Menyerang Kota, Suara Seniman Malang di 100 Hari Tragedi Kanjuruhan

TIMESINDONESIA, MALANG – Puluhan seniman 'Street Art' Malang mengadakan pameran bertajuk 'Menyerang Kota' dalam rangka peringatan 100 Hari Tragedi Kanjuruhan.
Pameran yang digelar di Dewan Kesenian Malang (DKM), terlaksana sejak 9 hingga 11 Januari 2023 mendatang.
Advertisement
Berbagai karya seni pun dipertunjukkan dalam pameran tersebut. Mulai dari mural, paper power hingga karya foto dari aksi menuntut keadilan yang selama ini dilakukan oleh ribuan Aremania.
Ketua Pelaksana Menyerang Kota, Dapeng Gembiras mengatakan, konsep kegiatan kali ini sebenarnya ingin menyuarakan segala bentuk penindasan dan ketidak adilan yang terus menerus diterima oleh masyarakat, khususnya seperti dalam peristiwa Tragedi Kanjuruhan Malang.
"Tragedi ini sebagai pemantik. Jika berbicara sepakbola, suporter sudah mengambil peran itu. Jadi kita lebih masuk ke ranah sosial, sehingga tidak hanya fokus di sepakbolanya saja, tapi juga ke ranah hukum, penindasan dan lainnya," ujar Dapeng, Selasa (10/1/2023).
Ada berbagai kegiatan yang dilakukan di acara tersebut. Tak hanya memamerkan karya mural, poster hingga graffiti, namun juga perform art, live sablon, cetak zine, sebar poster hingga mural jalanan.
"Di pameran ini sekitar ada 20 seniman. Bukan dari Malang saja, ada dari Yogyakarta dan Surabaya," katanya.
Adapun kegiatan diskusi tentang Tragedi Kanjuruhan sebagai pemantik gerakan sosial dengan pembicara asal Korea Selatan.
"Jadi bakal ada pembicaraan tentang gerakan-gerakan tentang Tragedi Kanjuruhan, bagaimana ada banyak layer yang bakal di bahas. Mulai dari Antropologi dan banyak hal juga," ungkapnya.
Sementara, salah satu seniman di pameran 'Menyerang Kota', Arief Wibisono memperlihatkan bagaimana zine atau arsip media cetak tersebut membicarakan tentang perjalanan Arema di tahun 2000an.
Arsip-arsip cetak tersebut ia susun berbentuk Piramida terbalik dengan tatanan tema yang berkesinambungan untuk memperlihatkan bagaimana terwujudnya saat suporter beraksi.
"Kita kupas satu-satu disini. Bagaimana mulai ada pintu terbuka sebagai ladang bisnis hingga konsep atau skema aparat yang ingin membentur-benturkan. Di kupas dalam arsip ini," jelasnya.
Arsip yang ia pameran memang berkisar di tahun 2000an dimana kesimpulan yang ingin ia sampaikan dalam karya tersebut bagaimana mematikan suporter di stadion merupakan hal yang salah.
"Secara tidak sadar, kita (suporter) sudah menjadi ladang bisnis mereka sejak lama," tandasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |