebagai tambahan, pihaknya juga masih mendapat dukungan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat untuk membantu penanganan penyakit menular, termasuk leptospirosis, di tingkat puskesmas.
Hingga pertengahan Mei 2025, tercatat ada 151 kasus leptospirosis di seluruh wilayah Pacitan.
Meskipun mengalami penurunan dibandingkan tahun 2023 yang mencatat angka tertinggi, kasus leptospirosis di Pacitan tahun ini tetap perlu diwaspadai. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |